Pemerintah Kota (Pemkot) Solo sudah bersiap melakukan penertiban hunian liar di kawasan Permakaman Tionghoa, Bong Mojo, Kecamatan Jebres. Sementara itu para warga hunian liar tersebut meminta kompensasi uang dari Pemkot Solo.
Salah satunya Tukit (55), penghuni Bong Mojo sejak 2020. Ia mengaku sudah mendapatkan pemberitahuan soal para penghuni Bong Mojo harus meninggalkan huniannya pada tanggal 31 Desember 2023. Dalam pemberitahuan tersebut, Tukit mengatakan tak disebutkan nominal kompensasi yang bakal mereka terima.
"Masa pemerintahan ndak ada kompensasi sama warga yang tidak punya semua, kalau punya ngapain di sini," kata Tukit saat ditemui detikJateng di tempat tinggalnya, Rabu (12/12/2023).
Menurutnya, Dinas Perumahan Kawasan Permukiman dan Pertanahan (Perkim) Kota Solo memang memberikan beberapa pilihan kompensasi seperti relokasi ke rusunawa hingga program tuku lemah oleh omah (beli tanah dapat rumah). Tapi bagi Tukit, pilihan itu masih memberatkan bagi para penghuni Bong Mojo.
"Kita minta nggak muluk-muluk. Umpamanya kasih lahan apa kompensasi uang, udah gitu kan. Kita buat beli lahan sendiri ndak masalah, yang penting bisa," ujarnya.
Jika harus direlokasi ke rusunawa, Tukit mengaku tak mampu membayar sewa tiap bulannya. Sedangkan untuk membeli tanah, ia juga mengaku tak mampu jika harus membeli tanah seharga Rp 150 juta dengan cara mencicil tiap bulan Rp 1,2 juta selama 10 tahun.
"Mau kredit motor aja cuma Rp 500 ribu kadang nggak mampu, apalagi itu Rp 1,2 juta, 10 tahun lagi. Terus terang nggak bisa, wah nggak kuat kalau suruh ngangsur 10 tahun di sana. Belum orangnya umurnya berapa," ucapnya.
Menurut Tukit, kompensasi berupa uang lebih masuk akal mengingat keseharian warga penghuni Bong Mojo hanya sebagai tukang rongsok atau badut jalanan.
"Kita kan orang nggak mampu, malah disuruh kredit, kan beban. Katanya kalau beli tanah mau dikasih plus bangunan sama bantuan material, daripada ngasih bantuan material dikasihkan saja (uangnya) ke warga," kata Tukit.
Hal senada disampaikan Nuryani (35) yang merasa sudah ikut merawat Bong Mojo sejak bermukim di sana. Ia menyatakan keberatan jika tiba-tiba disuruh pergi. Sebab, dia merasa sudah membersihkan kawasan Bong Mojo hingga bisa layak ditinggali.
"Kita sebagai warga kan juga keberatan lah, masalahnya kan dari awal babat alas ngeri. Ya memang tidak ada yang menyuruh (babat alas), tapi di sisi lain kan pemerintah juga harus mengerti," kata Nuryani saat ditemui detikJateng.
Menurut dia, para penghuni Bong Mojo adalah warga yang terpaksa lantaran kesulitan ekonomi. Mereka rela tinggal di tengah permakaman hanya untuk sekadar memiliki tempat singgah untuk tidur bersama anak-anaknya.
"Memang di sini warga benar-benar sangat minim, kalau nggak minim bisa cari kontrakan. Lah ini emang minim, sini kebanyakan mata pencariannya tukang rongsok sama badut," tuturnya.
Penghuni Bong Mojo yang lain, M Murad (47) juga memohon agar pemerintah bisa lebih mengerti kondisi mereka.
"Kami memohon kalau bisa dipikir dulu, karena memang betul-betul kami orang ndak punya. Kalau punya ndak mungkin di sini," kata Murad.
Penjelasan dari Dinas Perkim Solo di halaman selanjutnya.
(dil/ams)