Sebuah makam kuno berada di dalam rumah di Kampung Cokronegaran, Kelurahan Kepatihan Wetan, Kecamatan Jebres, Kota Solo, atau di kawasan Pasar Gede Solo. Makam itu menyimpan misteri karena hingga saat ini belum diketahui tokoh di makam tersebut.
Hingga saat ini, rumah tersebut masih dihuni. Meski sempat berganti-ganti pemilik, namun makam tersebut tetap dipertahankan hingga saat ini. Berikut sejumlah faktanya.
Makam dalam Rumah
Makam itu berada di dalam rumah di Jalan Suryopranoto Nomor 55. Sekilas, tidak nampak yang aneh pada rumah itu. Bangunan lantai satunya menyerupai ruko biasa, dengan pintu besi warna biru yang memanjang selebar bangunan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
![]() |
Ketika memasuki di dalam rumah, bangunan lantai 1 itu digunakan untuk garasi. Di tengah ruangan ada satu pintu, lalu di ujung ruangan terdapat tangga menuju ke lantai 2 dan sebuah ruangan.
Di atas pintu di tengah ruangan, terdapat tulisan aksara Jawa bertuliskan 1969. Saat diperhatikan lebih teliti, ruangan itu menyerupai bangunan tersendiri dengan ada genting di dalam ruangan.
Saat pintu di buka, terdapat sebuah batu nisan kuno di antara keramik warna putih yang ada di dalam ruangan berukuran sekitar 3X3 meter itu.
Dilihat lebih dekat, terdapat tulisan aksara Jawa di batu nisan tersebut. Di sebelahnya, terdapat tempat dupa, dua lilin, dan bekas sesajen.
Dulunya Lahan Kosong
Ketika acara jelajah kampung pecinan menjelang Imlek kampung pecinan yang digelar Solo Societeit, Minggu (26/1), perhatian peserta banyak tertuju pada makam itu.
Sejarawan sekaligus Ketua Solo Societeit, Dani Saptoni mengatakan kawasan tersebut terdapat pemakaman kampung. Namun makam yang kini masih ada itu, letaknya terpisah dengan makam kampung tersebut.
"Menurut pemilik rumah, dulu rumah itu berupa kawasan lahan kosong, yang ada rumput dan bambu di pinggir kali. Di sela-sela itu, terdapat makam tersebut. Sementara makam kampung berada di sebelah timurnya," kata Dani kepada detikJateng di Kopi Sahabat Kita, Kelurahan Kepatihan, Kecamatan Jebres, Kota Solo, Minggu (26/1/2025).
Diduga Makam Priyayi
Melihat dari batu nisannya, dia menilai jika itu bukan makam dari orang biasa. Diperkirakan makam itu adalah sosok tokoh masyarakat. Namun, tim Solo Societeit belum dapat mengidentifikasi makam siapa itu.
Tulisan yang ada dari batu nisan, masih belum cukup memberikan keterangan terkait siapa yang dimakamkan di situ.
"Kalau dilihat dari nisannya, jelas itu makam priyayi. Di tulisan makamnya cuma tertera ahad legi 1486, lalu ada angka 40, dan keterangan di bawahnya itu kulawu adhi. Kulawu itu nama wuku. Dan ada semacam simbol salib, tapi kita tidak bisa mengidentifikasi apakah itu makam orang Kristen awal di Solo," jelasnya.
"Kalau di nisan Jawa tidak tertera kabangun ing (dibangun pada), itu (keterangan waktu di tulisan nisan) biasanya tanggal meninggalnya. Kalau 1486 dikonversi ke Masehi sekitar tahun 1558," ucapnya.
Dani masih meragukan tulisan yang tertera di batu nisan tersebut. Sebab tahun 1558 itu waktu awal berdirinya Kerajaan Mataram. Sedangkan model nisannya di era akhir abad 19.
"Apakah dulu nisan itu direnovasi. Lalu keterangan itu meninggalnya di empunya itu, atau dibangunnya nisan itu, kita juga tidak bisa memprediksi. Karena tidak ada keterangan lain," kata dia.
![]() |
Sementara itu, terdapat tulisan aksara jawa yang menunjukkan angka tahun 1969 yang berada di depan pintu makam. Dia menjelaskan itu dibuat sendiri oleh pemilik rumah sebagai pengingat renovasi dari rumah kayu menjadi rumah tembok makam tersebut.
Masyarakat yang tertarik dengan sejarah dan mengetahui keberadaan makam tersebut, banyak yang melakukan penelitian dan memunculkan hipotesisnya.
Dani mengatakan, ada pihak yang menyimpulkan jika makam itu milik Patih Cokronegoro. Namun hal itu ia bantah, karena makam Patih Cokronegoro berada di Gunung Sari, Kecamatan Kartasura, Kabupaten Sukoharjo.
"Makam Patih Cokronegoro makamnya ada di Kartasura. Yang jelas itu makam Kunden, orang yang disegani zaman dahulu," ucapnya.
Makam Masih Dipertahankan
Sejarawan sekaligus pendiri Solo Societeit, Heri Priyatmoko bersyukur makam itu masih dipertahankan, meski rumah itu sudah beberapa kali berganti pemilik. Hal itu menunjukkan toleransi orang Tionghoa di pecinan.
"Itu hunian orang Tionghoa yang masih mempertahan makam lokal. Kalau bentuk arogansi, itu akan dihilangkan. Ini kearifan, dan toleransi orang Tionghoa di Pecinan," pungkas Heri.
Rumah Masih Dihuni
Sejarawan sekaligus Ketua Solo Societeit, Dani Saptoni, mengatakan rumah itu saat ini masih ada penghuninya. Pemilik rumah masih melestarikan keberadaan makam tersebut sehingga dibuatkan ruangan tersendiri.
"Iya (lantai 1 digunakan untuk garasi), lantai duanya untuk tempat tinggal," kata Dani saat dihubungi detikJateng, Selasa (28/1).
(rih/rih)