Sistem pemilu di Amerika Serikat berbeda dengan sistem yang kita gunakan di Indonesia. Mereka tidak memilih presiden dan wakil presiden secara langsung seperti yang dilaksanakan di Indonesia pada 14 Februari 2024 lalu.
Menurut Fajlurrahman Jurdi dalam bukunya, Pengantar Hukum Pemilihan Umum, perbedaan sistem pemilihan umum atau pemilu antara Indonesia dan Amerika terjadi karena perbedaan bentuk negara. Indonesia merupakan negara kesatuan berbentuk republik. Sedangkan Amerika adalah negara federal.
Dikutip dari laman resmi Pemerintah Amerika Serikat, pemilihan umum untuk memilih presiden akan digelar pada 5 November 2024 mendatang. Namun, tanggal untuk pemilihan pejabat publik lainnya dapat bervariasi di setiap negara bagian.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bagaimana Sistem Pemilu di Amerika Serikat?
Dikutip dari laman resmi Pemerintah Amerika Serikat, negara tersebut memilih presiden dan wakil presiden menggunakan proses yang disebut electoral college. Electoral college adalah serangkaian langkah yang melibatkan pemilihan, pertemuan, dan penghitungan suara oleh para pemilih (electors).
Setiap negara bagian memiliki sejumlah electors yang setara dengan jumlah anggota Kongresnya (DPR dan Senat). Washington DC juga memiliki tiga suara elektoral, sehingga total ada 538 electors.
Setelah pemilih memberikan suara mereka dalam pemilihan umum, suara tersebut dihitung di seluruh negara bagian. Di sebagian besar negara bagian dan Washington DC, kandidat yang memenangkan mayoritas suara akan mendapatkan semua suara elektoral dari negara bagian tersebut. Namun, Maine dan Nebraska menggunakan sistem proporsional untuk membagi suara elektoral mereka.
Kandidat presiden harus mendapatkan minimal 270 suara elektoral. Jumlahnya harus melebihi setengah dari total 538 suara, untuk memenangkan pemilu. Setelah pemungutan suara, para electors akan bertemu di negara bagian mereka pada pertengahan Desember untuk memberikan suara resmi mereka.
Meskipun konstitusi tidak mewajibkan electors untuk memilih kandidat yang dipilih oleh suara populer negara bagian mereka, beberapa negara bagian memiliki aturan yang mengharuskan hal ini. Electors yang menyimpang dapat dikenai denda, didiskualifikasi, atau digantikan. Dalam beberapa kasus, bahkan diproses secara hukum oleh negara bagian mereka.
Kelebihan Electoral College
Chris DeRosa PhD, Kepala Departemen Sejarah dan Antropologi di Monmouth University berpendapat, sistem electoral college memastikan bahwa ada pemenang yang jelas karena seseorang harus mendapatkan mayoritas suara elektoral untuk menjadi presiden. Ini berarti kita selalu tahu siapa yang menang.
Jika presiden dipilih hanya berdasarkan suara populer (jumlah total suara dari seluruh rakyat), ada kemungkinan seorang kandidat bisa menang dengan kurang dari 50% suara. Misalnya, jika ada lebih dari dua partai yang bersaing, bisa jadi pemenang hanya mendapatkan 30% suara. Ini berisiko menghasilkan presiden yang tidak didukung oleh mayoritas rakyat.
Dengan electoral college, lebih sulit bagi kandidat ekstremis untuk menang. Jika seorang kandidat hanya mendapatkan sebagian kecil suara dari populasi, mereka tidak mungkin mendapatkan cukup suara elektoral untuk menang. Sistem ini mendorong kandidat untuk mencari dukungan yang lebih luas di seluruh negara.
Kelemahan Electoral College
Meski memiliki kelebihan, DeRosa juga menyatakan bahwa sistem pemilihan seperti ini memiliki kelebihan tersendiri, berikut penjelasannya.
1. Bobot Suara yang Tidak Adil
Sistem ini memberikan bobot lebih besar kepada pemilih di negara bagian kecil dibandingkan dengan negara bagian yang lebih padat penduduknya. Setiap negara bagian mendapatkan minimal tiga suara elektoral, tidak peduli seberapa kecil populasinya.
Misalnya, Washington DC memiliki lebih banyak penduduk daripada Wyoming, tetapi keduanya mendapatkan tiga suara elektoral. Hal ini membuat suara dari penduduk di negara bagian kecil lebih berpengaruh dibandingkan suara dari penduduk di negara bagian besar.
2. Mendorong Penindasan Suara
Sistem ini memiliki sejarah mendorong terjadinya penindasan suara, terutama di negara bagian selatan Amerika Serikat. Di masa lalu, negara bagian selatan mendapatkan lebih banyak suara elektoral berdasarkan populasi budak mereka, padahal budak tersebut tidak memiliki hak suara.
Setelah perang saudara, banyak budak yang dibebaskan dan dihitung sebagai "orang utuh" dalam alokasi suara elektoral. Namun, penindasan suara terhadap orang kulit hitam terus berlangsung melalui undang-undang Jim Crow.
Hal ini memberikan representasi tambahan kepada negara bagian yang sebenarnya tidak mewakili semua penduduknya dengan adil. Menurut DeRosa, ini menjadikan electoral college sebagai salah satu pilar supremasi kulit putih.
Bagaimana, detikers, sudah paham dengan sistem pemilu di Amerika Serikat, bukan? Semoga penjelasan di atas bermanfaat!
(apu/apu)