Kisah Jembatan Gendruwo Demak, Tak Dipugar gegara Takut 'Penunggunya'

Kisah Jembatan Gendruwo Demak, Tak Dipugar gegara Takut 'Penunggunya'

Mochamad Saifudin - detikJateng
Minggu, 24 Des 2023 05:35 WIB
Jembatan Gendruwo di Desa Banjarsari, Kecamatan Sayung, Kabupaten Demak, Selasa (19/12/2023).
Jembatan Gendruwo di Desa Banjarsari, Kecamatan Sayung, Kabupaten Demak, Selasa (19/12/2023). (Foto: Mochamad Saifudin/detikJateng)
Demak -

Ada jembatan unik di Dukuh Dombo, Desa Banjarsari, Sayung, Demak. Jembatan Gendruwo namanya. Banyak cerita mistik tentang jembatan kayu yang mengular 35 meter tanpa pagar pembatas itu. Takut bakal mengganggu makhluk gaib penunggunya, jembatan yang didirikan sejak 1980-an itu belum tersentuh modernisasi.

Jembatan selebar tiga meter ini menjadi penghubung daratan dari sungai di area pertambakan Dukuh Dombo. Di sekelilingnya terdapat sungai dan pepohonan mangrove. Jembatan ini merupakan akses utama bagi warga dari tiga dukuh untuk menuju Balai Desa Banjarsari.

Kades Banjarsari, Haryanto mengatakan cerita mistik seputar jembatan Gendruwo itu begitu kuat. Konon, sering ada penampakan makhluk gaib di jembatan itu dan menyebabkan pengendara yang sedang melintas sampai terjatuh.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Di sini itu bahasanya, magisnya itu memang kuat, kenceng. Bahasanya temen-temen ulama, mungkin dari 5 kepala desa itu akhirnya sampai tidak berani membangun jembatan yang ada di situ, Jembatan Gendruwo," kata Haryanto saat ditemui di Balai Desa Banjarsari, Selasa (19/12/2023).

"(Jembatan Gendruwo) Itu tidak terjamah dan itu PR saya," sambung Haryanto yang baru menjabat kades sekitar setahun itu.

ADVERTISEMENT

Menurutnya, jembatan itu bernama Gendruwo lantaran ada cerita tentang mahluk halus penunggunya.

"Itu warga sendiri (yang memberi nama), karena mitosnya selalu ada barang gaib yang wujud besar di sungai jembatan itu, akhirnya orang menamai itu Jembatan Gendruwo," ujar Haryanto.

Akses Utama di Desa Banjarsari

Haryanto menjelaskan, jembatan itu merupakan akses utama di desanya. Karena lebarnya hanya tiga meter dan seluruhnya terbuat dari kayu, jembatan itu tak dapat dilalui truk pengangkut padas. Walhasil, truk harus memutar lewat jalan yang lebih jauh.

Jembatan Gendruwo di Desa Banjarsari, Kecamatan Sayung, Kabupaten Demak, Selasa (19/12/2023).Jembatan Gendruwo di Desa Banjarsari, Kecamatan Sayung, Kabupaten Demak, Selasa (19/12/2023). Foto: Mochamad Saifudin/detikJateng

"Itu akses utama, ketika (jembatan Gendruwo) ini tidak terbangun, Banjarsari mau tidak mau akan ketertinggalan. Karena kami tidak memiliki akses utama menuju balai desa," jelasnya.

Untuk diketahui, jembatan itu merupakan akses utama warga dari tiga dukuh untuk menuju Balai Desa Banjarsari. Tiga dukuh itu berada di sisi barat balai desa, yaitu Dombo, Karangsambung, dan Morjo. Total warga di tiga dukuh itu sekitar 1.700-an orang.

"Misalnya truk mau ke situ tidak bisa lewat, harus memutar ke jalan Pantura masuk melalui desa-desa tetangga. Biaya membangun di Banjarsari jadi membengkak dua kali lipat. Misalkan biaya padas di luar Rp 500 ribu, di sini sudah Rp 1 juta," ungkap Haryanto.

Haryanto mengatakan, jembatan Gendruwo yang berlantai kayu itu juga membuat sejumlah pengendara motor susah melintas. Pemotor dari arah berlawanan harus bergantian saat melintasi jembatan itu.

"Kalau bawa barang itu memang rada susah, karenanya sering pada tercebur. Karena dianggap mistis itu orang melihatnya pemerintah mau membangun itu seperti maju mundur," ucapnya.

Warga Perbaiki Jembatan Swadaya

Pemdes Banjarsari selama ini hanya memperbaiki jembatan tersebut secara tambal sulam. "Kita hanya tambal sulam akhirnya, misalkan bolong ditambal. Anggaran kita itu setiap tahun hanya tambal sulam saja, tambal kayu-kayu yang rusak," ujarnya.

"Di Desa Sidorejo itu yang jembatan glodak sudah bisa pakai jembatan yang beton itu, kenapa kita tidak bisa?" imbuh Haryanto.

Haryanto berkomitmen akan membangun jembatan Gendruwo untuk memajukan desanya. "Sudah sering kami sampaikan dan ajukan (ke dinas terkait) namun tidak direspons," ujarnya.

Menurut petani tambak di dekat Jembatan Gendruwo, Ali Khafid, di jembatan itu memang sering ada orang yang terjatuh lantaran permukaan lantai kayunya tidak rata.

"Kalau sering kecelakaan itu karena jembatannya itu tidak rata. Sering (orang jatuh), padahal siang. Itu kan bawa muatan, nggak seimbang akhirnya jatuh," ujar Khafid.

"Iya, saya itu pernah naikin orang bersama motornya, barangnya. Diangkat empat orang di sini," sambung warga Dukuh Dombo itu.




(dil/ams)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads