7 Contoh Khutbah Jumat Berbagai Tema: Amal Saleh-Etika Pemilih yang Baik

7 Contoh Khutbah Jumat Berbagai Tema: Amal Saleh-Etika Pemilih yang Baik

Ulvia Nur Azizah - detikJateng
Kamis, 18 Jan 2024 21:16 WIB
Lokasi Masjid Sheikh Zayed terletak di Solo, Jawa Tengah. Masjid tersebut buka untuk umum mulai Rabu, 1 Maret 2023 dan telah diresmikan sejak 14 November 2022.
Ilustrasi. Foto: Masjid Sheikh Zayed, Solo (Agil Trisetiawan Putra/detikJateng)
Solo -

Khutbah Jumat sangat penting bagi umat Islam di seluruh dunia. Meskipun panjangnya bervariasi, setiap contoh khutbah Jumat selalu merangkum ajaran-ajaran penting dan menyertakan doa-doa memohon perlindungan, pengampunan, dan rahmat dari Allah SWT.

Teks khutbah Jumat perlu disusun dengan cermat, mengutamakan aspek spiritual, moral, dan sosial masyarakat. Dengan menyampaikan pesan secara singkat namun padat, perhatian jamaah tetap terjaga.

Namun tidak ada salahnya menyampaikan khutbah yang panjang agar pemahaman para jamaah lebih mendalam. Ini dapat disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dalam kesempatan kali ini, detikJateng merangkum beberapa contoh khutbah Jumat dari laman resmi Nahdlatul Ulama, Kementerian Agama RI, Masjid Istiqlal, dan UIN Sunan Gunung Djati.

Contoh Khutbah Jumat

Contoh Khutbah Jumat #1: Menyiapkan Amal Saleh Sebelum Datangnya Kematian

Jamaah Jumat yang dimuliakan Allah,

ADVERTISEMENT

Hidup merupakan perjalanan panjang menuju kematian, dan semua makhluk, manusia, jin, hewan, tumbuhan dan sebagainya yang bernyawa pasti akan mati.

كُلُّ نَفْسٍ ذَاۤىِٕقَةُ الْمَوْتِ

Artinya: "Setiap yang bernyawa akan merasakan mati." Ayat ini mengingatkan kepada kita semua, bahwa kematian pasti akan datang dan pasti akan kita hadapi, entah di mana pun dan kapan pun. Serta tidak pandang bulu dan tawar menawar.

Sehingga kita harus selalu ingat kepada Allah SWT, Tuhan yang telah menghidupkan dan mematikan kita semua. Kata Sahabat Ali, sesuatu yang pasti tapi seringkali dilupakan oleh manusia adalah kematian.

Ma'asyiral muslimin rakhimakumullah,

Permulaan dari kematian adalah sakaratul maut. Ada dua penggambaran terkait sakaratul maut di dalam Al-Quran. Pertama, dalam surat Al-Anfal ayat 50, Allah berfirman:

وَلَوْ تَرَى إِذْ يَتَوَفَّى الَّذِينَ كَفَرُوا الْمَلَائِكَةُ يَضْرِبُونَ وُجُوهَهُمْ وَأَدْبَارَهُمْ وَذُوقُوا عَذَابَ الْحَرِيقِ

Artinya: "Andaikata dirimu, wahai Muhammad, menyaksikan pemandangan mengerikan pada saat malaikat mencabut nyawa orang-orang kafir, kalian akan mendapatkan malaikat itu memukuli tubuh orang-orang kafir itu dari depan dan belakang, seraya berkata, "Rasakan siksa api neraka, akibat perbuatan kalian."

Kedua, dalam surat An-Nazi'at ayat 2, Allah berfirman:
وَّالنّٰشِطٰتِ نَشْطًاۙ

Artinya: "demi (malaikat) yang mencabut (nyawa orang mukmin) dengan lemah lembut,"

Menurut Profesor Quraish Shihab, orang yang diambil nyawanya oleh malaikat dengan lemah lembut ini adalah mereka yang beramal saleh karena Allah. Amal saleh ini oleh Profesor Quraish Shihab diibaratkan dengan obat bius. Sekalipun sakaratul maut itu menyakitkan, tapi kalau kita sudah dibius dengan amal saleh, maka insya Allah tidak begitu berat merasakan kesakitan menjelang wafat.

Ma'asyiral muslimin hafidzakumullah

Apa saja amal saleh bisa kita persiapkan sebelum kita menghadapi kematian?

Pertama, beramal sebaik mungkin. Selama hidup di dunia kita diajarkan untuk selalu beramal yang baik sebanyak mungkin, tanpa harus perhitungan sedikit pun. Beramal dengan ikhlas dan istiqamah. Dalam surat Al-Mulk ayat 1-2, Allah berfirman:

تَبٰرَكَ الَّذِيْ بِيَدِهِ الْمُلْكُ وَهُوَ عَلٰى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ () الَّذِيْ خَلَقَ الْمَوْتَ وَالْحَيٰوةَ لِيَبْلُوَكُمْ اَيُّكُمْ اَحْسَنُ عَمَلًا () وَهُوَ الْعَزِيْزُ الْغَفُوْرُ ()

Artinya: "Maha Suci Allah yang menguasai (segala) kerajaan, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu. Yang menciptakan mati dan hidup, untuk menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa, Maha Pengampun."

Dalam hadits riwayat Abu Hurairah, Rasulullah SAW bersabda: فَإِنَّ خَيْرَ الْعَمَلِ أَدْوَمُهُ وَإِنْ قَلَّ

Artinya: "Sesungguhnya sebaik-baik pekerjaan adalah yang rutin (berkelanjutan), meskipun itu sedikit."

Dari kedua dalil ini sudah sangat jelas bahwa kita dianjurkan beramal saleh dengan istiqamah atau terus menerus. Karena pekerjaan yang istiqamah akan membuahkan hasil yang banyak. Selain istiqamah, pekerjaan yang kita lakukan harus dilandasi dengan ikhlas dan syukur. Sehingga apa yang dikerjakan tidak sia-sia.

Ma'asyiral muslimin hafidzakumullah

Yang kedua, menyiapkan amal yang terus mengalir pahalanya. Menyiapkan amal, jangan hanya yang sifatnya pribadi, yang ketika sudah wafat hanya akan berhenti ketika itu juga. Maka kita harus beramal yang sifatnya memberkahi dan bermanfaat bagi orang lain.

Sehingga amal tersebut akan terus mengalir kepada diri kita meskipun kita telah tiada. Seperti sedekah jariyah, mengajarkan ilmu agama dan pengetahuan lainnya, serta mendidik anak kita menjadi anak yang saleh dan alim, sehingga dapat mendoakan kita kelak.

Sebagaimana Rasulullah SAW bersabda:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه: أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قال ((إِذَا مَاتَ الإِنْسَانُ اِنْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثَةٍ: صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ، أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ، أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُوْ لَهُ))؛ رواه مسلم

Artinya: "Diriwayatkan oleh Abu Hurairah, bahwa Rasulullah SAW bersabda: Jika manusia mati, maka terputuslah amalnya kecuali tiga perkara, sedekah jariyah, ilmu yang diambil manfaatnya, dan anak saleh yang selalu mendoakan orang tuanya" (HR Muslim).

Ma'asyiral muslimin hafidzakumullah

Yang ketiga, berdoa agar diberikan husnul khatimah. Siapa yang tidak ingin akhir hidupnya husnul khatimah? Pasti semuanya mau dan sangat berharap. Maka salah satu agar kita mendapatkan husnul khatimah yakni memperbanyak berdoa dan berzikir kepada Allah SWT.

Salah satunya dengan kalimat tayyibah Laa ilaha illallah. Karena ketika kita sering berzikir Laa ilaha illallah maka insyaallah di akhir hayat juga Allah akan membimbing kita mengucap kalimat laa ilaaha illallaah.

Dalam sebuah hadits shahih yang diriwayatkan oleh Abu Dawud, Rasulullah SAW bersabda:

‏" مَنْ كَانَ آخِرُ كَلاَمِهِ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ دَخَلَ الْجَنَّةَ ‏"‏

Artinya: "Barangsiapa yang akhir perkataannya adalah 'Laa ilaaha illallaah' maka dia akan masuk surga."

Rasulullah SAW juga memberikan gambaran tambahan bahwa ciri-ciri seseorang yang husnul khatimah yakni dirinya akan selalu istiqamah mengerjakan perbuatan yang baik hingga akhir hayat.

قَالَ رَسُولُ الله صلى الله عليه وسلم ‏"‏ إِذَا أَرَادَ اللهُ بِعَبْدٍ خَيْرًا اسْتَعْمَلَهُ ‏"‏ ‏.‏ فَقِيلَ كَيْفَ يَسْتَعْمِلُهُ يَا رَسُولَ اللهِ قَالَ ‏"‏ يُوَفِّقُهُ لِعَمَلٍ صَالِحٍ قَبْلَ الْمَوْتِ‏" ‏"

Artinya: "Rasulullah SAW bersabda: Apabila Allah menghendaki kebaikan kepada seseorang, maka Allah akan membuatnya beramal. Para sahabat bertanya: Bagaimana membuatnya beramal? Beliau menjawab: Allah akan memberikan taufiq padanya untuk melaksanakan amal saleh sebelum dia meninggal "(HR. Ahmad dan Tirmidzi)

Ma'asyiral muslimin hafidzakumullah

Demikianlah khutbah yang singkat ini, semoga kita menjadi hamba Allah yang selalu istiqamah ingat kepada-Nya. Ketika selalu ingat, maka iman kita akan selalu bertambah dan selalu mengerjakan kebajikan. Dan juga semoga Allah SWT menjadikan kita sebagai orang-orang yang wafat dalam keadaan husnul khatimah.


Contoh Khutbah Jumat #2: Berkata yang Baik atau Diam

Ma'asyiral muslimin rahimakumullah.

Pada kesempatan mulia ini, khatib mengajak jamaah sekalian untuk senantiasa menjaga dan meningkatkan ketakwaan kita kepada Allah SWT dengan sebenar-benarnya takwa; dengan menjauhi larangan Allah sejauh-jauhnya dan menjalankan perintah-Nya semampunya. Dengan demikian kita dapat berproses menjadi sebaik-baiknya hamba Allah sebagaimana firman Allah SWT dalam Al-Quran surat al-Hujurat ayat 13:

اِنَّ اَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللّٰهِ اَتْقٰىكُمْ

"Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa."

Ma'asyiral muslimin rahimakumullah.

Sesungguhnya umat Islam adalah rahmat bagi seluruh alam. Islam mengajarkan kasih sayang kepada sesama makhluk ciptaan Tuhan, baik manusia, hewan, hingga tumbuh-tumbuhan dan lingkungan. Di antara bentuk kasih sayang yang terkandung dalam ajaran Islam adalah berkata-kata yang baik.

Perkataan dan ucapan yang baik merupakan perbuatan terpuji yang mendatangkan kebaikan dan dapat meninggikan derajat, baik di sisi Allah maupun di tengah-tengah manusia. Allah SWT memerintahkan kita untuk mengucapkan perkataan yang baik. Dalam Surat al-Baqarah ayat 83 Allah berfirman:

قُولُوا لِلنَّاسِ حُسْنًا

"Ucapkanlah kata-kata yang baik kepada manusia."

Allah SWT juga menjanjikan surga kepada orang-orang beriman dan mengerjakan amal saleh, yaitu surga-surga yang di bawahnya mengalir sungai-sungai. Di dalam surga itu mereka diberi perhiasan dengan gelang-gelang dari emas dan mutiara, pakaian mereka di sana adalah sutra.

Di ayat selanjutnya karakter mereka ditegaskan, yaitu orang-orang yang di dunia diberi petunjuk untuk mengucapkan ucapan-ucapan yang baik. Allah ta'ala berfirman dalam Surat Al-Hajj ayat 24:

وَهُدُوا إِلَى الطَّيِّبِ مِنَ الْقَوْلِ وَهُدُوا إِلَىٰ صِرَاطِ الْحَمِيدِ

"Dan mereka diberi petunjuk kepada ucapan-ucapan yang baik dan ditunjuki (pula) kepada jalan (Allah) yang terpuji."

Di ayat lain Allah menegaskan agar orang-orang beriman untuk berkata-kata yang baik, baik kepada sesama muslim maupun non-muslim. Allah berfirman dalam surat Al-Isra' ayat 53:

وَقُلْ لِعِبَادِي يَقُولُوا الَّتِي هِيَ أَحْسَنُۚ إِنَّ الشَّيْطَانَ يَنْزَغُ بَيْنَهُمْۚ إِنَّ الشَّيْطَانَ كَانَ لِلْإِنْسَانِ عَدُوًّا مُبِينًا

"Dan katakanlah kepada hamba-hamba-Ku: "Hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang lebih baik (benar). Sesungguhnya setan itu menimbulkan perselisihan di antara mereka. Sesungguhnya setan itu adalah musuh yang nyata bagi manusia."

Ayat-ayat yang telah dibacakan tadi merupakan pengingat bagi kita supaya senantiasa menjaga ucapan kita. Tidaklah yang keluar dari mulut kita melainkan kebaikan, minimal, jika kita tidak bisa mengucapkan kebaikan, maka lebih baik diam. Jangan sampai ucapan yang keluar dari lisan kita malah menyakiti hati orang lain. Ingatlah pesan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam untuk kita semua:

مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللّٰهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ

"Siapa pun yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah dia mengucapkan perkataan yang baik atau diam." (Hadis riwayat Imam Bukhari dan Imam Muslim)

Jangan sampai perkataan kita yang tidak baik kepada orang lain membuat kekacauan di tengah-tengah masyarakat dan merusak hubungan harmonis yang telah tumbuh dan terpelihara di dalamnya. Berkata apa saja boleh, asalkan jangan berlebihan sehingga nantinya ucapan kita tidak dapat disaring dan perkataan buruk pun mengarah kepada orang lain, akhirnya hal itu menimbulkan kerusakan dan penyakit hati, baik bagi orang yang berbicara maupun mendengarnya.

Tentunya, ucapan yang tidak baik merupakan akhlak yang tercela dan dapat menimbulkan kebencian di tengah-tengah manusia. Imam al-Lu'lui mengatakan dalam syair Adabut Thalab:

وَفِي كَثِيْرِ الْقَوْلِ بَعْضُ الْمَقْتِ

"Dalam banyaknya bicara dapat menimbulkan sebagian kebencian."

Ma'asyiral muslimin rahimakumullah,

Imam al-Nawawi berkata:

يَنْبَغِي لِمَنْ أَرَادَ أَن يَنْطِقَ أَنْ يَتَدَبَّرَ مَا يَقُوْلُ قَبْلَ أَنْ يَنْطِقَ، فَإِنْ ظَهَرَتْ فِيْهِ مَصْلَحَةٌ تَكَلَّمَ، وَإِلَّا أَمْسَكَ

"Hendaknya bagi siapa pun yang ingin berbicara, ia pikir-pikir terlebih dahulu, apabila ucapannya mengandung maslahat, maka silakan, apabila tidak, maka lebih baik diam."

Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam adalah sosok yang sangat peduli kepada umatnya, beliau tidak mau dan sedih jika umatnya masuk neraka, oleh karena itu Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mengajarkan kiat-kiat supaya umatnya terbebas dari api neraka. Disebutkan dalam hadis riwayat Bukhari dan Muslim:

اتَّقُوا النَّارَ وَلَوْ بِشِقِّ تَمْرَةٍ، فَمَنْ لَمْ يَجِدْ فَبِكَلِمَةٍ طَيِّبَةٍ

"Jauhilah neraka meski dengan [bersedekah] sepotong kurma, jika tidak melakukannya, maka hendaklah (bersedekah) dengan tutur kata yang baik."

Jamaah sekalian yang dirahmati Allah,

Semoga kita dapat menjadi pribadi yang baik dalam berperilaku maupun bertutur kata, semoga kita digolongkan sebagai orang yang beriman, dan orang yang beriman itu bukanlah mereka yang suka mencaci maupun melaknat, sebagaimana sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam:

لَيْسَ الْمُؤْمِنُ بِالطَّعَّانِ وَلَا اللَّعَّانِ

"Orang yang beriman bukanlah orang yang suka mencela dan mengutuk."

بَارَكَ الله لِي وَلَكُمْ فِي اْلقُرْآنِ اْلعَظِيْمِ وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنْ آيَةِ وَذِكْرِ الْحَكِيْمِ. أَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا فَأسْتَغْفِرُ اللهَ العَظِيْمَ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْم


Contoh Khutbah Jumat #3: Iman, Islam, dan Perdamaian

Jamaah Jumat Rahimakumullah,

Pada kesempatan mulia ini, khatib berwasiat pada diri khatib sendiri dan seluruh jamaah untuk senantiasa meningkatkan ketakwaan kepada Allah SWT dengan menjalankan perintah dan menjauhi larangan-Nya. Ketakwaan menjadi bekal utama dan sangat berharga saat kita bertemu dengan Allah SWT kelak, dan orang yang paling bertakwa akan mendapatkan posisi yang paling mulia di sisi Allah SWT.

Selain menguatkan ketakwaan, sudah menjadi kewajiban kita untuk senantiasa mengungkapkan dan meningkatkan rasa syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan karunia Iman dan Islam, serta berbagai kenikmatan kehidupan lainnya di dunia ini.

Kenikmatan yang kita syukuri ini telah dijanjikan oleh Allah SWT akan ditambah. Sebaliknya jika kita mengufuri nikmat Allah, maka balasan berupa siksa pedih dari Allah akan kita terima.

Kemudian dengan mensyukuri nikmat iman dan Islam ini, tidak hanya akan memberikan nilai positif bagi diri kita sendiri, namun juga akan memberikan kemaslahatan bagi orang lain. Di antara buah dari keteguhan iman dan Islam adalah terwujudnya kebaikan dan kemaslahatan bagi orang lain yang terwujud dalam bentuk perdamaian di kehidupan masyarakat.

