Keberadaan sebuah makam kuno di dalam rumah di Kampung Cokronegaran, Kelurahan Kepatihan Wetan, Kecamatan Jebres, Kota Solo, masih menjadi misteri hingga saat ini. Hingga kini, belum diketahui sosok yang dikubur di makam tersebut.
Sejarawan sekaligus Ketua Solo Societeit, Dani Saptoni, mengatakan tidak banyak petunjuk untuk mengungkap sosok yang dimakamkan di rumah rumah tersebut. Namun dari ciri-ciri makam, dan keterangan tulisan di nisan, diketahui makam itu sejak abad ke-19.
"Berdasarkan tulisan, dan ciri-ciri makam, itu dari akhir abad ke-19. Kalau melihat cungkup dan nisan untuk menulis nama, makam itu bentuknya tidak diubah. Hanya saja, bangunan asli ada yang rusak lalu direnovasi. Secara keseluruhan masih asli sesuai dengan kronologi waktu yang tertera di situ. Itu era Kasunanan Paku Buwono IX," kata Dani saat dihubungi detikJateng, Senin(26/5/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sejumlah spekulasi muncul yang menyebut siapa sosok yang dimakamkan, dari cerita rakyat yang menyebut makam Patih Cokronogoro yang merupakan cikal bakal kampung Cokronegaran. Namun, makam Patih Cokronogoro berada di kawasan Gunung Sari, Kecamatan Kartasura, Kabupaten Sukoharjo.
Terbaru, ada yang mengklaim makam tersebut salah satu Sentono atau keluarga Kasunanan Surakarta bernama Raden Mas Palang Negoro. Asumsi itu berdasarkan pada simbol tanda palang seperti salib.
Dani menilai asumsi itu masih belum kuat. Sebab, makam Palang Negoro atau keluarganya ada sendiri di Kecamatan Banyudono, Kabupaten Boyolali.
"Klaim ini belum ada riset, dan belum ada bukti literasi yang konkret," ujarnya.
![]() |
Dani mengklaim sejauh ini lembaga atau sejarawan yang meneliti makam tersebut baru Solo Societeit. Pihaknya tidak menutup kemungkinan menggandeng pihak yang sudah terverifikasi secara keilmuan untuk mendalami lagi makam tersebut.
"Kalau kita ketemu teman-teman yang speknya spesialis makam, karena ada yang khusus meneliti makam, mungkin kita bisa kerja sama untuk memberikan satu kajian lebih mendalam terkait makam anonim di Cokronegaran itu. Sejauh ini, dengan berbasis ilmu pengetahuan (peneliti) baru kami. Selebihnya hanya berdasarkan cerita rakyat," jelasnya.
Makam kuno itu masih dirawat dengan baik oleh pemilik rumah. Dani mengatakan pemilik rumah memberikan dupa, dan bunga tabur, untuk menghargai keberadaan makam tersebut. Meskipun pemilik rumah juga tidak tahu yang dimakamkan itu siapa.
Saat disinggung terkait adanya peziarah, atau kegiatan khusus di makam tersebut, Dani menjelaskan tidak ada.
"Tidak ada (peziarah atau kegiatan khusus), makam itu yang memelihara dan uri-uri pemilik rumah. Tapi pemilik rumah, terbuka misal ada yang mau ziarah monggo dipersilakan, tapi masyarakat lokal yang nyekar ke situ tidak ada," pungkasnya.
(ams/afn)