Saat puncak pelaksanaan haji yaitu tanggal 9-13 Dzulhijjah, jemaah haji dari seluruh penjuru dunia akan berkumpul pada satu waktu dan satu tempat yang sama yaitu Arafah, Muzdalifah, dan Mina untuk melaksanakan lempar jumrah. Lempar jumrah adalah hal yang wajib, kira-kira bagaimana sejarah lempar jumrah? Simak penjelasan berikut.
Dikutip dari laman resmi NU dan buku berjudul 'Belajar Manasik Haji' karya Ruhy Sholeh, Dedi Fadilah serta 'Haji dan Umroh yang Nikmat' (2012) karya Trinil Susilawati, berikut ini informasi mengenai sejarah lempar jumrah dalam ibadah haji lengkap dengan waktu dan hukum membadalkannya.
Sejarah Lempar Jumrah
Kata Jamarat adalah bentuk jamak dari kata Jumrah yang secara bahasa diartikan sebagai kumpulan batu-batu kecil, kemudian kata ini akhirnya menjadi nama lokasi yang dilempari batu kerikil oleh para jemaah haji saat mereka berada di Mina.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam suatu Riwayat, Nabi Ibrahim bermimpi diperintahkan oleh Allah untuk menyembelih Ismail anaknya. Mulailah Nabi Ibrahim melaksanakan perintah tersebut. Tiba-tiba, pada saat menyembelih Ismail, di pertengahan jalan setan datang menggoda Ibrahim untuk tidak melaksanakan perintah Allah tersebut.
Akan tetapi, karena iman Nabi Ibrahim sangat kuat, Nabi Ibrahim kemudian melempari setan itu dengan tujuh batu kerikil di Jumrah 'Aqabah yang letaknya paling dekat dengan Ka'bah.
Lalu setan tersebut datang lagi untuk menggoda di Jumrah Wustha. Kali ini Nabi Ibrahim kembali melempari batu kerikil kepada setan itu. Dan terakhir setan itu datang di Jumrah Sughra. Nabi Ibrahim pun mengusirnya kembali dengan tujuh lemparan kerikil kepada Akhirnya, setan itu tidak kembali lagi. Mulailah Nabi Ibrahim untuk menyembelih Ismail. Akhirnya Allah pun menggantinya dengan seekor domba. Nabi Ibrahim dan Ismail lulus dari ujian Allah dan godaan setan.
Waktu Melempar Jumrah
1. Jumrah 'Aqabah
Pada 10 Dzulhijjah, jemaah haji melempar Jumrah 'Aqabah sebanyak tujuh kali dengan batu kerikil sebesar kelereng. Waktu yang baik untuk mengamalkan lempar jumrah ini adalah pada waktu dhuha, sekitar pukul delapan sampai sepuluh.
Adapun lafaz yang bisa dibaca saat melempar jumrah.
Ψ§ΩΩΩΩΩΩ Ψ£ΩΩΩΨ¨ΩΨ±ΩΨ Ψ§ΩΩΩΩΩΩ Ψ£ΩΩΩΨ¨ΩΨ±ΩΨ Ψ§ΩΩΩΩΩΩ Ψ£ΩΩΩΨ¨ΩΨ±Ω ΩΩΨ¨ΩΩΨ±ΩΨ§
Bacaan latin: Allahu akbar, allahu akbar, allahu akbar kabiira
Artinya: "Allah Maha Besar, Allah Maha Besar, Allah Maha Besar dengan sebesar besar-Nya."
Selain takbir, ada juga bacaan tambahan yakni mengucapkan:
Ψ§ΩΩΩΩΩΩ ΩΩ Ψ§Ψ¬ΩΨΉΩΩΩ ΨΩΨ¬ΩΩ Ω ΩΨ¨ΩΨ±ΩΩΨ±ΩΨ§
Bacaan latin: Allahummaj'al hajjana hajjan mabruura
Artinya: "Ya Allah, jadikanlah haji yang mabrur."
2. Jumrah Sughra, Wustha, dan 'Aqabah
Jumrah Sughra (Ula), jumrah Wustha, dan jumrah 'Aqabah (Kubra) dilakukan pada hari tasyrik (11, 12, dan 13 Dzulhijjah) secara berurutan.