Iman, Islam, dan perdamaian merupakan satu kesatuan yang tidak bisa terpisahkan. Jika seseorang memiliki iman dan Islam yang baik, maka bisa dipastikan kedamaian akan menghiasi dan menaungi kehidupannya bersama masyarakat.

Jamaah Jumat Rahimakumullah,

Dilihat dari kata 'Islam' itu sendiri, para ulama memaknainya dengan arti perdamaian sehingga Islam dan perdamaian adalah dua entitas yang tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Orang akan tergolong mengingkari nilai keislaman itu sendiri jika tidak mengedepankan perdamaian dengan sesama umat Islam dan juga seluruh manusia pada umumnya.

Allah SWT berfirman dalam Surat Al-Bararah ayat 208:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا ادْخُلُوا فِي السِّلْمِ كَافَّةً وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ

"Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu"

Jamaah Jumat Rahimakumullah,

Melalui ayat ini, Allah mengingatkan kepada manusia untuk tidak setengah-setengah dalam masuk ke dalam agama Islam. Allah mengingatkan untuk masuk pada agama Islam dengan kaffah (menyeluruh) yang di dalamnya juga terkait bagaimana mengimplementasikan nilai-nilai yang diajarkan oleh Islam seperti perdamaian.

Dengan terwujudnya perdamaian dalam kehidupan, maka segala sektor kehidupan akan dapat berjalan dengan baik seperti pembangunan dan termasuk juga ketenangan dalam beribadah. Kita bisa merasakan sendiri bagaimana nikmatnya beribadah di tengah-tengah perdamaian yang jauh dari konflik dan peperangan.

Jika saat ini kita berada dalam situasi perang, maka bisa dipastikan kita tidak bisa beribadah dengan tenang seperti ini. Oleh karenanya nikmat perdamaian yang merupakan pengejawantahan dari nilai-nilai Islam ini harus terus kita pertahankan.

Bukan hanya mendapatkan efek positif dalam kehidupan dunia, perdamaian juga merupakan sebuah sikap yang memiliki nilai pahala. Rasulullah sendiri menyebutkan bahwa ketika seseorang mampu mewujudkan perdamaian, maka pahalanya akan bisa melebihi pahala sholat, zakat, dan sedekah. Sebagaimana ditegaskan oleh Rasulullah SAW melalui hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dan At-Tirmizi:

أَلَا أُخْبِرُكُمْ بِأَفْضَلَ مِنْ دَرَجَةِ الصَّلَاةِ، وَالصِّيَامِ، وَالصَّدَقَةِ؟ " قَالُوا: بَلَى. قَالَ: " إِصْلَاحُ ذَاتِ الْبَيْنِ. وَفَسَادُ ذَاتِ الْبَيْنِ هِيَ الْحَالِقَةُ

"Maukah jika aku kabarkan kepada kalian sesuatu yang lebih utama dari derajat puasa, shalat dan sedekah? Para sahabat berkata, Tentu ya Rasulullah. Beliau bersabda: Mendamaikan orang yang sedang berselisih. Rusaknya orang yang berselisih adalah pencukur (mencukur amal kebaikan yang telah dikerjakan)."

Dari hadits ini kita bisa mengetahui bahwa Nabi Muhammad sangat mendorong kita untuk mampu menjadi juru perdamaian. Hal ini selaras dengan misi nabi yang merupakan penyempurna akhlakul karimah. Orang yang mengedepankan perdamaian memiliki akhlak yang baik dengan memberi tauladan untuk menebar kasih sayang dan menghindari permusuhan.

Terlebih di negara kita ini yang telah ditakdirkan oleh Allah SWT menjadi sebuah bangsa yang penuh dengan keanekaragaman suku, agama, budaya, dan adat istiadat. Prinsip perdamaian dalam perbedaan harus terus kita pegang dan semai bersama.

Bukan hanya saat ini saja, namun para generasi penerus juga harus mampu meneruskannya. Bukan kepada sesama umat Islam saja, namun kepada seluruh masyarakat yang ada dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kita perlu mengingat firman Allah SWT dalam Al-Quran surat Al-Hujurat ayat 13:

يٰٓاَيُّهَا النَّاسُ اِنَّا خَلَقْنٰكُمْ مِّنْ ذَكَرٍ وَّاُنْثٰى وَجَعَلْنٰكُمْ شُعُوْبًا وَّقَبَاۤىِٕلَ لِتَعَارَفُوْا ۚ اِنَّ اَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللّٰهِ اَتْقٰىكُمْ ۗاِنَّ اللّٰهَ عَلِيْمٌ خَبِيْرٌ

"Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Mahateliti."

Jamaah Jumat Rahimakumullah,

Oleh karenanya di penghujung ni, khatib berpesan, mari kita terus pupuk perdamaian dalam kehidupan terlebih dengan orang-orang yang ada di sekitar kita. Perdamaian yang mampu kita wujudkan ini menjadi sebuah bukti nyata bahwa kita adalah orang yang benar-benar Islam dan juga orang yang benar-benar beriman. Amin ya rabbal alamin.

Contoh Khutbah Jumat #4: Bagaimana Berinteraksi dengan Al-Quran

Kaum muslimin jama'ah shalat Jum'at hafidzakumullah. Dalam Al-Quran Surat Fussilat ayat 41 dan 42, Allah subhanahu wata'ala berfirman:

اِنَّ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا بِالذِّكْرِ لَمَّا جَاۤءَهُمْ ۗوَاِنَّهٗ لَكِتٰبٌ عَزِيْزٌ ۙ (41) لَّا يَأْتِيْهِ الْبَاطِلُ مِنْۢ بَيْنِ يَدَيْهِ وَلَا مِنْ خَلْفِهٖ ۗتَنْزِيْلٌ مِّنْ حَكِيْمٍ حَمِيْدٍ (42)

Artinya : "Sesungguhnya orang-orang yang mengingkari Al-Quran ketika (Al-Quran) itu disampaikan kepada mereka, (pasti mereka akan celaka). Sesungguhnya (Al-Quran) itu adalah kitab yang mulia. Tidak ada kebatilan yang mendatanginya, baik dari depan maupun dari belakang) (Al-Quran itu adalah) kitab yang diturunkan dari Tuhan Yang Maha Bijaksana lagi Maha Terpuji."

Begitu agungnya Al-Quran sampai-sampai segala sesuatu yang berhubungan dengan Al-Quran ikut menjadi agung dan mulia.

a. Ketika Al-Quran diturunkan melalui perantara Jibril, maka Jibril pun menjadi "Sayyidul Malaikah" penghulu para malaikat dan diberi gelar "Arruhul Amin".

b. Ketika Al-Quran diturunkan kepada Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam, maka beliaupun dinobatkan menjadi "Sayyidul Anbiyai wal Mursalin" nabi dan rasul terbaik.

c. Ketika Al-Quran diturunkan kepada ummat Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam, maka mereka menjadi "Khoirul Umam" ummat terbaik.

d. Ketika Al-Quran pertama kali diturunkan pada malam "Lailatul Qadar", maka malam tersebut menjadi "Khoirul Layali" bahkan disebutkan dalam Al-Quran "Khoirun Min Alfi Syahrin" satu malam yang lebih mulia dari seribu bulan.

e. Dan bulan Ramadhan, ketika Al-Quran diturunkan pada bulan ini maka bulan ini menjadi "Sayyidus Syuhur" bulan terbaik dari seluruh bulan. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda :

خَيُركُم مَن تَعلٌمَ القُرانَ وَعَلٌمَهَ

Artinya : "Sebaik-baik kalian adalah orang yang mempelajari Al-Quran dan mengajarkannya". (HR. Bukhori).

Maka demi Allah yang tidak ada Tuhan selain dia, bahwasanya hati manusia yang tersentuh dengan Al-Quran akan menjadi "Khoirun Naas" sebaik-baik manusia.

Al-Quran yang ada pada kita, yang kita baca, yang kita hafal, yang kita pelajari, sama persis dengan Al-Quran yang ada pada masa nabi. Dengan Al-Quran nabi mendidik sahabatnya generasi awal Islam, sehingga Al-Quran merubah kehidupan para sahabat secara signifikan, padahal mereka bukan orang yang berpendidikan dan bukan bangsa yang memiliki peradaban seperti bangsa Persia, Romawi atau Bizantium.

Lihat saja bagaimana Umar bin Khattab (Al-faruq), dimana 16 pendapatnya menjadi penyebab turunnya ayat Al-Quran yang menguatkan pandangan dan pendapat beliau. Sebelum mengucapkan syahadat dikenal sebagai orang yang keras, kasar dan sangat benci Islam. Namun hati Umar lunak dan luluh begitu mendengar adiknya Fatimah membaca Al-Quran dan setelah itu beliau menjadi benteng terdepan membela Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam.

Kemudian ada Abu Dzar Al-Gifari pembegal, perampok, ayahnya pimpinan perampok dari kampung Gifar, hidupnya terbiasa dengan kekerasan dan kejahatan. Setelah tersentuh hatinya oleh Al-Quran, berubah menjadi seorang yang zuhud, tawadu', menentang semua orang yang cenderung menumpuk harta untuk kepentingan pribadi, meskipun itu sahabatnya sendiri.

Al-Quran datang merubah perilaku, cara berfikir, tutur kata, sopan santun dan itulah sesungguhnya hakikat mukjizat Al-Quran yang paling utama yaitu mampu merubah hidup seseorang.

قَالَ رسول الله ص م: إنَّ اللَّهَ يَرفَعُ بِحذَ الكتَاِبِ اَقَوامًا وَيَضَعُ بِه آخَرِينَ

Artinya : "Sesungguhnya Allah mengangkat derajat dan memuliakan beberapa kaum dengan Al-Quran ini, dan Allah merendahkan beberapa kaum dengan kitab ini pula" (HR. Muslim).

Kaum muslimin jama'ah shalat Jum'at hafidzakumullah. Kalau Al-Quran belum bisa merubah kehidupan kita, itu berarti cara kita berintraksi dengan Al-Quran yang bermasalah, perlakuan kita pada Al-Quran hanya sebatas formalitas.

Banyak diantara kita mengklaim dalam sehari mengkhatamkan AlQur'an satu sampai tiga kali, namun ayat mana yang dipahami, kemudian diamalkan kandungannya? Paling kita hanya bisa berlomba-lomba menghitung pahala dari membacanya.

Al-Quran memang beda dari kitab suci yang lain, bila dibaca meskipun tidak dipahami tetap mendatangkan pahala, cuma manfatnya menjadi sangat sedikit dibandingkan bila dipahami maknanya: "Siapa yang membaca satu huruf, baginya satu kebaikan, dan satu kebaikan dilipatgandakan jadi sepuluh".

مَنْ قَرَأَ حَرْفًا مِنْ كِتَابِ اللهِ فَلَهُ بِهِ حَسَنَةٌ وَالْحَسَنَةُ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا

Abu Sofyan, Abu Jahal dan Walid Ibnul Mughirah tokoh kafir quraisy, sengaja datang setiap malam ke rumah nabi sembunyi-sembunyi sekedar ingin mendengarkan Al-Quran dan mereka sangat tersentuh bahkan mengeluarkan air mata, Walid Ibnul Mughirah sampai berkata:

وَاللهِ لَقَدْ سَمِعْتُ مِنْ مُحَمّدٍ آنِفًا كَلاَمًا مَا هُوَ مِنْ كَلاَمِ الأِنْسِ، وَلَامِنْ كَلَامِ الجِنِّ، إِنَّ لَهُ لَحَلَاوَة وَإنَّ عَلَيْهِ لَطَلاوَة

Artinya : "Demi Allah, baru saja saya mendengar dari Muhammad, sebuah ucapan yang bukan bahasa manusia, bukan pula bahasa jin. Sungguh sangat indah, penuh makna, menakjubkan dan nikmat untuk didengar" .

Kenapa kafir Quraisy tersentuh dengan Al-Quran, sementara sebagian besar ummat Islam saat ini sama sekali tidak tersentuh sedikitpun dengan Al-Quran. Penyebabnya adalah: "Kita membacanya tanpa kita pahami maknanya dan kita tidak tau apa yang diingankan Al-Quran dari kita".

Kebanyakan kita dalam mempelajari Al-Quran tidak menitikberatkan pada nilai moral atau ruh dari Al-Quran, tapi hanya terbatas pada teks-teksnya saja. Artinya, kita ini baru mampu menangkap makna Al-Quran sebatas pada kesakralan dan ritual semata. Padahal setiap kita membaca, menghafal, mempelajari, mentadabburi lalu mengamalkannya sesuai kesanggupan, maka Al-Quran menembus ke relung hati, membersihkan kotoran, menyingkap segala kegelapan.

قَالَ سَيِّدُنَا عُثْمَان ابْنُ عَفَّان : لَوْ طَهُرَتْ قُلُوبُكُمْ مَاشَبِعْتُمْ مِنْ كَلاَمِ رَبِّكُمْ

Jika hatimu suci dan bersih, niscaya kamu tidak akan pernah kenyang dengan ayat-ayat Tuhanmu. Artinya kita tidak pernah merasa bosan bersama Al-Quran. Mukjizat Al-Quran lebih dahsyat dari kesanggupan Nabi Isa alaihis salam menghidupkan orang mati. Mukjizat Al-Quran lebih hebat dari tongkat Nabi Musa alaihis salam yang bisa menjelma menjadi ular dan dapat membelah lautan.

Al-Quran mampu mengeluarkan ummat yang tidak berperadaban, jahiliyah, saling bunuh hanya karena hal-hal yang sangat sepele, ratusan tahun hidup seperti itu, lalu mereka dijadikan oleh Al-Quran "Khaira Ummat" sebaik-baik ummat.

كُنْتُمْ خَيْرَ اُمَّةٍ اُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُوْنَ بِالْمَعْرُوْفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُوْنَ بِاللّٰهِ ۗ

Kaum muslimin jama'ah shalat Jum'at hafidzakumullah. Tidak ada yang bisa pungkiri keutamaan membaca AlQur'an, keutamaan menghafal Al-Quran, namun apakah tujuannya hanya berhenti pada membaca dan menghafal saja atau tujuan sesungguhnya adalah supaya kita memahami maknanya dan mengamalkannya?

a. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam tidak ingin kita baca dan hafal Al-Quran seperti rekaman kaset, MP3.
b. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam tidak ingin kita baca dan hafal Al-Quran seperti burung beo yang pandai meniru kalimat yang diulang-ulang saat memberinya makan.

Para sahabat, tabi'in dan tabi' tabi'in saat membaca dan mempelajari Al-Quran, tidak akan pindah ke ayat dan surat berikutnya, sebelum mereka paham dan mengamalkan kandungan isi kandungannya. Sayyidina Utsman bin Affan dan Abdullah ibnu Mas'ud berkata:

كُنَّا إذَا تَعَلَّمْنَا مِنَ النَّبِي صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَشْرَ آيَاتٍ، لَمْ نُجَاوِزِهَا حَتَّى نَتَعَلَّمَ مَا فِيْحَا مِنَ العِلْمِ وَالعَمَلِ

Jika kami mempelajari sepuluh ayat dari nabi, maka kami tidak akan pindah ke ayat berikutnya, sebelum kami paham makna yang terkandung dalam sepuluh ayat tersebut kemudian mengamalkannya.

Jadi ayat itu mereka baca, mereka pahami maknanya, mereka tadabburi, mereka amalkan lalu mereka hafal baru kemudian mereka beralih membaca ayat lainnya. Metode mereka dalam berintraksi dengan Al-Quran adalah: iqra (baca), ifham (pahami), tadabbar (tadabburi), tabbaq (amalkan), ihfadz (jaga dan hafal). Sementara metode kita sekarang adalah: ihfadz, ihfadz dan ihfadz (hafal, hafal dan hafal)

Problem kita dalam bermuamalah dan berintraksi dengan Al-Quran bukan di bacaannya, bukan pula di hafalannya, membaca dan menghafal Al-Quran adalah amalan yang sangat-sangat terpuji, sangat mulia, merupakan cahaya di atas cahaya. Syariat Islam bahkan sangat menganjurkan kita untuk mendukung dan memberi semangat para pembaca dan penghafal Al-Quran agar kemutawatiran Al-Quran tetap terjaga dengan baik, sehingga Al-Quran bisa diwariskan secara turun temurun sampai hari kiamat.

Saat ini ada eforia di kalangan ummat Islam untuk kembali kepada Al-Quran, di satu sisi kita bahagia jika ummat Islam memiliki perhatian yang sangat besar pada Al-Quran, tapi disisi lain yang harus diingat dan diperhatikan adalah bahwa Al-Quran diturunkan bukan sekedar untuk dibaca dan dihafal, yang lebih penting dari itu semua bahwa Al-Quran adalah "Hudan Linnas" isinya harus dibaca, dihafal, dipelajari, dipahami, kemudian diamalkan dalam kehidupan ini.

وَشِفَآءٌ لِّمَا فِى ٱلصُّدُورِ وَهُدًى وَرَحْمَةٌ لِّلْمُؤْمِنِينَ

Al-Quran adalah penyembuh penyakit yang ada di dalam dada sebagai hidayah, petunjuk dan rahmat bagi orang-orang beriman.

Kaum muslimin jama'ah shalat Jum'at hafidzakumullah.

Berbicara tentang Al-Quran sesungguhnya membicarakan sesuatu yang tidak pernah ada habisnya. Dari sisi manapun kita memulai pembicaraan maka kita akan temukan dan rasakan, ia bagaikan samudera luas yang dalam dan tidak bertepi. Akan selalu ada hal-hal baru yang kita dapatkan dari hasil tadabbur dan pembacaan kita terhadap Al-Quran.

Seorang ulama yang bernama DR. Muhammad Abdullah Darraz dalam kitab "An-Nabaul Adzhim" mengatakan: Ayat-ayat Al-Quran itu bagaikan intan, setiap sudutnya memancarkan cahaya yang berbeda dengan apa yang terpancar dari sudutsudut lain. Dan tidak mustahil jika kita mempersilahkan orang lain memandangnya, maka ia akan melihat lebih banyak ketimbang apa yang kita lihat.

