Jalan Desa Banjarsari, Kecamatan Sayung, Demak kini dipasangi penerangan listrik hybrid. Penerangan dengan energi terbarukan atau sumber energi yang tersedia oleh alam dan bisa dimanfaatkan secara terus-menerus itu membuat terang jalan desa yang relatif rawan saat malam hari.
Pemasangan titik lampu tersebut mulai dari Jembatan Glodak hingga Jembatan Gendruwo. Diketahui, jalan tersebut merupakan akses utama warga setempat.
Jalan tersebut berukuran lebar sekitar 4 meter dan melintasi 3 jembatan di sungai besar. Satu jembatan dekat tempat pemakaman umum, persawahan dan area pertambakan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kades Banjarsari, Haryanto mengatakan jalan yang relatif masih minim permukiman warga itu memang tidak ada lampu penerangan sejak dirinya kecil. Kemudian pihaknya berinisiatif untuk memasang penerangan pada area tersebut.
"Pemasangan listrik hybrid ini dilatarbelakangi oleh ketakutan-ketakutan warga di mana akses yang dilalui warga itu kan kalau malam sangat seram. Dari jembatan Glodak sampai dengan jembatan Gendruwo. Akhirnya kami menginisiasi kita butuh penerangan," ujar Haryanto saat ditemui di Balai Desa, Selasa (19/12/2023).
Ia menuturkan bahwa pihaknya memilih penerangan listrik dengan energi terbarukan lantaran lebih efisien dan ramah lingkungan. Anggaran tersebut dari dana desa sekitar Rp 85 juta.
"Dan penerangan itu kami memilih untuk hybrid, karena teknologi terbarukan karena lebih efektif, efesien, dan sangat ramah lingkungan. Kita punya komitmen untuk itu, akhirnya warga yang kerja shift malam itu dari keamanannya terjaga," terangnya.
"Tidak ada penerangan itu sejak dulu, sejak saya kecil. Setelah itu kami memikirkan wilayah wilayah rawan, lalu kita kasih penerangan. Anggaran desa sekitar Rp 85 juta," sambungnya.
![]() |
Lebih lanjut, Satria Pinandita mengatakan pembangkit tersebut bertenaga angin dan matahari. Ia menuturkan bahwa pembangkit tersebut untuk menyuplai energi 17 lampu di sepanjang 700 meter, dengan besar 700 watt per lampu.
"Alat ini menggunakan tenaga hybrid, yaitu angin dan matahari. Yang mana nanti angin memutarkan poros as, kemudian memutarkan generator, kemudian hasil listrik dari generator disimpan di baterai. Kemudian matahari juga sama, pada saat pagi sampai sore ada matahari, cahaya matahari dikonversi oleh panel surya kemudian disimpan di baterai," terangnya.
"Kemudian baterai tersebut untuk menyalakan penerangan lampu untuk jalan desa. Itu ada sensor otomatis yang menyala sendiri pada saat gelap gulita menjelang maghrib dan akan mati sendiri nanti saat matahari akan muncul," sambung Satria yang juga Dosen Teknik Elektro Bidang Konversi Energi Listrik USM itu.
Ia menuturkan bahwa pembangkit listrik di lokasi tersebut sangat efisien lantaran angin yang lebih banyak di lokasi dekat laut. Ia menyebut pembangkit itu mampu menyimpan daya 3600 watt/jam untuk menerangi sekitar 12 jam pada malam hari.
"Di sini memanfaatkan energi alam ya baik itu angin. Di sini kan dekat dengan laut, jadi cenderung anginnya lebih banyak. Kemudian mataharinya juga lebih banyak juga. Itu menjadi solusi untuk jadi penerangan ramah lingkungan jalan desa. Jadi tidak nyambung dengan PLN," terangnya.
Ia menuturkan bahwa secara biaya penerangan menggunakan energi terbarukan lebih murah lantaran menggunakan tenaga alam. Namun biaya awal cenderung lebih mahal.
"Karena membuat pembangkit listrik sendiri otomatis biaya di awal lebih mahal. Di sini kita pakai baterai litium, kurang lebih sekitar 5 sampai 8 tahun untuk mengganti baterai litiumnya," terangnya.
Ia menuturkan pembangkit listrik tersebut merupakan berdasarkan penelitian sebelumnya.
"Inovasi ini berasal dari penelitian sebelumnya yang ada di Semarang tentang kincir angin untuk energi di Pujasera energy, kemudian diduplikasi di Demak untuk hilirisasi ke penerangan jalan desa," terangnya.
(cln/ams)