- Pada 11 Dzulhijjah, setelah sholat Dzuhur kita melempar jumrah Ula, jumrah Wustha, dan Jumrah Kubra. Masing-masing tujuh batu kerikil.
- Pada 12 Dzulhijjah, setelah sholat Dzuhur kita juga melakukan lempar jumrah Ula, jumrah Wustha, dan jumrah Kubro. Apabila kita sempat kembali ke Mekkah sebelum Maghrib, maka itu dianjurkan. Ini disebut dengan nafar awwal.
- Pada 13 Dzulhijjah, setelah sholat Dzuhur kita juga melakukan lempar jumrah Ula, jumrah Wustha, dan jumrah Kubra. Setelah selesai melakukan lempar jumrah ini, kita kembali ke Mekkah. Inilah yang disebut dengan nafar tsani.
Jarak antara jumrah Aqabah dengan jumrah Wustha adalah 117 meter dan antara jumrah Wustha dengan Jumrah Ula adalah 156 meter. Amalan jumrah ini merupakan bentuk bakti dan ketundukan hamba kepada perintah Tuhannya, sesuai dengan apa yang dicontohkan Rasulullah SAW.
Hukum Membadalkan Lempar Jumrah
Melempar atau melontar jumrah merupakan salah satu hal wajib dalam pelaksanaan ibadah haji yang harus dilakukan jemaah. Melempar jumrah dilakukan dengan tujuh batu.
Bagi jemaah yang terkendala untuk melakukan lontar jumrah karena faktor sakit, halangan karena masalah hukum, lemah karena faktor usia, karena kepadatan jemaah haji, antrean panjang yang menyulitkan, atau karena uzur lainnya, dapat membadalkan lontar jumrahnya kepada jemaah haji yang mampu. Membadalkan memiliki arti menggantikan seseorang untuk berangkat ibadah haji karena orang yang tidak bisa berangkat itu mengalami suatu halangan.
Pembadalan lempar jumrah diperbolehkan dalam fiqih. Pembadalan lempar jumrah tidak mewajibkan jemaah haji lansia atau risti untuk membayar dam karena lontar jumrahnya tetap sah. Hanya saja, badal lempar jumrah disyaratkan agar melempar jumrah untuk dirinya terlebih dahulu.
Ψ₯Ψ°Ψ§ ΨΉΨ¬Ψ² ΨΉΩ Ψ§ΩΨ±Ω
Ω Ψ¨ΩΩΨ³Ω Ψ₯Ω
Ψ§ ΩΩ
Ψ±ΨΆ Ψ£Ω ΨΨ¨Ψ³ Ψ£Ω ΨΉΨ°Ψ± ΩΩ Ψ£Ω ΩΨ³ΨͺΩΩΨ¨ Ω
Ω ΩΨ±Ω
Ω ΨΉΩΩ ΩΩΩ ΩΨ§ ΩΨ΅Ψ Ψ±Ω
Ω Ψ§ΩΩΨ§Ψ¦Ψ¨ ΨΉΩ Ψ§ΩΩ
Ψ³ΨͺΩΩΨ¨ Ψ₯ΩΨ§ Ψ¨ΨΉΨ― Ψ±Ω
Ω Ψ§ΩΩΨ§Ψ¦Ψ¨ ΨΉΩ ΩΩΨ³Ω
Artinya : "Bila seseorang tidak sanggup melontar sendiri karena sakit, tertahan, atau uzur, maka ia boleh meminta orang lain membadalkannya untuk melontar. Tetapi lontaran orang yang membadalkannya tidak sah kecuali setelah ia melontar untuk dirinya sendiri," (Taqiyuddin Al-Hishni, Kifayatul Akhyar, [Beirut, Darul Fikr: 1994 M/1414 H], juz I, halaman 182).
Kesimpulannya bahwa jemaah haji risti (risiko tinggi), jemaah haji lansia, atau jemaah haji yang keletihan, tidak perlu memaksakan diri untuk melempar jumrah sendiri. Dia dapat meminta tolong jemaah lain yang lebih mampu secara fisik untuk membadalkan lempar jumrahnya.
Nah, itulah informasi sejarah lempar jumrah ibadah haji. Semoga bermanfaat, Lur!
Artikel ini ditulis oleh Agustin Tri Wardani peserta Program Magang Bersertifikat Kampus Merdeka di detikcom
(apl/apl)