Jika ada kalimat yang bisa dijadikan kesimpulan dalam khutbah singkat ini, khatib ingin mengatakan bahwa:

1. Al-Quran disamping harus dibaca dan dihafal juga harus dipelajari, dikaji, ditadabburi dan dipahami maknanya, baik makna tekstual maupun kontekstual "Lafdziyyan Wa Maknawiyyan" sehingga kandungannya dapat diaplikasikan dalam kehidupan.

2. Al-Quran adalah wahyu Ilahi yang dijamin kebenarannya "Wahyullahil Ma'shum" sedangkan pemahaman kita terhadap Al-Quran itu adalah produk manusia "Juhdin Basyari" bisa benar dan bisa juga salah.

3. Al-Quran adalah kitab "masa lalu, masa kini dan masa yang akan datang" pemahamannya lentur, fleksibel dan tidak kaku "Solihun Likulli Zamanin wa Makanin" Al-Quran selalu sesuai dengan segala waktu dan tempat. Kapanpun dan dimanapun Al-Quran tetap dan tetap menjadi sumber kebenaran yang mutlak, yang tidak ada keraguan di dalamnya dan menjadi pedoman hidup ummat manusia.

Contoh Khutbah Jumat #5: Menguatkan Syukur kepada Allah Dengan Tadabbur Alam

Hadirin sidang jemaah Jumat Masjid Istiqlal Jakarta Indonesia yang dimuliakan Allah subhanahu wata'ala

Puji dan Syukur, kita panjatkan kehadirat Allah SWT. Tuhan yang menciptakan langit dan bumi serta seluruh yang ada di dalamnya, yang menjadikan matahari dan bulan sebagai alat perhitungan waktu, Rabb, dimana seluruh jiwa ummat manusia sudah mengenalnya dan telah bersaksi siap menghambakan diri hanya kepada-Nya أَلَسْتُ بِرَبِّكُمْ ۖ قَالُوا۟ بَلَىٰ ۛ شَهِدْنَآ ۛ (Bukankah Aku ini Rabb mu, betul saya bersumpah).

Sholawat serta salam senantiasa kita kirimkan kepada Rasulullah Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam, beserta keluarga dan para sahabatnya serta pengikutnya hingga akhir zaman. Nabi dan Rasul terakhir yang diutus oleh Allah untuk menyempurnakan akhlak, membawa risalah kehidupan yang sempurna Al-Quran, yang diwariskan kepada ummatnya, untuk ditaddaburi menjadikan panduan meraih ketenangan dan kesenangan hidup menebarkan kedamaian: ... fa man tabi'a hudāya fa lā khaufun 'alaihim wa lā hum yahzanụn.

Salah satu bukti keimanan, komitmen penghambaan dan keislaman kita pada hari ini memenuhi panggilan-Nya.

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِذَا نُوْدِيَ لِلصَّلٰوةِ مِنْ يَّوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا اِلٰى ذِكْرِ اللّٰهِ وَذَرُوا الْبَيْعَۗ ذٰلِكُمْ خَيْرٌ لَّكُمْ اِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُوْنَ

"Wahai orang-orang yang beriman, apabila (seruan) untuk melaksanakan salat pada hari Jumat telah dikumandangkan, segeralah mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui." (QS. Al-Jumu'ah Ayat 9)

ذٰلِكُمْ خَيْرٌ لَّكُمْ اِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُوْنَ Setelah melaksanakan ibadah, kembalilah melaksanakan peran kekhalifaan mencari fadhilah Allah.

فَاِذَا قُضِيَتِ الصَّلٰوةُ فَانْتَشِرُوْا فِى الْاَرْضِ وَابْتَغُوْا مِنْ فَضْلِ اللّٰهِ وَاذْكُرُوا اللّٰهَ كَثِيْرًا لَّعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ

Artinya: "Apabila salat (Jumat) telah dilaksanakan, bertebaranlah kamu di bumi, carilah karunia Allah, dan ingatlah Allah sebanyak-banyaknya agar kamu beruntung." (QS. Al-Jumu'ah [62]:10)

Yang terkadang menggiring manusia lalai adalah persoalan rezeki, sempitnya pemahaman tentang rezeki, Allah sebaik-baik pemberi rezeki وَاللّٰهُ خَيْرُ الرّٰزِقِيْنَ ࣖ, yang akan diberikan kepada siapa saja hambanya dikehendaki tanpa perhitungan yarzuqu may yasyaaa-u bighoiri hisaab.

Hadirin sidang jemaah Jumat Masjid Istiqlal yang di muliakan Allah subhanahu wata'ala

Hari ini 23 Jumadil Akhir 1445 Hijriah, waktu yang ditetapkan berdasarkan pergerakan bulan bertepatan dengan 5 Januari 2024 waktu yang dihitung berdasarkan pergerakan bumi terhadap matahari. Bumi yang dirasakan diam, berdasarkan tafakkur-tadabbur ilmuan, bergerak pada tempatnya (rotasi) dengan kecepatan 1700 km/jam, itulah menyebabkan terjadinya pergantian malam dan siang, pada saat yang bersamaan bergerak pada lintasannya dengan kecepatan 107.000 km/jam, kembali ke posisi awal pergerakan setiap tanggal 1 Januari, setelah melintas 365,1/4 hari itulah masa satu tahun miladiyah.

Kita semua patut bersyukur kepada Allah, yang memberikan kesempatan menyambut 1 Januari tahun 2024. Syukur adalah sikap dan tindak laku mulia yang disampaikan oleh Allah, namun hanya sedikit hambanya yang bersyukur: قَلِيْلٌ مِّنْ عِبَادِيَ الشَّكُوْرُ salah satu penyebabnya, kurangnya renungan dan rendahnya kesadaran manusia akan ketergantungan dan siapa di balik fasilitas kehidupan yang dinikmati.

Syukur adalah kesadaran dan tindak laku memanfaatkan nikmat yang Allah berikan sesuai dengan apa yang Allah inginkan untuk mendekatkan diri kepada-Nya. Dalam Al-Quran kosa kata syukur dengan kata dasar shīn kaf ra seakar kata dengannya ditemukan 75 kali, yang bermakna syukur sebagai kata kerja ditemukan 41 kali, tadabbur dengan kata dasar dal ba ra diulang 44 kali yang bermakna merenung diulang 4 kali, sedangkan alam yang seakar kata dengan ilmu, alamat ayn lam mim diulang 857 kali, 73 kali sebagai kata benda yang berarti dunia, alam (alam mikro adalah diri dan alam makro adalah di luar diri).

Kalau kata shin kaf ra yang bermakna syukur dikelompokkan berdasarkan kata yang mendahului atau mengikuti, minimal terbagi dalam 4 (empat) kelompok, pertama syukur adalah perintah la'allakum tasykurụn misalnya segala nikmat, pertolongan, diturunkannya Al-Quran sebagai petunjuk kehidupan diperintahkan untuk disyukuri, (QS (2):49-52, 185, kedua pertanyaan/peringatan Allah kenapa kamu tidak bersyukur, falau la tasykurụn ditemukan di (QS. Yasin (36): 33- 37; 71-73, QS. al-Waqiyah (56) : 68-70; 71-78), ketiga, sedikit hambaku yang bersyukur, qalilam ma tasykurụn ditemukan di QS. as-Sajadah (32): 9, dan ada kelompok yang bersandar pada sifat perbuatan Allah memberikan apresiasi kepada hambanya, QS.35: 30, QS.42: 23, QS.64: 17, innahụ gafụrun syakụr, wallahu syakurun halim(un). Apresiasi bagi hambanya yang selalu berbuat kebaikan:

ذٰلِكَ الَّذِيْ يُبَشِّرُ اللّٰهُ عِبَادَهُ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَعَمِلُوا الصّٰلِحٰتِۗ قُلْ لَّآ اَسْـَٔلُكُمْ عَلَيْهِ اَجْرًا اِلَّا الْمَوَدَّةَ فِى الْقُرْبٰىۗ وَمَنْ يَّقْتَرِفْ حَسَنَةً نَّزِدْ لَهٗ فِيْهَا حُسْنًا ۗاِنَّ اللّٰهَ غَفُوْرٌ شَكُوْرٌ

Artinya: "Itulah (karunia) yang (dengannya) Allah menggembirakan hamba-hamba-Nya yang beriman dan beramal saleh. Katakanlah (Nabi Muhammad), "Aku tidak meminta kepadamu suatu imbalan pun atas seruanku, kecuali kasih sayang dalam kekeluargaan." Siapa mengerjakan kebaikan, akan Kami tambahkan kebaikan baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Mensyukuri." (QS. Asy-Syūrā [42]:23)

Mensyukuri nikmat merupakan indikator pengtauhidan:

فَكُلُوْا مِمَّا رَزَقَكُمُ اللّٰهُ حَلٰلًا طَيِّبًاۖ وَّاشْكُرُوْا نِعْمَتَ اللّٰهِ اِنْ كُنْتُمْ اِيَّاهُ تَعْبُدُوْنَ

Artinya: "Makanlah sebagian apa yang telah Allah anugerahkan kepadamu sebagai (rezeki) yang halal lagi baik dan syukurilah nikmat Allah jika kamu hanya menyembah kepada-Nya." (QS. An-Naḥl [16]:114)

Hadirin sidang jemaah Jumat yang di muliakan Allah SWT Berbagai informasi, pertanyaan Allah diatas membutuhkan renungan yang mendalam (tadabbur), dikonfirmasikan, diintegrasikan dengan tafakkur-tadabbur terhadap alam sebagai fasilitas kehidupan, membangun kesadaran akan ketergantungan, sehingga akan memperkuat kesyukuran, bahkan merupakan jalan untuk bertazakkur, berma'rifah mendekatkan diri kepada-Nya.

Sebagai contoh QS. al-Waqiyah ayat 68-70 dan 71-78 Allah menyentil hambanya: Pernakah kamu memperhatikan air yang kamu minum (اَفَرَءَيۡتُمُ الۡمَآءَ الَّذِىۡ تَشۡرَبُوۡنَؕ) kamukah yang menurunkannya dari awan, atau kami yang menurunkannya (ءَاَنۡـتُمۡ اَنۡزَلۡـتُمُوۡهُ مِنَ الۡمُزۡنِ اَمۡ نَحۡنُ الۡمُنۡزِلُوۡنَ), sekiranya kami menghendaki kami jadikan tetap asin لَوۡ نَشَآءُ جَعَلۡنٰهُ اُجَاجًا فَلَوۡلَا تَشۡكُرُوۡنَ kenapa kamu tidak bersyukur.

Masya Allah, hujan adalah proses perubahan air asin menjadi air tawar (desalinisasi air laut), diangkat dan disebarkan oleh angin dalam wujud awan, dijatuhkan pada tempat yang dikehendaki oleh Allah sebagai prasyarat mutlak untuk hadirnya kehidupan tumbuhan, hewan dan manusia. Tanpa air tumbuhan, hewan dan manusia tidak bisa hidup, karena air memang merupakan bahan baku penciptaan makhluk hidup (wa ja'alna minal-ma'i kulla syai'in hayy (in).

Pertanyaan Allah berikutnya yang perlu direnungkan: Pernakah kamu memperhatikan tentang api yang kamu nyalakan (bahan bakarnya berasal dari tumbuhan bisa menyala karena adanya oksigen), kamukah yang menumbuhkan kayu itu ataukah kami yang menumbuhkan, kami jadikankannya sebagai peringatan dan bahan yang berguna bagi perjalanan kehidupan, maka bertasbihlah dengan nama Tuhanmu.

Dalam ekosistem kehidupan di bumi, tanaman menentukan keberlangsungan kehidupan, karena diberikan fasilitas khusus dari Allah yaitu zat hijau (klorofil), sehingga dapat melakukan proses mengikat air dan karbon dioksida dengan bantuan cahaya matahari (fotosintesis) membentuk daun, buah (bahan organik) dan melepakan oksigen bersih untuk pernapasan, tidak berlangsung kehidupan tanpa adanya tanaman, sebagaimana tidak tumbuh tanaman tanpa ada air dan cahaya, Air yang menyusun tubuh sekitar 60-70%.

Kekurangan air dalam tubuh (dehidrasi) menyebabkan terganggunya segala proses metabolisme tubuh, sehingga terganggu fungsi organ-organ tubuh. KebuTuhan air minum rata-rata 1,8 - 2 liter per hari.

Unsur lain yang sangat vital dibutuhkan dalam tubuh yaitu oksigen, (dari tanaman) yang dihirup dari udara disekitar kita melalui hidung di pompa oleh paru-paru bekerjasama dengan jantung dan disebarkan keseluruh sel-sel tubuh melalui pembulu darah.

Manusia menghirup udara sekitar 11.000 liter per hari = 21% oksigen x 11000 = 2100 liter oksigen x Rp. 25000 = Rp 51 juta, Nitrogen 78% = 7800 liter x 10 000 = Rp 78 juta, baru dua unsur bernilai Rp 130 juta per hari, referensi lain melaporkan bahwa manusia menghirup oksigen sekitar 100 cc satu kali menarik napas, kita bernapas sekitar 12-24 kali per menit. Manusia membutuhkan 16 unsur esensial, sama dengan yang dibutuhkan tanaman.

Hitungan-hitungan sederhana ini mengantar kita untuk merenungkan (tadabbur) dan mengingat (tazakkur), betapa maha pengasih dan penyayangnya Allah pada makhluknya, betapa nikmat Allah tidak mampu kita hitung Wa in ta'uddu ni'matallahi la tuhsuha (QS. Ibrahim/14: 38).

Pada kondisi sehat oksigen digratiskan oleh Allah, kita diperintahkan untuk mensyukurinya, diberikan tugas untuk memelihara ekosistem kehidupan. Pemahaman dan kesadaran bahwa betapa vitalnya unsur air dan oksigen dalam diri, perputaran air dan oksigen dikendalikan oleh tumbuhan, oksigen salah satu unsur udara, oksigen tersusun dari zarrah proton, eletron dan neutron, yang dapat memancarkan gelombang elektromagnet, gelombang kuantum yang menyatukan seluruh makhluk di alam semesta secara energial, akan meningkatkan keimanan dan rasa bersyukur kita, membangun sikap dan tindak laku rahmatan lil aalamin, menyikapi dan menghargai seluruh aspek kehidupan.

Hadirin sidang jemaah Jumat yang di muliakan Allah SWT

Sebagai penutup dan renungan:

1. Tafakkur dan tadabbur terhadap alam (ayat kauniyah) yang dipadukan dengan tadabbur kitab suci akan mengantar manusia memahami dirinya, memahami lingkungannya, jalan mengenal (ma'rifah) mengingat (tazakkur), dan mudah untuk mensyukuri ni'mat Allah (tasyakkur).

2. Kesadaran akan ketergantungan dan keterhubungan manusia dengan alam akan mengantarnya menghargai dan mencintai seluruh aspek kehidupan, sebagai bentuk kepaTuhan kepada Allah dan jalan untuk mendapatkan cinta dan kasih sayang-Nya

3. Mensyukuri nikmat merupakan salah satu indikator kekuatan keimanan dan ketakwaan kepada Allah sang pemberi nikmat, yang dampaknya akan kembali kepada hamba yang bersyukur...Barang siapa yang bersyukur, bersyukur untuk dirinya, waman yasykur fa-innamaa yasykuru linafsihi... (QS. Lukman/31:12) Barang siapa yang bersyukur akan kami tambahkan keberkahan dalam kehidupannya, dan barang siapa yang mengkufuri nikmat ku, azabku lebih dahsyat.

4. Bentuk kesyukuran, bukan hanya dalam ucapan, akan tetapi diwujudkan dalam sikap dan perbuatan, memanfaatn fasilitas kehidupan yang diberikan oleh Allah, baik yang ada dalam diri (pendengaran, penglihatan dan akal pikiran) maupun diluar diri kita air, cahaya, tanah dan udara. Indonesia merupakan daerah tropika dimana melimpah cahaya dan air sebagai nikmat Allah untuk disyukuri, mari ujudkan kesyukuran dengan menebarkan cinta dan kasih sayang, menghadirkan kedamaian, persatuan dan kesatuan untuk kekuatan bangsa, serta melestarikan bumi Indonesia.

5. Sikap dan prilaku bersyukur, menebarkan cinta dan kasih sayang terbangun dari kesadaran, kesadaran merupakan buah dari pikiran (otak) dan perasaan (qalbu), pemikiran dan perasaan ditentukan oleh pemahaman keilmuan, keilmuan dan pemahaman berkembang dari referensi, sehingga Indonesia harus mereformulasi pendidikan terpadu dan berkesinambungan mulai dari RT-PAUD-PT, merakit referensi keilmuan terintegrasi dari sains (kajian ayat kauniayah) kitab suci (ayat qauliyah) dan kearifan lokal yang akan membangun masyarakat spiritual yang memiliki kesadaran komprehensif dan percaya diri sebagai modal daya tawar bangsa menggenggam peradaban 2045

6. Kekuatan keimanan yang terbangun dengan pemahaman dan kekuatan syukur mendasari perbuatan baik (aamanuu wamilisholihat), akan mewujudkan ketaqwaan yang sebenarbenarnya sebagai tangga menuju puncak perjalanan spiritual penyerahan diri hanya kepada-Nya (al-muslimun).

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ حَقَّ تُقٰىتِهٖ وَلَا تَمُوْتُنَّ اِلَّا وَاَنْتُمْ مُّسْلِمُوْنَ

Artinya: "Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dengan sebenar-benar takwa kepada-Nya dan janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan muslim." (QS. Āli 'Imrān [3]:102)

7. Hamba yang mencapai puncak perjalanan spiritual penyerahan diri hanya kepada-Nya (al-muslimun), memiliki kualitas jiwa yang tenang (al-mutmainnah), akan mendapat pengakuan sebagai hamba dan undangan khusus masuk kedalam surga-Nya.

يٰٓاَيَّتُهَا النَّفْسُ الْمُطْمَىِٕنَّةُۙ (27) ارْجِعِيْٓ اِلٰى رَبِّكِ رَاضِيَةً مَّرْضِيَّةً ۚ (28) فَادْخُلِيْ فِيْ عِبٰدِيْۙ (29) وَادْخُلِيْ جَنَّتِيْ ࣖࣖ (30)

Artinya: "Wahai jiwa yang tenang, kembalilah kepada Tuhanmu dengan rida dan diridai. Lalu, masuklah ke dalam golongan hamba-hamba-Ku dan masuklah ke dalam surga-Ku!" (QS. al-Fajr/89: 27-30).

Contoh Khutbah Jumat #6: Antara Keislaman dan Keindonesiaan

Para Jamaah yang dimuliakan Allah! Melalui mimbar ini diserukan kepada kita semua agar bertaqwa kepada Allah, melaksanakan perintah-Nya, meninggalkan larangan-Nya. Salah satu perintah-nya adalah agar kita membaca, memahami, merenungkan dan mengambil 'ibrah, mengambil pelajaran dari ayat-ayatNya. Salah satu ayatNya di Al-Quran surat al-Hujurat ayat 13, Allah berfirman:

يٰٓاَيُّهَا النَّاسُ اِنَّا خَلَقْنٰكُمْ مِّنْ ذَكَرٍ وَّاُنْثٰى وَجَعَلْنٰكُمْ شُعُوْبًا وَّقَبَاۤىِٕلَ لِتَعَارَفُوْا ۚ اِنَّ اَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللّٰهِ اَتْقٰىكُمْ ۗاِنَّ اللّٰهَ عَلِيْمٌ خَبِيْرٌ

Artinya : "Wahai sekalian manusia sesungguhnya kami telah menciptakan kalian dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian kami jadikan kalian berbangsa-bangsa dan bersukusuku agar kalian saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kalian di sisi Allah adalah orang yang paling taqwa. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui, Mahateliti". (QS. al-Hujurat ayat 13)

Pelajaran yang dapat kita petik dari ayat ini banyak sekali, antara lain:
1. Pencipta manusia itu adalah Allah, suatu ajaran aqidah yang menjadi pembeda penting dari faham atheis.
2. Allah menciptakan manusia bermula dari Adam dan Hawwa", lalu berkembang berbangsa-bangsa dan bersuku-suku.
3. Tujuan penciptaan bervariansi itu adalah agar satu sama lain saling kenal mengenal.
4. Puncak kemuliaan manusia berbanding lurus dengan capaian puncak ketaqwaannya.
5. Taqwa adalah aktifitas berislam, sementara Islam itu sendiri ditawarkan kepada semuanya, kepada semua jenis laki-laki dan perempuan, bangsa, dan suku mana pun, sehingga semua mempunyai peluang yang sama untuk menjadi mulia, bahkan yang termulia di sisi Allah.
6. Allah itu Maha Mengetahui, dan pengetahuanNya sangat seksama, sangat rinci.

Para Jama'ah yang dimuliakan Allah!

Ungkapan لتعارفوا "agar kalian saling kenal mengenal" bermakna antara lain:

1. Islam memandang manusia secara positivistik, yakni pada dasarnya manusia itu baik, karena lahir dalam keadaan fithrah: cenderung kuat untuk mengakui adanya Allah, berpihak pada kebenaran, kebaikan, keindahan, dan bahkan kemerduan. Jika tidak ada pandangan positivistik ini, tidak ada gunanya ta'aruf dengan sesama. Sebab yang terjadi kemudian adalah permusuhan: Homo humini lupus, manusia adalah serigala bagi sesama.
2. Pentingnya mengambil pelajaran bahwa masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan.
3. Keniscayaan untuk saling mengambil pelajaran dari kelebihan dan kekurangan masing-masing, demi capaian kesempurnaan semuanya.
4. Masing-masing pada posisi yang sama, termasuk sama-sama mempunyai kelebihan dan kekurangan, dan sama-sama diciptakan oleh Allah.
5. Adanya keharusan untuk saling menghormati, saling mendengar, saling menasehati, saling memberikan kebaikan, saling bersaudara sebagai sama-sama keturunan Adam dan Hawwa, saling membangun kerukunan dan kedamaian.
6. Segala bentuk eksploitasi, penjajahan, kelaliman terhadap sesama amat bertentangan dengan ajaran ini.
7. Ta'aruf merupakan bagian utama hablun min al-nas, sekaligus tangga penting untuk memperkokoh hablun min Allah, untuk memperkuat ma'rifatullah:

من عرف نفسه فقد عرف ربه

Artinya : "Barang siapa mengenal dirinya, maka ia mengenal Allah. Mengenal diri, tentu juga mencakup mengenal sesama".

Para Jamaah yang dimuliakan Allah!
Indonesia sebagai sebuah bangsa yang bersuku-suku ini tentu termasuk yg dituju oleh ayat 13 Surat al-Hujurat. Oleh karena itu seluruh 'ibrah yang kita ambil dari ayat ini berlaku juga untuk kita.

Mari kita mengambil ibrah terhadap kelebihan bangsa yang lain, serta menawarkan kelebihan yang bangsa ini miliki. Menjaga dan menyempurnakan kelebihan bangsa merupakan keniscayaan. Keramahan, gotong royong, kerukunan, toleransi adalah sebagian dari kelebihan yang dimiliki bangsa ini.

Kita rawat itu semua. Jangan pernah kelebihan ini menjadi rusak hanya karena perbedaan agama, suku, pilihan politik misalnya. Bisa-bisa hari-hari ini kelebihan bangsa tersebut, terasa goyah dan goyah.

Para jamaah yang dimuliakan Allah!

Kriteria yang dituntunkan oleh ayat menyatakan "Sesungguhnya orang yang paling mulia di sisi Allah adalah yang paling taqwa". Taqwa sebagai kriteria tentu hanya bisa dicapai orang Islam, dan itu maknanya antara lain bahwa kita yang mayoritas sebagai ummat Islam di negeri ini mesti menampilkan diri sebagai ummat teladan terdepan.

Seluruh ajaran yang tersurat maupun tersirat tentang ta'aruf di ayat harus menjadi prilaku nyata dalam seluruh aspek kehidupan, termasuk kehidupan berbangsa dan bernegara. Moga Allah menolong kita semua!

Contoh Khutbah Jumat #7: Etika Pemilih yang Baik dalam Islam

Hadirin Jamaah Jumat Rahimakumullah

Alhamdulillahirabbilalamin, menjadi kalimat yang sudah sepatutnya diucapkan pada keseharian hidup kita, khususnya ungkapkan pada kesempatan kali ini, sebagai wujud syukur atas karunia nikmat Allah SWT yang tiada tara. Kita harus menjadi hamba yang tahu diri dan tidak melupakan hakikat dari diciptakannya kita ke dunia ini.

Semua ini tiada lain hanya untuk beribadah kepada Allah SWT. Dan syukur menjadi bagian dari ibadah itu sendiri. Pada Jumat kali ini mari kita juga terus mengencangkan dan menguatkan iman dan takwa kita kepada Allah SWT dengan meyakini bahwa Allah lah yang paling berkuasa atas hidup dan kehidupan kita di dunia.

Mari berjuang sekuat tenaga untuk menjalankan apa yang diperintahkan Allah dan menjauhi segala larangan-Nya. Mudah-mudahan kita termasuk golongan orang yang bersyukur, beriman dan bertakwa sehingga akan menjadi orang yang mulia di sisi Allah SWT.

Hadirin Jamaah Jumat Rahimakumullah

Izinkanlah khotib, pada khutbah kali ini, khatib akan menyampaikan materi khutbah berjudul: Akhlak Pemilih yang Baik dalam Islam. Hal ini penting untuk disampaikan agar kita bisa menjadi seorang pemilih yang bijak dan tepat dalam memilih pemimpin yang akan menjadi sosok penentu kebijakan. hal ini disampaikan, seiring dengan Pemilu tinggal menghitung hari pada TVRI ditayangkan setiap hari, hari ini Jum'at, 15 Desember 2023, tinggal 60 hari lagi menuju ke tanggal 14 Februari 2024. Mendatang Hari Pemilihan Umum.

Pemilihan pemimpin merupakan salah satu hal yang sangat penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Sebagai seorang warga negara, yang memiliki hak suara, seyogianya kita memiliki akhlak dalam memilih calon pemimpin, yang kelak akan menahkodai Indonesia dalam pelbagai level; legislatif dan eksekutif.

Dalam hal ini, Islam memberikan rambu-rambu dan etika dalam memilih calon pemimpin. Pasalnya, seorang pemimpin memiliki peran yang sangat besar dalam kehidupan umat dan warga masyarakat. Pemimpin yang baik dan berintegritas akan dapat menjalankan tugasnya dengan baik dan membawa kemaslahatan bagi umat. Berdasarkan panduan Al-Quran, setidaknya ada 3 akhlak dalam Islam untuk memilih pemimpin. Hal ini dimaksudkan untuk mendidik masyarakat dalam menentukan calon pemimpin ke depan.

