Warga Pekalongan Klaim Sebagian Jalan Truntum Warisannya, Ini Kata Pemkot

Warga Pekalongan Klaim Sebagian Jalan Truntum Warisannya, Ini Kata Pemkot

Robby Bernardi - detikJateng
Rabu, 06 Mar 2024 19:21 WIB
Ahli waris menunjukkan tanah milik leluhurnya yang saat ini sebagian digunakan untuk Jalan Truntum di Kelurahan Krapyak, Kota Pekalongan, Rabu (6/3/2024).
Ahli waris menunjukkan tanah milik leluhurnya yang saat ini sebagian digunakan untuk Jalan Truntum di Kelurahan Krapyak, Kota Pekalongan, Rabu (6/3/2024). Foto: Robby Bernardi/detikJateng
Kota Pekalongan -

Jalan Truntum di Kelurahan Krapyak, Kecamatan Pekalongan Utara, Kota Pekalongan, tengah disoal oleh warga yang menyatakan sebagai ahli waris atas tanah seluas 815 meter persegi yang saat ini menjadi bagian jalan tersebut.

Saat dimintai konfirmasi detikJateng pada Rabu (6/3), Sri Astutik (52) warga Kelurahan Poncol, Kecamatan Pekalongan Timur, membenarkan adanya informasi tersebut. Sri Astuti selaku istri dari Budi Raharjo, salah satu ahli waris tanah.

Astuti mengatakan, suaminya adalah anak bungsu dari pemilik tanah tersebut, yaitu almarhum Kadar dan Kamalah. Astuti bilang, sedianya ahli waris tanah itu ada lima anak. Namun, dua di antaranya sudah meninggal dunia.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Astuti menyatakan telah mendapatkan kuasa dari suami dan kakak-kakak iparnya untuk menyelesaikan kasus ini. Sebab, suami dan kakak iparnya berdomisili di luar Kota Pekalongan.

"Jadi yang punya hak atas tanah itu, ahli waris, satu di antaranya suami saya. Saya diberi surat kuasa untuk menyelesaikannya, karena suami saya dan saudara-saudaranya atau kakak-kakak ipar saya di luar kota semua," Astuti kepada detikJateng, Rabu (6/3/2024).

ADVERTISEMENT

Sebagian Jalan Truntum, kata Astuti, ada yang memakan tanah peninggalan mertuanya. Menurutnya, persoalan itu sudah terjadi sejak lama. Namun, baru tahun 2022 dia mulai menyoal jalan tersebut atas kuasa dari ahli waris.

Astuti mengatakan tanah seluas 815 meter persegi itu masih menjadi hak ahli waris. Hal itu dibuktikan dengan adanya sertifikat tanah yang dikeluarkan BPN sejak tahun 1991. Tanah itu tidak pernah dijual.

"Tanah itu milik mertua saya seluas 815 meter persegi, yang sekarang menjadi bagian dari Jalan Truntum," ujar Astuti.

Astuti beberapa kali mengaku mengikuti audensi. Dia juga bingung saat di lokasi yang sama muncul sertifikat lain.

"Saya juga mempertanyakan sertifikat kami masih tercatat di BPN, kenapa ada sertifikat lainnya," ucap Astuti.

Berbagai upaya telah dilakukan, baik ke kelurahan, kecamatan, hingga ke Pemkot Pekalongan. Namun, hasilnya menurut dia tidak memuaskan, karena ujung-ujungnya mengarah ke wakaf. Sedangkan Astuti meminta ganti rugi atas persoalan tersebut.

"Karena usaha saya mentok, akhirnya saya minta bantuan pengacara saya ke Pak Didik," kata Astuti.

"Sesuai kesepakatan semua keluarga ahli waris, tanah itu harus diurus dan diselesaikan. Makanya saya dan suami memasrahkan urusan ini ke LBH Adhyaksa," sambung dia.

Secara terpisah, Ketua LBH Adhyaksa Pekalongan, Didik Pramono, membenarkan dirinya telah ditemui oleh ahli waris dan diminta untuk mendampingi keluarga almarhum Kadar dan Kamalah.

"Kita akan melakukan upaya langkah-langkah hukum, melakukan pendampingan pada ahli waris. Saat ini baru mediasi ke instansi terkait, termasuk Pemkot Pekalongan dan BPN. Saat ini belum sampai ke gugatan," kata Didik saat dihubungi detikJateng via telepon ya, Rabu (6/3/2024).

Penjelasan pihak DPUPR Kota Pekalongan di halaman selanjutnya.

Sementara itu Sekretaris DPUPR Kota Pekalongan, Khaerudin mengatakan pihaknya tengah melaporkan hal tersebut ke Kepala Dinas, Sekda dan Walikota. Pihaknya menunggu kajian dari persoalan tersebut.

Khaerudin juga menyatakan pihaknya akan melakukan pengecekan secara langsung baik di tingkat kelurahan, kecamatan, maupun aset daerah.

"Jalan itu sudah lama ada, sejak jaman kemerdekaan ya. Saya tanyakan juga ke warga yang sudah lama, PU itu ada orang-orang yang sudah tua, mereka juga tahu jalan itu sudah ada," kata Khaerudin kepada detikJateng, Rabu (06/03),

Saat ditanya soal dua sertifikat di tanah yang sama, ia menjelaskan, sertifikat milik Pemkot merupakan sertifikat tanah jalan. Jalan Truntum yang dipersoalkan menurutnya juga ada SK Walikota Nomor 600.1/0414 tahun 2023.

"Jadi Pemkot memang ada sertifikat itu memang cuman tahun 2020. Jadi itu Jalan Truntum kan ada SK Walikota ya, tentang penetapan ruas-ruas jalan dan jembatan, bernomor 600.1/0414 tahun 2023. SK ini tiap tahun diperbarui, biasanya kan tiap tahun ada penambahan jalan kota, ada yang nambah ada yang melebar," jelasnya.

Jalan Truntum, menurut Khaerudin, panjangnya 1.334 meter dengan lebar 6 meter.

"Lha yang diklaim punya warga berdasarkan sertifikat panjangnya 68 meter. Ini biar klir dulu ya, bahwa bukan semua jalan di situ itu milik warga, atas nama hak milik seperti itu," kata dia.

Khaerudin juga mengaku kaget atas adanya dua sertifikat pada tanah yang sama.

"Kita sendiri sudah ada sertifikat tahun 2020. Ya kami sendiri awalnya terkejut, lha ini jalan sudah lama tiba-tiba ada ini (kasus). Kami juga akan meminta penjelasan dari teman-teman yang mengeluarkannya dalam hal ini BPN, kok bisa dalam satu itu keluar dua sertifikat, ya walaupun tidak semua hanya 68 meter yang dimiliki warga," ujar dia.

Diakuinya, proses audensi telah beberapa kali dilakukan."Saya ini Sekretaris (Sekdin PUPR), sudah kami laporkan ke Pak Kadin dan Pak Sekda," ucap Khaerudin.

Atas persoalan tersebut, menurut Khaerudin, pihaknya memungkinkan akan melakukan tiga tindakan untuk penyelesaiannya.

"Pertama kami akan menggali informasi terkait keberadaan tanah atau Jalan Truntum yang ada sertifikatnya itu ke masyarakat, ke kelurahan, dan kecamatan," kata dia.

"Yang kedua, kami akan berkoordinasi dengan pihak terkait, ini ada yang di dalam perintah kita, seperti bagian aset, bagian hukum, mungkin juga pihak lain, kelurahan, kecamatan, sebagai pemangku wilayahnya dan tiga akan dilakukan kajian aspek hukum terkait status tanah tersebut," sambungnya.

Adapun yang ketiga ialah kajian tentang ganti rugi.

'Untuk yang ini, tapi nanti kita berhati-hati, sepanjang hukum tidak masalah ya tidak menutup kemungkinan. Kita tidak mau gegabah keluarkan anggaran di kemudian hari disalahkan," pungkas Khaerudin.

Halaman 3 dari 2
(dil/ahr)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads