Kutukan Abadi Marga Han di Lasem yang Melegenda

Kutukan Abadi Marga Han di Lasem yang Melegenda

Mukhammad Fadlil - detikJateng
Minggu, 02 Jun 2024 13:03 WIB
Kompleks pecinan atau permukiman Tionghoa di Desa Karangturi Lasem, Rabu (28/5/2024).
Kompleks pecinan atau permukiman Tionghoa di Desa Karangturi Lasem, Rabu (28/5/2024). Foto: Mukhammad Fadlil/detikJateng.
Rembang -

Lasem yang kerap dikenal sebagai 'Tiongkok Kecil' di Rembang menyimpan cerita rakyat yang menarik tentang marga Han. Yakni cerita mengenai kutukan terhadap keturunan Tionghoa bermarga Han, yang dilarang menginjakkan kakinya di tanah Lasem.

Untuk mengungkap hal tersebut detikJateng menemui Agni Malagina, Staf Pengajar di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia (FIB UI), di Museum Nyah Lasem. Dia merupakan salah satu periset sejarah Cina di Lasem, termasuk cerita tentang kutukan terhadap marga Han.

Saat ditemui detikJateng dia membeberkan banyak hal terkait cerita tentang kutukan terhadap marga Han yang tidak boleh datang ke Lasem. Cerita itu bermula dari sebuah kisah tentang suatu keluarga yang berjaya atas usaha dagangnya. Yakni keluarga Han Siong Kong dari Tian Bao (Fujian) yang datang ke Lasem pada era tahun 1700.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dia merupakan generasi awal yang hidup dan menikah di Lasem, sehingga memiliki lima orang anak.

"Han Siong Kong itu dateng dari Tian Bao (Fujian) terus sampai ke Lasem sekitar 1700-an. Dia sebagai generasi pertama yang turun di sini (Lasem), hidup di sini. Terus menikah, punya lima anak. Dia kaya sukses dengan usaha dagangnya," tutur Agni Selasa (27/5/2024) sore.

ADVERTISEMENT
Kompleks pecinan atau permukiman Tionghoa di Desa Karangturi Lasem, Rabu (28/5/2024).Kompleks pecinan atau permukiman Tionghoa di Desa Karangturi Lasem, Rabu (28/5/2024). Foto: Mukhammad Fadlil/detikJateng

Masalah muncul dari anak-anak Han yang disebut suka menghambur-hamburkan harta milik sang ayah. Mereka, kata Agni, anak-anaknya Han Siong Kong hobi berfoya-foya dan doyan bermain judi.

Kala sang ayah meninggal, anak-anaknya Han Siong Kong menandu jenazahnya sang bapak untuk dibawa menuju ke tempat permakaman di Desa Babagan, Lasem. Setibanya di area makam, tiba-tiba hujan lebat datang mengguyur. Anak-anaknya Han Siong Kong yang semula menandu jenazah bapaknya itu, malah pergi meninggalkan jenazah begitu saja.

"Mereka lagi jalan nandu jenazahnya, tibalah mendekati area makamnya. itu di Desa Babagan, tiba-tiba (terjadi) badai, hujan. Mereka taruh saja jenazahnya (Han Siong Kong) di bawah pohon, ditinggal mereka pergi, anak-anaknya." jelas Agni.

Setelah anak-anak Han pergi meninggalkan jenazah ayahnya itu, kemudian mereka kembali lagi. Namun saat kembali, jenazah Han Siong Kong sudah tidak ada dan sudah di makam.

Beberapa saat kemudian ada petir dan muncul suara kutukan untuk marga Han secara misterius. Kutukan itu, melarang keturunan Han untuk tidak boleh datang dan tinggal di Lasem, kalau dilanggar maka akibatnya yang bersangkutan akan sengsara atau melarat.

"Beberapa saat, mereka balik lagi jenazahnya hilang dan sudah jadi makam. Tiba-tiba ada petir muncullah dan terdengarlah kutukan itu, bahwa keturunan Han tidak boleh tinggal di Lasem. Apabila melanggar akan jatuh miskin," beber Agni.

Kompleks pecinan atau permukiman Tionghoa di Desa Karangturi Lasem, Rabu (28/5/2024).Kompleks pecinan atau permukiman Tionghoa di Desa Karangturi Lasem, Rabu (28/5/2024). Foto: Mukhammad Fadlil/detikJateng

Semenjak peristiwa itu, keturuan Han dipercaya berbondong-bondong meninggalkan Lasem. Meski menurut Agni, masih ada keturunan Han yang bertahan.

"Keturunan Han dipercaya meninggalkan Lasem. Tetapi Han Tjoe Kong dan Han Kien Kong, dua anak lelaki tertua Han Siong Kong, menetap di Lasem. Sementara Han Bwee Kong ke Surabaya, menjadi Kapitan Cina," tutur Agni.

"Anak Han satunya lagi yang bernama Han Tjien Kong beragama Islam, memiliki nama Soero Pernollo dan menetap di Besuki. Demikian pula Han Hien Kong yang turut bermukim di Besuki," sambung Agni.




(apl/aku)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads