Memperingati hari buruh pada tanggal 1 Mei ini, para pekerja di Solo tidak menggelar aksi. Para pekerja yang tergabung dalam Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (SBSI 92) menuntut pencabutan undang-undang cipta kerja beserta turunannya.
Ketua DPC SBSI 92 Solo, Endang Setiowati mengatakan tuntutan itu disampaikan meskipun tidak ada perwakilan dari Solo yang hadir dalam peringatan May Day di Patung Kuda Jakarta.
"Kami mendesak pencabutan atau revisi Undang-Undang Cipta Kerja beserta turunannya. Karena sistem dalam regulasi tersebut tidak pro buruh apalagi menguntungkan pekerja, sampai pesangon. Cabut Undang-Undang 13 beserta turunannya. Dan membuat lapangan pekerjaan lebih banyak lagi," katanya dihubungi awak media, Rabu (1/5/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hal tersebut termasuk Peraturan Pemerintah PP 35 dan 36 di mana dinilai tata kelola yang tidak jelas dan upah yang jauh dari kata layak. Selain itu, tuntutan yang digelorakan yakni kehidupan buruh yang layak, dengan kepastian upah, status dan juga jaminan kerja.
"Kami bersama pengurus di daerah tetap berjuang meskipun tidak dengan aksi. Cara-cara kami dengan audiensi, pendekatan dan koordinasi, baik dengan pengusaha maupun dengan Pemerintah Daerah," jelasnya.
Endang berharap di pemerintahan yang baru nanti yakni Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka lebih mendukung para buruh membuat peraturan yang menciptakan lapangan kerja yang lebih banyak. Tanpa harus mengecilkan perusahaan.
"Karena kalau kesejahteraan buruh terkebiri tentunya generasi yang akan datang akan terganggu, sistem pemerintahan tentunya akan terganggu. Karena anak buruh dibandingkan dengan yang lain lebih banyak. Kita juga sadar bahwa hampir 80 persen kan sebagai buruh," pungkasnya.
(apu/cln)