Cerita Warga Karangkimpul Semarang Tinggikan Rumah Berkejaran dengan Banjir

Cerita Warga Karangkimpul Semarang Tinggikan Rumah Berkejaran dengan Banjir

Arina Zulfa Ul Haq - detikJateng
Senin, 03 Feb 2025 13:02 WIB
Banjir di Kampung Karangkimpul, Kelurahan Tambakrejo, Kecamatan Gayamsari, Kota Semarang, Senin (3/2/2025).
Banjir di Kampung Karangkimpul, Kelurahan Tambakrejo, Kecamatan Gayamsari, Kota Semarang, Senin (3/2/2025). Foto: Arina Zulfa Ul Haq/detikJateng
Semarang -

Banjir yang terus berulang di Kota Semarang membuat warga yang terdampak harus berkali-kali meninggikan bangunan rumah mereka. Berikut secuil kisah warga di Kampung Karangkimpul, Kelurahan Tambakrejo, Gayamsari, Semarang.

Pantauan detikJateng, Senin (3/2) siang, banjir menggenang di jalan kampung tersebut. Beberapa siswa yang libur lantaran sekolahnya kebanjiran terlihat asyik mencari ikan di got-got menggunakan jaring kecil.

Sementara itu, gelisah terlukis di raut sebagian warga yang kesulitan beraktivitas. Beberapa dari mereka mencoba menghalau air yang masuk ke dalam rumah sambil berharap agar hujan deras tak lekas turun.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Banjir di Kampung Karangkimpul, Kelurahan Tambakrejo, Kecamatan Gayamsari, Kota Semarang, Senin (3/2/2025).Banjir di Kampung Karangkimpul, Kelurahan Tambakrejo, Kecamatan Gayamsari, Kota Semarang, Senin (3/2/2025). Foto: Arina Zulfa Ul Haq/detikJateng

"Banjirnya masuk ke dalam rumah, untung sudah antisipasi, barang-barang sudah dinaikkan," kata salah satu warga setempat, Salsa (22), saat ditemui detikJateng, Senin (3/2/2025).

Salsa mengatakan, banjir merendam kampungnya sejak Minggu (2/2) sore. Tadi malam, dia bilang, ketinggian banjir mencapai lututnya.

ADVERTISEMENT

"Sudah nasib, kalau hujan deras tiap tahun pasti langganan banjir. Kalau hujan doang, tingginya banjir rata-rata semata kaki. Tapi kalau tanggulnya jebol, banjir sampai selutut. Awal puasa tahun lalu jebol," ujar dia.

Banjir di Kampung Karangkimpul, Kelurahan Tambakrejo, Kecamatan Gayamsari, Kota Semarang, Senin (3/2/2025).Banjir di Kampung Karangkimpul, Kelurahan Tambakrejo, Kecamatan Gayamsari, Kota Semarang, Senin (3/2/2025). Foto: Arina Zulfa Ul Haq/detikJateng

Rumah Salsa sudah ditinggikan hingga 2 meter dalam 10 tahun terakhir. Karena jalan kampung juga ditinggikan secara berkala, warga juga harus mengikuti dengan menambah ketinggian rumahnya.

"Sudah beberapa kali rumah ditinggikan, jalan juga ditinggikan. Kesannya jadi kejar-kejaran sama jalan. Tapi sudah pasrah lah sama banjir, kalau dipaksa pindah juga nggak mau, karena dari kecil di sini," ucap dia.

Banjir di Kampung Karangkimpul, Kelurahan Tambakrejo, Kecamatan Gayamsari, Kota Semarang, Senin (3/2/2025).Banjir di Kampung Karangkimpul, Kelurahan Tambakrejo, Kecamatan Gayamsari, Kota Semarang, Senin (3/2/2025). Foto: Arina Zulfa Ul Haq/detikJateng

Senada diutarakan warga RT 7 RW 1 Karangkimpul, Amiroh (68). Banjir juga menggenang di halaman rumahnya.

"Banjir semua, nggak bisa ke mana-mana," kata Amiroh. Dia juga sudah meninggikan rumahnya sampai lima kali dalam 20 tahun terakhir.

"Rumah saya yang dulu sudah habis. Rumah yang ini selama 20 tahun sudah ditinggikan lima kali. Makan harus dieman-eman (dihemat), uangnya untuk meninggikan rumah," ujar Amiroh.

Banjir di Kampung Karangkimpul, Kelurahan Tambakrejo, Kecamatan Gayamsari, Kota Semarang, Senin (3/2/2025).Banjir di Kampung Karangkimpul, Kelurahan Tambakrejo, Kecamatan Gayamsari, Kota Semarang, Senin (3/2/2025). Foto: Arina Zulfa Ul Haq/detikJateng

"Saya di desa mengontrakkan rumah yang kebanjiran itu, terus uangnya buat meninggikan rumah yang ini. Kalau nggak gitu nggak bisa makan, nggak bisa hidup," sambungnya.

Sementara itu tampak beberapa rumah yang terpendam dan hanya menyisakan atap karena tak ditinggikan. Rumah-rumah itu, menurut Amiroh, ditinggalkan pemiliknya lantaran tidak sanggup untuk terus meninggikan bangunannya.

"Saya sampai habis Rp 20 juta. Ditinggikan ya tiap lima tahun sekali. Kalau nggak banjir, wis sugih kabeh wong kene (sudah kaya semua warga di sini). Sekarang kalau menaikkan bangunan paling tidak Rp 4 jutaan," ucap dia.

"Harusnya ada bantuan bedah rumah. Dulu ada tapi cuma rumah-rumah pilihan, tiap satu RT satu rumah, cuma nggak tiap tahun. Saya janda sudah tua aja nggak dapat," imbuh Amiroh.

Meski demikian, Amiroh tetap mempertahankan rumah yang dia tinggali sejak kecil itu. Dia tidak mau menjual rumah itu lalu pindah ke daerah lain.

"Kalau dijual juga sayang, nggak sepadan harganya kalau buat beli rumah lagi. Pembeli maunya murah, yang beli juga biasanya tetangga. Cuma Rp 150-200 juta tergantung rumahnya," kata Amiroh.

"Banyak yang dikosongkan, pindah ke daerah atas seperti Boja, Gunungpati, Mijen, Ngaliyan. Di sini terlalu rendah tanahnya. Tapi ya sudah, kalau nggak banjir ya bukan Terboyo," sambungnya.

Ada pula warga lain, Waini (50), yang kecele lantaran tak menitipkan motornya di SPBU terdekat saat banjir tiba. Sekarang keluarganya tidak bisa bepergian naik motor karena terhalang banjir.

"Anak-anak libur (karena banjir). Biasanya kalau banjir motor langsung ditaruh di SPBU, tapi ini lupa, jadi nggak bisa ke mana mana. Saya tiga harian ini nggak ke mana-mana," kata Waini.

Banjir yang melanda sejak kemarin sore saat ini mencapai setinggi separuh pagarnya. Dia cemas banjir tak kunjung surut jika hujan kembali mengguyur.

"Ini saja kalau terang (tidak hujan) baru nanti sore surut. Kalau hujan lagi, tiga-empat harian nggak ke mana mana," ucap Waini.

Sama dengan Salsa dan Amiroh, Waini juga terpaksa meninggikan rumahnya tiap lima tahun sekali.

"Sudah dua kali diuruk, lima tahun sekali nguruk. Sekali nguruk paling nggak Rp 6 juta. Ya beginilah tinggal di sini, nggak murah," ujarnya.

Waini berharap pemerintah memberikan bantuan bagi warga Kampung Karangkimpul.

"Lebih enak kalau ada pengungsian, makan pagi malam gratis, karena ada dapur umum," pungkas dia.




(dil/afn)


Hide Ads