Foto mayat bergelimpangan yang disebut berada di kawasan Dieng, Banjarnegara, viral di media sosial X. Foto ini membuat publik mengingat lagi tragedi letusan Kawah Sinila yang membuat 149 warga meninggal akibat menghirup gas beracun pada tahun 1979.
Foto tersebut diunggah oleh akun @Georitmus. Akun tersebut mengunggah foto lawas yang menampakkan mayat-mayat bergelimpangan. Di slide selanjutnya, terdapat foto pemakaman massal.
Akun tersebut mengatakan seratusan orang juga hewan ternak tewas dalam waktu singkat setelah Kawah Sinila meletus.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Tak jauh dari Desa Batur, terdapat kuburan masal dengan tugu berbentuk tangan yang memegang kartu, menyimbolkan "stop perjudian". Dibuat sebagai peringatan bagi warga desa atas petaka menjelang pagi tahun 1979," kata Georitmus, dikutip dari detikTravel, Selasa (2/4/2024).
"Masyarakat percaya, peristiwa alam yang mematikan itu akibat perbuatan warga Dieng yang bertentangan dengan norma, seperti berjudi, yang merajalela pada tahun 1979," imbuh dia.
Tentang Tragedi Sinila
Bencana yang dikenal dengan sebutan Tragedi Sinila ini terjadi pada tahun 1979. Seratusan warga tewas akibat gas beracun (CO2) dari Kawah Timbang di dataran tinggi Dieng.
Tragedi ini masih terekam dengan jelas dalam ingatan Kepala Desa terakhir Desa Kepucukan, Sutikno. Pria 69 tahun ini menceritakan, gempa beruntun mengawali peristiwa yang terjadi pada tahun 1979 itu. Tepat pukul 02.20 WIB, terjadi erupsi di Kawah Sinila.
"Sebelumnya ada gempa. Bahkan sebelum Kawah Sinila erupsi terjadi gempa lama. Dan sekitar pukul 02.20 WIB, kawah Sinila erupsi," kata Sutikno dihubungi detikJateng medio 2023.
Dini hari 20 Februari 1979 silam, kawah vulkanik aktif Sinila di Kecamatan Batur, Banjarnegara meletus cukup kuat dengan dentuman yang menyemburkan material padat dan gas serta gempa.
— Georitmus 🇮🇩 (@zakiberkata) April 1, 2024
Gempa membuat warga berlarian ke luar rumah namun justru terpapar gas beracun yang keluar dari… pic.twitter.com/gKRz00MEux
Jarak Kawah Sinila dengan permukiman yang hanya dua kilometer. Warga sekitar pun panik. Saat itu warga berbondong-bondong meninggalkan rumah mereka demi menyelamatkan diri.
Nahas, warga yang mencoba menyelamatkan diri ke SD Kepucukan itu menghirup gas beracun dari Kawah Timbang. Sebagian warga meninggal dunia di jalan.
"Warga yang saat itu lari ke SD Kepucukan malah menjadi korban gas beracun. Karena di dekat situ ada rekahan gas beracun, sampai meninggal dunia," ujar Sutikno.
Dia menambahkan, ribuan warga yang selamat dari gas beracun itu kemudian mengungsi ke beberapa tempat. "Ada yang mengungsi ke Karangkobar, Batur, Banjarnegara. Ada juga yang sampai Purbalingga," sebutnya.
Saat itu 147 warga Desa Kepucukan tewas akibat gas beracun. Selain itu juga ada dua relawan yang ikut tewas karena menghirup gas itu saat mereka hendak menolong korban.
"Korban yang dari warga Desa Kepucukan ada 147 orang. Ditambah dua orang relawan yang mau menolong, yakni guru dan seorang sopir," kata Sutikno kepada detikJateng.
Gas Beracun Tak Berbau-Tak Berwarna
Sutikno menjelaskan saat itu ada salah satu warga yang berhasil selamat meski sempat menghirup gas beracun tersebut. Gas beracun itu disebut tanpa warna dan bau.
Sutikno mengaku sempat menanyakan kepada korban selamat tersebut. Korban itu mengatakan bahwa saat itu hidungnya terasa panas, pandangannya kabur, dan kepalanya pusing.
"Kebetulan saat ini orang itu sudah meninggal dunia. Tetapi saya sempat bertanya, kata dia hidung panas, mata kabur, kepala pusing," ungkap Sutikno yang kini aktif sebagai relawan SAR.
Sedangkan pada korban yang ditemukan tewas, kata Sutikno, pori-pori kulit mereka diketahui mengeluarkan darah.
"Yang ditemukan sudah meninggal dunia saat itu keluar darah dari pori-porinya," terangnya.
Kini, Desa Kepucukan hanya tinggal nama. Secara administrasi, desa tersebut sudah tidak ada lagi. Usai tragedi Sinila sebagian warganya pindah ke Baturaja, Sumatera Selatan. Sedangkan warga lainnya pindah ke desa tetangga, seperti Desa Sumberejo dan Desa Pekasiran di Kecamatan Batur, Banjarnegara.
(aku/dil)