Mahkamah Konstitusi mengabulkan gugatan mahasiswa yang memohon uji materi batas minimal calon presiden dan calon wakil presiden minimal 40 tahun kecuali berpengalaman jadi kepala daerah.
Kuasa hukum penggugat, Arif Sahudi mengklarifikasi ada dua mahasiswa yang mengajukan gugatan bersama-sama, yaitu Almas Tsaqibbirru mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Surakarta (Unsa) , dan Arkaan Wahyu mahasiswa Universitas Sebelas Maret (UNS).
"Kita mengajukan dua perkara, nomor 90 itu pemaknaan atas pasal. Yang kedua, (91) pasalnya bertentangan dengan hukum. Karena nomor 90 sudah dikabulkan, maka pasal yang diuji di nomor 91 tidak relevan. Seperti perkara nomor 92 tadi. Permohonan mahasiswa Unsa dan UNS berbeda, yang dikabulkan mahasiswa Unsa," kata Arif saat kepada awak media, Senin (16/10/2023).
Menurutnya, dalam persidangan tersebut memang ada beberapa gugatan sekaligus yang rata-rata mempersoalkan batas usia calon presiden dan calon wakil presiden.
Gugatan yang diajukan PSI dan Partai Garuda yang ditolak oleh majelis hakim MK menurutnya bertumpu pada perubahan usia capres dan cawapres yakni 35 tahun. Sementara, Partai Garuda dan kepala-kepala daerah dari Partai Gerindra memang tetap batas usia minimal 40 tahun, namun bukan sosok yang sedang atau pernah menjadi kepala daerah, melainkan penyelenggara negara.
"Poin pentingnya ya kami mengajukan batasan usia Capres dan Cawapres minimal 40 tahun, atau sosok yang sedang atau pernah menjabat sebagai kepala daerah dan dipilih langsung oleh rakyat. Itu poin krusialnya," ucapnya.
Dalil persamaan dalam hukum, usia muda, dewasa, harus sama seperti yang sudah senior. Dia mengatakan dalil-dalil di Undang-undang ada perbedaan. Sementara kematangan seseorang tidak bisa dilihat dari segi umur.
"Kenapa di Pilkada umur 21 tahun boleh, Pilgub 30 tahun, Pilpres 40 tahun. Padahal sama-sama dipilih rakyat. Maka kita ingin sama-sama dipilih rakyat, umurnya ya paling tidak ada konsistensi dalam pemilihan umum," kata dia.
Dengan dikabulkannya gugatan tersebut, panggung Capres-cawapres akan lebih kompetitif karena membuka peluang bagi anak muda untuk berkompetisi. Dia mengatakan, gugatannya tak spesifik untuk mendorong Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka maju di Pilpres, namun kepala daerah lainnya.
Dia berharap dengan dikabulkannya gugatan tersebut, menjadi momentum untuk pembaruan hukum, agar jadi legasi bersama. Selanjutnya, pihaknya menyerahkan kepada KPU untuk merubah PKPU.
"Bukan hanya Wali Kota Solo (Gibran), Mas Emil Elestianto Dardak (Wakil Gubernur Jatim), Mas Bupati Kendal (Dico M Ganinduto), dan Bupati Trenggalek (Mochamad Nur Arifin), siapapun yang masih muda kita kasih peluang. (Peluang Gibran) Pasti, tapi aturan berlaku umum, nasional. Bukan hanya Mas Gibran," pungkasnya.
(ahr/aku)