Jambore ke-25 Pramuka Dunia yang digelar di Korea Selatan berlangsung berantakan. Gelombang panas, angin topan, wabah COVID-19, dan tuduhan salah tata kelola menjadi penyebab kacaunya penyelenggaraan kegiatan pramuka muda dari seluruh dunia itu.
Panitia pun panen kritik hingga dianggap minim persiapan. Mengutip detikNews, Kamis (10/8/2023), sekitar 43.000 peserta, mayoritas berusia 14-18 tahun, berkumpul sejak 1 Agustus 2023 untuk mengikuti rangkaian acara selama 12 hari di pantai barat Korea Selatan.
Pada Senin (7/8), angin topan yang memicu badai tropis memaksa para panitia mengevakuasi seluruh peserta dari perkemahan Saemangeum, yang merupakan dataran luas tanpa pohon.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kontingen-kontingen dari berbagai negara kini dievakuasi ke berbagai wilayah di seantero negeri, termasuk yang berjarak ratusan kilometer utara dari Seoul.
Tidak terkecuali kontingen dari Indonesia sebanyak 1.569 anggota juga turut dievakuasi dari perkemahan Saemangeum ke Asrama Universitas Wonkwang, Provinsi Jeollabuk pada Selasa (8/8).
![]() |
Kesaksian Peserta dari Jateng
Salah seorang anggota kontingen asal Jawa Tengah, Fayyazza Faizora (16) mengaku antusias ketika terpilih untuk mewakili Indonesia ke Jambore Pramuka Dunia di Korea Selatan. Terlebih, ini merupakan kali pertama dia pergi ke luar negeri.
Tetapi dia terkejut dengan cuaca Korea Selatan yang sangat panas begitu dia tiba. Udara bahkan sudah mulai panas sejak pukul 07.00 dan 08.00 pagi.
"Jadi lebih baik jangan tempatkan diri di tenda. Udara di tenda enggak bisa keluar," kata Ayya dikutip dari Kompas.com.
Kondisi ini membuat para peserta akhirnya banyak yang memilih berteduh di atap tenda yang didirikan penyelenggara.
Tempat perkemahan yang sempat dilanda hujan deras sejak sebelum acara, membuat air hujan tergenang dan tanah becek.
"[Kami tiba saat] Tanahnya masih dalam keadaan basah. Jadi kami bawa koper ke sini itu berat di atas tanah yang basah," kata dia.
Ayya mengaku sempat khawatir apakah bisa bertahan dengan situasi di perkemahan. Bahkan ada juga peserta yang menangis dan minta pulang.
"Waktu hari pertama aku tinggal di tenda dengan banyaknya kekurangan, aku selalu mikir, emang aku bisa ya bertahan hidup di sini. Apalagi kami harus tinggal di sini sampai 14 hari," ujar dia.
Menurut Ayya, unitnya tidak kekurangan makanan karena masih bisa membeli ke minimarket yang disediakan penyelenggara. Namun lokasinya agak jauh dan mereka harus mengantre di bawah udara panas.
Temukan Makanan Mengandung Babi
Sayangnya, Ayya mengungkapkan kelompoknya menemukan makanan haram mengandung babi pemberian panitia. Padahal, kontingen Indonesia telah memesan makanan halal.
"Ada crackers. Kita iseng pakai Google Translate ternyata mengandung babi. Pagi ini, kok ada lagi. Semacam jeli gitu," katanya.
Namun dia mengatakan bahwa panitia penyelenggara terus berupaya membenahi segala kekurangan itu.
Persoalan yang meliputi jambore ini telah muncul jauh sebelum badai menerjang.
Selengkapnya baca di halaman selengkapnya....
Seminggu sebelum acara, hujan deras membuat area perkemahan becek dan menjadi sarang nyamuk.
Ketika acara dimulai beberapa hari kemudian, gelombang panas menerjang dengan suhu mencapai 35C.
Sebanyak 400 kasus kelelahan akibat suhu panas dilaporkan pada malam pertama. Banyak yang harus dirawat di rumah sakit darurat. Wabah COVID-19 juga menginfeksi sekitar 70 peserta.
Sementara itu, Wakil Kepala Kwartir Nasional (Kwarnas), Berthold Sinaulan, menyebut seluruh kontingen dalam keadaan baik.
"Saat ini, seluruh anggota kontingen Indonesia sudah aman di tempat penampungan," ujar Berthold dikutip dari Kompas.com.
Kegiatan Jambore, kata dia, tetap dilanjutkan dengan kunjungan wisata ke berbagai tempat. Penutupan akan digelar pada 11 Agustus 2023.
"Kontingen Indonesia akan meninggalkan Korea Selatan untuk kembali ke Tanah Air, sesuai jadwal penerbangan masing-masing, yaitu pada 12,13, dan 14 Agustus 2023," katanya.