Jembatan Gendruwo di Dukuh Dombo, Desa Banjarsari, Kecamatan Sayung, Demak sudah sekitar 40 tahun terakhir tak pernah dipugar. Konon, cerita setempat yang berkembang menyebutkan jembatan itu mempunyai penunggu makhluk gaib besar sehingga tak ada yang berani memperbaikinya.
Jembatan dari balok kayu berukuran 3x35 meter tersebut saat ini dirawat oleh warga dan pemerintah setempat. Akses tersebut merupakan satu-satunya jalan penghubung antar dukuh menuju balai desa setempat.
Kepala Desa Banjarsari, Haryanto mengatakan bahwa jembatan dari kayu tersebut dibangun warga sekitar tahun 1980. Semula jembatan itu hanya dari bambu lapis 2 atau tiga, hanya bisa untuk akses pejalan kaki.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dulunya itu cuma bambu biasa disusun dua atau tiga. Ceritanya warga itu kalau berangkat sekolah itu pakai celana pendek terus bawa bukunya diangkat, terus kalau jembatan rusak ya (melintasi sambil) nyebur," kata Haryanto.
"Itu PR saya, hampir 40 tahun itu, dari Mbah Manten Masmudi, Mbah Parjo dua periode, Mbah Manten Muttasil, Mbah Manten Haryono. 30 tahun lebih," sambungnya yang menjabat sekitar satu tahun itu.
Ia menuturkan bahwa pemeliharaan jembatan tersebut secara bersama-sama. Yakni warga setempat dan pemerintah desa lantaran pentingnya akses jalan tersebut.
"Iya misalkan keluarganya mantu, ujug-ujug nanti dibelikan padas sendiri supaya agak bagus," tuturnya.
"Kadang kan ndelok (lihat), kepedulian itu muncul, bareng-bareng lah bahasanya masyarakat. Akses penghubung antar dukuh ke desa ya hanya itu," imbuhnya.
![]() |
Anggarkan Rp 10 Juta Per Tahun Perbaiki Jembatan Gendruwo
Ia menerangkan bahwa penganggaran perawatan jembatan itu dari desa sejak dulu Rp 10 juta. Ia mengupayakan agar pembangunan beton jembatan tersebut melalui dana aspirasi.
"Memang tiap kita anggarkan dari dulu memang anggarannya itu Rp 10 juta, Rp 10 juta. Saya itu punya gambaran, dana desa atau aspirasi, tapi kalau dana desa gak nyukuplah. Nanti fokus di situ nanti warga pasti gembor. Makanya saya bagaimanapun aspirasi dari temen-temen dewan provinsi maupun kabupaten, mau konsen membantu warga Banjarsari," terangnya.
Haryanto menjelaskan, dia mencoba mendekati anggota dewan baik DPRD Jawa Tengah maupun Demak, terutama yang di daerah pemilihan (dapil) Sayung, Guntur supaya bersedia mengupayakan pembangunan untuk Jembatan Gendruwo.
Ia melanjutkan, dulu sudah pernah ada dinas terkait menggambar atau survei di lokasi tersebut. Namun justru jembatan desa lain yang dibangun.
"Orang Perkim (Permukiman) pernah ke jembatan itu, digambar atau disurvei dulu, tapi ya gak jadi malah dipindah di arah Tambakbulusan, selalu seperti itu," keluhnya.
Punya Keinginan Namai Jembatan Sesuai yang Memperbaiki
Haryanto menegaskan, dirinya punya keinginan bakal menamai jembatan itu sesuai sosok yang berhasil memugar dan membangunnya. Dia menyatakan, keputusan itu untuk mengenang jasa dan simbol perlawanan terhadap mitos penunggunya.
"Aku ki sampe ndue ugeman (Saya ini punya impian), misalkan jembatan itu jadi (dibangun), entah itu masa pemerintahan siapa, akan saya namakan di jembatan itu. Misalkan eranya bu Eisti, itu nanti saya kasih nama jembatan Eisti. Itu sebagai wujud apresiasi ini warga. Biar nanti dikenang," ujarnya.
"Nah gitu lo (yang mengalahkan penunggunya)," sambungnya.
(apu/sip)