Hadirin jamaah Jumat yang mulia

Pertama, menjadi pemilih yang cerdas. Pemilih cerdas adalah pemilih yang memiliki pengetahuan dan pemahaman yang baik tentang calon yang akan dipilihnya. Pemilih cerdas tidak akan memilih calon hanya berdasarkan emosi atau ajakan orang lain, terlebih ingin memilih karena materi atau politik uang.

Seorang pemilih yang cerdas akan memilih calon berdasarkan pertimbangan yang rasional dan berdasarkan program kerja serta visi misi calon yang tersedia. ad Dalam Islam, seorang Muslim seyogianya menjadi seorang yang cerdas dan jujur. Pemilih yang cerdas akan menyadari betapa pentingnya memilih pemimpin yang terbaik.

Pasalnya, bila salah dalam menentukan pilihan, maka pejabat yang terpilih akan mudah korupsi dan menyelewengkan jabatannya. Dalam Al-Quran Q.S al-A'raf ayat 198, Allah berfirman;

وَتَرٰىهُمْ يَنْظُرُوْنَ اِلَيْكَ وَهُمْ لَا يُبْصِرُوْنَ

Artinya: " Dan jika kamu menyeru mereka (berhala-berhala) untuk memberi petunjuk, mereka tidak dapat mendengarnya. Kamu mengira mereka memperhatikanmu, padahal mereka tidak melihat." (Q.S al-A'raf [7]:198).

Menurut ulama tafsir ada tiga kata yang digunakan Al-Quran untuk menunjuk pandangan mata manusia. Pertama, نظر (nazhar), yakni melihat bentuk dan gambaran sesuatu; kedua, بصر (bashar), yakni melihat dengan mengetahui seluk beluk serta perincian yang bersifat indrawi dari apa yang dilihat; dan yang ketiga adalah رأى (ra'â), yakni melihat disertai dengan mengetahui secara mendalam atas hakikat sesuatu.

Ayat di atas, dapat kita simpulkan bahwa Allah SWT menyerukan kepada manusia untuk menjadi orang yang cerdas. Kecerdasan ini dapat diperoleh dengan cara menggunakan akal pikiran dengan sebaik-baiknya, merenungkan ciptaan Allah SWT, dan belajar dari para ahli. Demikian juga dalam Al-Quran Q.S Yusuf ayat 54,

وَقَالَ الْمَلِكُ ائْتُوْنِيْ بِهٖٓ اَسْتَخْلِصْهُ لِنَفْسِيْۚ فَلَمَّا كَلَّمَهٗ قَالَ اِنَّكَ الْيَوْمَ لَدَيْنَا مَكِيْنٌ اَمِيْنٌ

Artinya: "Raja berkata, "Bawalah dia (Yusuf) kepadaku agar aku memilih dia (sebagai orang yang dekat) kepadaku." Ketika dia (raja) telah berbicara kepadanya, dia (raja) berkata, "Sesungguhnya (mulai) hari ini engkau menjadi seorang yang berkedudukan tinggi di lingkungan kami lagi sangat dipercaya."

Dalam ayat tersebut Allah berfirman "agar manusia menjadi orang yang jujur dan cerdas". Pasalnya, kejujuran dan kecerdasan modal dasar manusia untuk hidup di dunia. Jika dua hal itu dipegang, niscaya manusia kelak akan selamat. Profesor Quraish Shihab, memandanr ayat ini mendahulukan kata حَفِيْظٌ (hafîzh/pemelihara) daripada kata عَلِيْمٌ ('alîm/amat berpengetahuan).

Ini karena pemeliharaan amanah lebih penting daripada pengetahuan. Seseorang yang memelihara amanah dan tidak berpengetahuan akan terdorong untuk meraih pengetahuan yang belum dimilikinya. Sebaliknya, seseorang yang berpengetahuan tetapi tidak memiliki amanah, bisa jadi ia menggunakan pengetahuannya untuk mengkhianati amanah.

Hadirin jamaah Jumat yang mulia

Kedua, menghargai pilihan orang lain. Dalam kehidupan bermasyarakat, kita akan bertemu dengan berbagai macam orang dengan latar belakang dan pilihan yang berbeda-beda. Termasuk dalam kategori pemilihan umum, tak tertutup kemungkinan antara istri dan suami berbeda, begitu juga orang tua dan anaknya.

Pun, antara tetangga dengan tetangga lainnya. Hal ini wajar karena setiap orang memiliki hak untuk memilih apa yang mereka yakini dan inginkan. Perbedaan pilihan itu wajar, terlebih calon yang akan dipilih pun beragam. Sebagai seorang Muslim, kita diajarkan untuk menghargai pilihan orang lain, meskipun berbeda dengan pilihan kita. Allah berfirman dalam surah an-Nahl ayat 93;

وَلَوْ شَاۤءَ اللّٰهُ لَجَعَلَكُمْ اُمَّةً وَّاحِدَةً وَّلٰكِنْ يُّضِلُّ مَنْ يَّشَاۤءُ وَيَهْدِيْ مَنْ يَّشَاۤءُۗ وَلَتُسْـَٔلُنَّ عَمَّا كُنْتُمْ تَعْمَلُوْنَ
Artinya: "Seandainya Allah berkehendak, niscaya Dia menjadikanmu satu umat (saja). Akan tetapi, Dia menyesatkan siapa yang Dia kehendaki dan memberi petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki (berdasarkan kesiapannya untuk menerima petunjuk). Kamu pasti akan ditanya tentang apa yang kamu kerjakan." (Q.S an-Nahl [16]:93).

Ayat ini menunjukan, perbedaan adalah kehendak Allah, tetapi Allah tidak menghendaki perbedaan itu menjadi sumber perpecahan dan konflik. Allah menghendaki perbedaan itu menjadi sumber kebaikan dan kemajuan bagi umat manusia. Sejatinya, dengan perbedaan, manusia dapat saling belajar dan bertukar pikiran.

Dengan perbedaan, manusia dapat saling melengkapi dan saling menguatkan. Dengan perbedaan, manusia dapat menciptakan hal-hal baru dan bermanfaat bagi umat manusia. Oleh karena itu, kita harus menyikapi perbedaan dengan bijak dan bijaksana. Kita harus saling menghormati dan menghargai perbedaan. Kita harus saling berlomba-lomba dalam kebajikan, bukan dalam permusuhan.

Hadirin jamaah Jumat yang mulia

Ketiga, menjadi pemilih yang adil dan bersih. Secara sederhana, pemilih yang adil adalah pemilih yang memberikan suaranya sesuai dengan hati nuraninya, tanpa dipengaruhi oleh faktor-faktor yang tidak relevan. Seorang pemilih yang adil juga tidak melakukan kecurangan dalam pemilihan umum, baik secara langsung maupun tidak langsung.

Lebih lanjut, pemilih yang adil memiliki peran penting dalam mewujudkan pemilihan umum yang jujur dan adil. Dengan memberikan suaranya sesuai dengan hati nuraninya dan tanpa melakukan kecurangan, pemilih yang adil dapat membantu memilih pemimpin yang terbaik untuk bangsa dan negara. Dalam Surah Al-Maidah ayat 8; Allah berfirman;

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُوْنُوْا قَوَّامِيْنَ لِلّٰهِ شُهَدَاۤءَ بِالْقِسْطِۖ وَلَا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَاٰنُ قَوْمٍ عَلٰٓى اَلَّا تَعْدِلُوْا ۗاِعْدِلُوْاۗ هُوَ اَقْرَبُ لِلتَّقْوٰىۖ وَاتَّقُوا اللّٰهَ ۗاِنَّ اللّٰهَ خَبِيْرٌۢ بِمَا تَعْمَلُوْنَ

Artinya: "Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu penegak (kebenaran) karena Allah (dan) saksi-saksi (yang bertindak) dengan adil. Janganlah kebencianmu terhadap suatu kaum mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlakulah adil karena (adil) itu lebih dekat pada takwa. Bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Teliti terhadap apa yang kamu kerjakan." (Q.S Al-Maidah [5]: 8).

Hadirin jamaah Jumat yang mulia

Ulama tafsir mendefinisikan adil dengan penempatan sesuatu pada tempat yang semestinya. Ini mengantar kepada persamaan, walau dalam ukuran kuantitas boleh jadi tidak sama. Di sisi lain, ada juga ulama yang menjelaskan bahwa adil adalah memberikan kepada pemilik hak-haknya melalui jalan yang terdekat.

Terakhir, itulah etika dan rambu-rambu Islam dalam memilih calon pemimpin. Sejatinya, Islam menekankan kita untuk menjadi pemilih yang baik. Pemilih yang baik adalah pemilih yang memiliki kesadaran politik yang tinggi, mampu menggunakan hak pilihnya secara cermat dan bertanggung jawab, serta berpartisipasi aktif dalam proses demokrasi.

Itulah beberapa contoh teks khutbah Jumat dengan berbagai tema berbeda. Semoga dapat menjadi referensi yang bermanfaat!




(rih/ahr)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads