Baru sebulan lalu Karisma Evi Tiarani (23) memboyong medali perak di Paralimpiade Paris 2024. Atlet disabilitas ini jadi pelari tercepat kedua dalam partai final nomor 100 meter putri klasifikasi T42/63. Kini dia menyabet medali lagi di Pekan Paralimpiade Nasional (Peparnas) XVII Solo. Ini kisahnya.
Ditemui detikJateng di Stadion Sriwedari Solo pada Kamis (3/10/2024), Evi menceritakan dirinya lahir dengan kaki kiri lebih pendek sekitar 7 sentimeter dari kaki kanannya. Kaki kirinya juga tidak sekuat kaki kanan. Evi mengaku baru menyadari kondisi tersebut saat SMA.
"Sebenarnya aku sadar kalau beda tuh agak telat, aku SMA kayaknya. Pas liat kaca, oh ternyata jalanku kayak gini ya. Aku dari dulu udah merasa memang agak beda, cum nggak tahu kalau ternyata se-spesifik itu," kata Evi asal Kecamatan Simo, Kabupaten Boyolali itu, Kamis (3/10).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
![]() |
Evi menduga disabilitas yang disandangnya itu bawaan dari lahir. Orang tuanya juga awalnya juga tidak menyadari.
"Disabilitas dugaannya dari lahir. Cuma kan aku bukan yang keliatan banget gitu ya, jadi organ sekilas itu sama kayak yang lain. Jalannya aja yang agak beda," ujar dia.
"Orang tua awalnya juga nggak tahu. Pas lahir mikirnya biasanya aja. Pas mulai belajar jalan, oh kok jalannya gini ya. Tapi tetep dipikirnya karena lagi belajar jalan. Tapi ternyata pas udah jalan beneran (waktu SD) ternyata agak beda," sambung Evi.
Meski demikian, Evi mengaku selama ini tidak pernah mendapat perundungan atau perlakuan yang kurang menyenangkan sejak sekolah hingga kuliah.
Mengenai kisahnya menjadi atlet, Evi menuturkan awalnya dia ingin menekuni olahraga bulu tangkis. Namun, saat pertama kali terjun jadi atlet, dia masuk ke cabang atletik.
Kejuaraan yang diikutinya pertama kali ialah Pekan Paralimpik Pelajar Daerah (Pepaperda) 2014. Setelah itu dia direkrut oleh Pusat Pendidikan dan Latihan Olahraga Pelajar (PPLP) Jawa Tengah, dari umur 15 tahun hingga SMA.
Selama di PPLP klub pelajar, ia mulai sering mengikuti berbagai kompetisi bertaraf daerah, nasional, senior daerah, senior nasional, hingga senior internasional.
"(Dulu) Temannya saudara itu udah ada yang ikut NPC (National Paralympic Committee), terus aku diajakin, ya udah ikut aja gitu," kenang Evi.
"Awalnya di atletik untuk batu loncatan aja supaya bisa masuk di NPC dulu. Eh sekarang malah nyaman, jadi fondasinya dan keterusan di atletik. Karena kejuaraan pertama yang diikuti itu atletik," imbuh mahasiswi semester 7 di Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo itu.
Evi menambahkan saat ini dirinya juga sedang proses magang di divisi humas atau jurnalistik di National Paralympic Committee Indonesia (NPCI) Provinsi Jawa Tengah. Namun, saat ini dia mengambil dispensasi untuk mengikuti pertandingan Peparnas 2024.
Sepulang dari Paralimpiade Paris, Evi segera bergabung dan menyesuaikan diri dengan teman-teman NPC Jawa Tengah untuk menyiapkan Peparnas 2024. Dia mengaku sempat jet lag karena kurangnya waktu istirahat.
"Jadi pas mulai di sini ikut latihan lagi tuh masih ngantuk dan masih capek. Sekarang sudah mulai terbiasa lagi. Awalnya balik ke conditioning dulu, terus lebih ke jaga kondisi, karena untuk (latihan) peningkatan terlalu mepet sih" ungkap Evi.
Evi menuturkan, banyak pengalaman menarik yang dia peroleh selama menjadi atlet, seperti bertemu dengan orang-orang baru, bisa keliling Indonesia dan keliling dunia.
Rutin Latihan di Sela Kuliah
Selama kuliah, Evi kerap mengikuti pertandingan di luar daerah bahkan hingga luar negeri. Evi biasanya mendapat dispensasi dari kampus maksimal selama 2 minggu. Meski ada dispensasi, Evi tetap mengumpulkan tugas, dan rutin berkomunikasi dengan teman kuliah dan dosen.
Bagi Evi, kesibukannya kuliah dan kariernya di atletik bisa berjalan beriringan. Dia bisa meluangkan waktu di sela jadwal kuliah untuk latihan. Evi yang saat ini ngekos di dekat kampus biasa berlatih di Stadion UNS dan Stadion Sriwedari.
Evi berlatih setiap pagi dan sore. Jika sedang tidak ada kuliah, ia mulai latihan dari pukul 06.00-09.30 WIB. Kalau ada kuliah, jadwal latihannya jadi lebih pagi lagi. Sorenya Evi masih latihan lagi dari pukul 15.30 WIB sampai magrib.
"Karena aku sprinter (pelari jarak pendek) jadi latihannya nggak sampai berkilo-kilo. Lari jauh itu ya jogging paling berapa putaran," kata dia.
"Jadi (latihan lari) bukan yang diukur pakai kilo gitu (tapi dari catatan waktu). Sama latihan kekuatan dan kecepatan aja sih. Untuk personal based, di Paralympic kemarin, 100 meter, 14,24 detik," ucap Evi.
Selengkapnya di halaman selanjutnya.