Kuswiyati akhirnya pulang ke rumahnya usai mengungsi akibat banjir menerjang Desa Wangandowo, Kecamatan Bojong, Kabupaten Pekalongan. Dia dan keluarganya mengaku masih trauma usai bertaruh nyawa gegara banjir bandang.
Kuswiyati (44), ibu dari tiga anak ini, awalnya ragu saat mengajak anak-anaknya kembali pulang ke rumahnya. Bagaimana tidak, anak perempuan yang masih berusia 10 tahun awalnya tidak mau kembali ke rumah karena trauma atas peristiwa banjir bandang yang terjadi Rabu lalu (13/3).
"Tidak mau pulang tadinya. Tapi kita saling menguatkan dan akhirnya dibujuk ayahnya, mau juga pulang. Anak saya murung sejak Rabu malam itu," kata Kuswiyati saat ditemui detikJateng di rumahnya, Sabtu (16/3/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kuswiyati lalu menceritakan dahsyatnya banjir bandang yang nyaris saja merenggut dirinya dan keluarganya.
"Sebelumnya, tidak pernah menyangka ini terjadi, dan tidak tahu-tahunya, kami berbuka puasa bersama, duduk melingkar," kata Kuswiyati menceritakan sebelum dirinya dan keluarganya hanyut terseret banjir bandang.
Kala itu, Kuswiyati dan suaminya Tatang bersama tiga anaknya berusia 2,5 tahun, 10 tahun, dan 14 tahun bersama ibunya sedang buka bersama di ruang tengah. Usai buka bersama, anak laki-lakinya pamit untuk ke musala, persiapan salat isya dan tarawih.
"Tiba-tiba, saya mendengar suara gemuruh. Saya kira, itu suara gemuruh seperti biasanya, banyak lalu lalang dump truk ke arah pabrik. Namun, ini semakin kencang suaranya," ungkapnya.
Rumahnya memang paling ujung, berbatasan dengan kebun kemudian di seberang kebun ada akses jalan proyek pembangunan pabrik sepatu. Tiap malam, suara gemuruh truk yang melintas menjadi hal yang biasa. Namun, malam itu, suara gemuruh berbeda dan semakin lama semakin keras, disusul orang-orang pabrik yang berlarian mengabarkan ada banjir.
![]() |
"Yang warung di ujung berlarian awas banjir, awas banjir. Saya dengar, tiba-tiba air sudah mulai masuk, yang menjebol dinding rumah. Air langsung tinggi. Kulkas saja terombang-ambing," tuturnya.
Saat itu, dirinya langsung menyerahkan anak yang berusia 2,5 tahun ke suaminya Tatang. Sebab, kondisi di dalam rumah sudah penuh air yang semakin meninggi.
Ia pun memegangi anak perempuannya yang berusia 10 tahun dan ibunya untuk segera keluar dari rumah. Suaminya keluar lewat jendela belakang menyelamatkan balita.
"Saya buka pintu depan, awalnya tidak kuat karena air. Akhirnya bisa kebuka, baru melangkah keluar, kita bertiga, aku, anakku, sama ibuku langsung terseret arus. Arus sangat kuat, tingginya segini (menunjukkan leher)," katanya
Tak lama, Kuswiyati pun hanyut bersama dua orang lainnya. Dia mengaku susah payah menyelamatkan anak dan ibunya agar tidak tenggelam.
"Yang hanyut saat itu lima orang, kami bertiga sama dua orang lain lagi. Kita terseret, aku usahakan anak saya agar kepalanya tidak tenggelam. Ibu saya yang sudah tua juga kita pegangi, dua tangan gandeng mereka. Saya nggak tahu nasib suami dan bayi kami," katanya.
Kuswiyati, anaknya yang usia 10 tahun, dan ibunya, hanyut terseret arus banjir bandang dengan ketinggian air sekitar 140 centimeter itu. Saat itu ada tetangga yang ada di atap meneriaki dirinya.
Tersangkut di Pohon Salam
Persis di ujung lorong rumahnya, arus membelok. Beruntung, mereka tidak membentur bangunan rumah yang ada di depannya. Namun, mereka terbawa arus ke kebun yang justru lebih dalam.
"Anak saya sedikit saya angkat agar kepalanya tetap di atas. Ibu saya sempat lepas karena arus begitu kencang. Saya hanya melihat rambutnya, langsung saya tarik ke atas rambutnya. Anak saya dorong ke arah pohon agar nyangkut, kemudian saya angkat ibu bawa ke pohon salam. Alhamdulillah, kita nyangkut," bebernya.
Mereka selamat karena menyangkut di pohon salam yang berjarak dari rumahnya sekitar 100 meter. Kuswiyati menunjukkan lokasi di mana ia, ibu, dan anaknya tersangkut pohon salam.
"Alhamdulillah kita selamat semua. Suami dan anak balita saya juga selamat. Arus air setengah jam ada, baru surut," katanya.
Dia pun mengenang saat dievakuasi ke pos pengungsian di rumah Sekdes Wangandowo hanya bisa menangis sambil berangkulan dengan anak dan ibunya. Dia bersyukur anak laki-laki remajanya juga selamat.
"Makanya anak saya trauma, nggak mau pulang karena teringat. Tapi alhamdulillah, kita saling mendukung, saling memberi semangat, hari ini kita kembali lagi bisa kumpul di rumah ini tidak kurang," katanya.
Dia pun mengaku masih waswas meski rumahnya telah dibersihkan dan masih layak huni meski berlubang akibat terjangan air. Sebab, dia khawatir ketika hujan turun.
"Ya nanti, kalau turun hujan besar, kita akan kembali ke tempat pengungsian. Takut jika terjadi banjir seperti kemarin," jelas ya.
Ia bersyukur keluarganya masih utuh, meskipun rumahnya ada yang jebol dan barang-barang perabot rumahnya basah dan rusak.
(apu/ams)