Ribuan umat Buddha mengikuti kirab Waisak dari Candi Mendut menuju Candi Borobudur. Kirab ini mengawali puncak perayaan Waisak hari ini.
Ribuan umat Buddha tampak antusias mengikuti jalannya kirab Waisak 2568 BE/2024. Mereka terlebih dahulu berkumpul di Candi Mendut, Kecamatan Mungkid, Kabupaten Magelang.
Sebelum kirab, umat Buddha melakukan pembacaan paritta atau doa bersama dalam agama Buddha. Pembacaan paritta tersebut dilakukan secara bergantian dari masing-masing sangha.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kemudian umat Buddha berjalan sejauh kurang lebih 3 km dari Candi Mendut menuju Candi Borobudur. Sepanjang jalan yang dilalui, warga antusias menyambut. Mereka berdiri sisi kanan maupun kiri jalan untuk melihat jalannya kirab.
Dirjen Bimas Buddha Kemenag RI, Supriyadi mengatakan, dalam tradisi Buddhis salah satunya tahapan perjalanan. Dalam berjalan tersebut sambil merenungkan keagungan Buddha dhamma yang menjadi panutan umat Buddha.
"Acara Waisak senantiasa terus diawali bagaimana memaknai beberapa candi-candi yang ada di sekitar ini. Kita tahu ada rangkaian yang tidak dapat terpisahkan antara Candi Mendut, Pawon dan Borobudur. Nah tahun-tahun sebelumnya selalu melewati dari Mendut, Pawon dan Borobudur, namun saat ini mungkin karena waktu dan mempertimbangkan beberapa situasi sehingga beberapa tahun sudah tidak lagi singgah di Candi Pawon, tapi tetap melewati jalur," kata Supriyadi kepada wartawan di Candi Mendut, Kamis (23/5/2024).
Supriyadi mengatakan, rangkaian perjalanan spiritual yang satu garis lurus antara Borobudur, Pawon dan Mendut. Untuk itu, perayaan Waisak dimulai dari Candi Mendut, kemudian melakukan perjalanan menuju Candi Borobudur.
"Hari ini, kembali untuk merayakan Waisak memulainya dari Candi Mendut sebagai sentral memusatkan umat. Yang didahului dengan menyemayamkan air, menyemayamkan api sebagai api penerang. (Air dan api) dibawa menuju Candi Borobudur. Nah diarak dengan penuh hati ketenangan itu ada namanya meditasi berjalan sebetulnya, menyadari sedang berjalan setiap langkahnya sambil merenungkan kebenaran luhur dari ajaran Buddha," sambung Supriyadi.
Setelah sampai Candi Borobudur, kata Supriyadi, air suci dan api dharma tersebut disemayamkan di altar sebagai persembahan. Dalam persembahan tersebut sedikitnya ada lima antara lain air, api, bunga, dupa dan pelita.
"Ini menjadi rutinitas kita dan itu adalah salah satu syarat yang memang menjadi pokok buat umat. Ada pembacaan paritta sutta mantra, kemudian ditutup dengan pesan Waisak, ada renungan dan meditasi. Setelah itu, ditutup pradaksina (mengelilingi) Candi Borobudur sebagai ungkapan mengagungkan peninggalan bersejarah yang berisi tentang ajaran Buddha yang tertuang di dalam reliefnya tergambarkan dari berbagai tingkatan yang ada," ujarnya.
![]() |
"10 tingkatan yang melambangkan, 10 kesempurnaan kebijakan yang wajib untuk dilatih oleh umat Buddha. Untuk mewujudkan kebahagiaan sejatinya atau kehidupan yang meniru atau meneladani dari kehidupan Buddha. Di akhir akan ada festival lampion, ini salah satu yang akan membawa sebuah upaya bagaimana setiap orang bisa membuat peneguhan untuk diterbangkan ke atas. Semoga cita-cita harapannya dapat terwujudkan," kata dia.
Salah satu umat Buddha, dr Untung Darmawan (53) yang datang dari Bekasi mengatakan, tiap tahun selalu datang mengikuti Waisak di Candi Borobudur. Pihaknya mengaku selama pandemi tidak hadir karena memang ditiadakan.
"Hampir setiap tahun dan kami sebagai umat Buddha sangat bersyukur ini momen yang sangat penting. Kita bisa bertemu saudara-saudara merayakan hari yang sangat penting bagi kami umat Buddha dalam suasana kebersamaan dan kekeluargaan," kata Untung yang datang bersama rombongan dari Vihara Satya Dharma Tambun Bekasi.
"(Antusias umat) Sangat luar biasa, ternyata kantong-kantong umat Buddha di Jawa Tengah banyak sekali. Kami datang kemarin sampai Jogja dan rencananya besok pagi (Jumat) balik ke Bekasi," ujarnya.
(aku/apu)