Warga Kelurahan Jabungan Semarang, khususnya di RW 3, terbiasa mengambil air dari Masjid Al Hidayah di wilayah RT 3 karena air di rumah mereka tak layak dikonsumsi. Kepala Dinas Kesehatan Kota Semarang Abdul Hakam mengonfirmasi hal itu.
Hakam menyebut ada air dari dua sumber berbeda yang telah dicek di laboratorium dan tidak direkomendasikan untuk dikonsumsi, termasuk sumber air dari Program Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Berbasis Masyarakat (Pamsimas) di RW 3 Kelurahan Jabungan.
"Itu yang diperiksa sama teman-teman Puskesmas (Padangsari). Sumber yang dibuat oleh Pamsimas itu kan dari fisiknya kekeruhannya melebihi batas dan ada kandungan mangannya yang melebihi batas normal," kata Hakam saat dimintai konfirmasi, Jumat (30/6/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kita sampaikan kepada kelurahan yang menggunakan sumber air itu untuk tidak digunakan, karena keruh dari fisiknya. Kemudian dari mikrobiologi bakterinya juga positif, akhirnya tidak dipakai," jelasnya.
Kemudian, sumber kedua adalah mata air yang dicek pada 15 Juni lalu. Hasilnya sama, airnya tidak direkomendasikan untuk dikonsumsi.
"Kemarin nyampling yang di sendang itu. Hasil sampling kita ternyata tidak kita rekomendasikan, hasilnya juga sudah kita sampaikan sama Pak Lurah," ujar Hakam.
Hakam menyebut hal itu sudah dibahas dalam koordinasi lintas sektor. Warga diminta beralih ke sumber lain untuk keperluan air baku atau air untuk dikonsumsi.
"Sudah kita sampaikan sama kecamatan dan kelurahan, jadi waktu air dicek tidak memenuhi syarat itu ya. Apalagi kalau fisiknya sudah berubah, mengandung bahan kimia yang juga berbahaya. Ya paling tidak harus dialihkan," jelasnya.
Berdasar informasi dari Puskesmas Padangsari, Hakam mengatakan warga di sana tak lagi menggunakan air dari sumber tersebut. Pihak Pemkot juga tengah berupaya mengalirkan air dari pegunungan untuk warga.
"Maka kemarin Pemkot mengupayakan, akhirnya sekarang yang dipakai sumber dari pengunungan, jadi tidak dari dua tempat tadi," lanjutnya.
Hakam menerangkan dampak kesehatan bila mengonsumsi air dari dua sumber tersebut secara berkelanjutan.
"Mangan itu kalau disampling kemudian hasilnya tinggi, kemudian nanti seandainya masyarakat tidak tahu dan pemerintah juga tidak melakukan pengawasan mungkin akan mengakibatkan penyakit jantung koroner kardiovaskuler. Kalau mangan larinya ke kardiovskuler. Otot-ototnya jadi istilahnya hipertonus, kenceng kaya tremor. Kalau nitrit itu mungkin bisa ke arah ginjal, jadi beda-beda," terangnya.
Selengkapnya di halaman selanjutnya.
Ketua RW 3 Jabungan, Karyito mengatakan pengecekan air pertama kali dilakukan olehnya yang saat itu curiga melihat panci untuk merebus airnya berkerak. Dulu dia merebus air untuk memandikan anaknya yang masih kecil. Kini anaknya sudah berusia 19 tahun.
"Kayaknya sudah tahun 2000, kalau dulu malah ke kali (sungai) ngambilnya. Kali itu kalau kemarau gini bikin galian di pinggir-pinggir. Nggak tahu itu layak konsumsi atau enggak tapi ngambilnya itu," ujar Karyito saat ditemui di rumahnya, Senin (26/6).
Untuk diketahui, Kelurahan Jabungan tak dilalui saluran air milik PAM atau PDAM. Air warga didapat dari sumur atau Pamsimas yang juga mengambil air tanah.
Namun, belakangan ini ada sebagian warga termasuk Karyitno yang menyalurkan air pegunungan yang dinilai aman ke rumahnya.
"PAM, PDAM nggak ada sampai sini, seandainya ada pun kan mahal. Jadi mungkin warga enggak begitu minat karena mahal," ujar Karyito.
Simak Video "Video: Embun Es di Jawa, Fenomena Langka di Dataran Tinggi Dieng"
[Gambas:Video 20detik]
(dil/dil)