Buluspesantren merupakan nama salah satu desa di Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah. Berikut kisah berdirinya desa yang diambil dari kata bulus dan pesantren.
Desa dengan nama unik ini terletak sekitar 14 km ke arah selatan dari Alun-alun Kebumen.
Berdasarkan cerita yang berkembang di masyarakat setempat, di kawasan itu dulunya terdapat tiga desa. Akhirnya tiga desa tersebut melebur jadi satu yang kemudian diberi nama Buluspesantren.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Zaman dulu, ada tiga desa yaitu Krajan, Karanganyar, Banjursari, itu berdiri sendiri-sendiri dengan kades masing-masing. Kemudian diadakan blengketan atau gabungan tiga desa tersebut jadi satu, terus pemilihan kepala desa. Yang jadi waktu itu mbah Mat Rasun, kades pertama. Zaman jauh sebelum kemerdekaan, ratusan tahun yang lalu," kata sesepuh desa setempat, Sunardi (64) saat ditemui detikJateng, Selasa (7/11/2023).
Saat tergabung jadi satu desa dan sudah ada kades terpilih, warga kemudian bermusyawarah untuk memberi nama desa baru tersebut. Akhirnya disepakati untuk memberi nama Buluspesantren.
Menurut Sunardi, nama tersebut diambil lantaran sebelumnya ada seorang ulama yang yang berasal dari Yaman bernama Syekh Muhammad Yusuf yang tinggal di desa itu. Bahkan hingga kini makam ulama itu masih ada.
![]() |
Ulama tersebut kemudian mendirikan pesantren untuk syiar Islam di desa itu. Diketahui, ternyata Syeh Muhammad Yusuf hobi memelihara bulus berwarna putih.
"Untuk mengenang jasa-jasa Mbah Yusuf akhirnya desa sini dinamakan Buluspesantren. Makamnya juga sampai sekarang masih ada. Sampai sekarang masih banyak yang berziarah ke situ," sambungnya.
Dikelilingi Tugu Bulus
Adapun hingga kini perbatasan desa itu terpasang tugu dengan patung bulus di atasnya. Ternyata ada cerita di balik pembuatan tugu tersebut.
Menurutnya, pada masa lalu terdapat perselisihan batas Desa Buluspesantren dengan desa sebelahnya yang bernama Desa Waluya. Sesepuh di dua desa itu lantas saling adu kesaktian.
"Sesepuh Desa Buluspesantren namanya Mbah Semawirya, untuk Desa Waluya namanya Mbah Kopek. Di situ terjadi perang tanding," paparnya.
![]() |
Dalam perang tanding itu, sesepuh dari Desa Buluspesantren menang. Meski demikian sesepuh dari Desa Waluya masih belum terima.
Mbah Semawirya yang berasal dari Desa Buluspesantren itu akhirnya menancapkan bambu di batas desa yang diyakininya. Dia mempersilakan lawannya memindahkan bambu itu sesukanya untuk menentukan batas wilayah.
Namun, ternyata perwakilan dari Desa Waluya itu tidak sanggup mencabut bambu yang ditancapkan itu.
Untuk lebih memperjelas batas wilayah dengan desa tetangga, kemudian dibuatlah tugu dengan patung bulus di atasnya. Hingga kini, perbatasan desa masih terus dijaga oleh sepasang patung bulus.
(ahr/rih)