Jalan Truntum di Kelurahan Krapyak, Kecamatan Pekalongan Utara, Kota Pekalongan, tengah disoal oleh warga yang menyatakan sebagai ahli waris atas tanah seluas 815 meter persegi yang saat ini menjadi bagian jalan tersebut.
Saat dimintai konfirmasi detikJateng pada Rabu (6/3), Sri Astutik (52) warga Kelurahan Poncol, Kecamatan Pekalongan Timur, membenarkan adanya informasi tersebut. Sri Astuti selaku istri dari Budi Raharjo, salah satu ahli waris tanah.
Astuti mengatakan, suaminya adalah anak bungsu dari pemilik tanah tersebut, yaitu almarhum Kadar dan Kamalah. Astuti bilang, sedianya ahli waris tanah itu ada lima anak. Namun, dua di antaranya sudah meninggal dunia.
Astuti menyatakan telah mendapatkan kuasa dari suami dan kakak-kakak iparnya untuk menyelesaikan kasus ini. Sebab, suami dan kakak iparnya berdomisili di luar Kota Pekalongan.
"Jadi yang punya hak atas tanah itu, ahli waris, satu di antaranya suami saya. Saya diberi surat kuasa untuk menyelesaikannya, karena suami saya dan saudara-saudaranya atau kakak-kakak ipar saya di luar kota semua," Astuti kepada detikJateng, Rabu (6/3/2024).
Sebagian Jalan Truntum, kata Astuti, ada yang memakan tanah peninggalan mertuanya. Menurutnya, persoalan itu sudah terjadi sejak lama. Namun, baru tahun 2022 dia mulai menyoal jalan tersebut atas kuasa dari ahli waris.
Astuti mengatakan tanah seluas 815 meter persegi itu masih menjadi hak ahli waris. Hal itu dibuktikan dengan adanya sertifikat tanah yang dikeluarkan BPN sejak tahun 1991. Tanah itu tidak pernah dijual.
"Tanah itu milik mertua saya seluas 815 meter persegi, yang sekarang menjadi bagian dari Jalan Truntum," ujar Astuti.
Astuti beberapa kali mengaku mengikuti audensi. Dia juga bingung saat di lokasi yang sama muncul sertifikat lain.
"Saya juga mempertanyakan sertifikat kami masih tercatat di BPN, kenapa ada sertifikat lainnya," ucap Astuti.
Berbagai upaya telah dilakukan, baik ke kelurahan, kecamatan, hingga ke Pemkot Pekalongan. Namun, hasilnya menurut dia tidak memuaskan, karena ujung-ujungnya mengarah ke wakaf. Sedangkan Astuti meminta ganti rugi atas persoalan tersebut.
"Karena usaha saya mentok, akhirnya saya minta bantuan pengacara saya ke Pak Didik," kata Astuti.
"Sesuai kesepakatan semua keluarga ahli waris, tanah itu harus diurus dan diselesaikan. Makanya saya dan suami memasrahkan urusan ini ke LBH Adhyaksa," sambung dia.
Secara terpisah, Ketua LBH Adhyaksa Pekalongan, Didik Pramono, membenarkan dirinya telah ditemui oleh ahli waris dan diminta untuk mendampingi keluarga almarhum Kadar dan Kamalah.
"Kita akan melakukan upaya langkah-langkah hukum, melakukan pendampingan pada ahli waris. Saat ini baru mediasi ke instansi terkait, termasuk Pemkot Pekalongan dan BPN. Saat ini belum sampai ke gugatan," kata Didik saat dihubungi detikJateng via telepon ya, Rabu (6/3/2024).
Penjelasan pihak DPUPR Kota Pekalongan di halaman selanjutnya.
(dil/ahr)