Mengenal Tamansiswa, Organisasi Pendidikan Besutan Ki Hajar Dewantara

Mengenal Tamansiswa, Organisasi Pendidikan Besutan Ki Hajar Dewantara

Noris Roby Setiyawan - detikJateng
Senin, 05 Jun 2023 15:08 WIB
Kondisi Jalan Taman Siswa (Tamsis), Kemantren Mergangsan, Kota Jogja, Senin (9/6/2023) pagi setelah menjadi lokasi tawuran massa pada Minggu (4/6) malam.
Mengenal Tamansiswa, organisasi pendidikan besutan Ki Hajar Dewantara. Foto: Pradito Rida Pertana/detikJateng.
Solo -

Tamansiswa adalah organisasi yang bergerak di sektor pendidikan di Indonesia. Organisasi ini didirikan oleh Ki Hajar Dewantara pada tanggal 3 Juli 1922 di Jogja.

Ki Hajar Dewantara adalah pahlawan nasional yang memiliki peran besar bagi pendidikan Indonesia. Jasanya di bidang pendidikan, membuatnya diberi gelar Bapak Pendidikan Indonesia.

Berikut ini penjelasan singkat mengenai Tamansiswa, organisasi pendidikan besutan Ki Hajar Dewantara, dikutip detikJateng dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, Taman Siswa Pusat, dan SMK Tamansiswa Mojokerto dalam laman resminya, Senin (5/6/2023).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Latar Belakang Berdirinya Tamansiswa

Pendidikan di Indonesia pada waktu itu adalah sesuatu yang sangat mahal karena tidak semua orang memiliki kesempatan untuk dapat mengenyam pendidikan dengan layak. Pendidikan kala itu hanya ditujukan bagi keturunan Belanda dan kaum bangsawan saja sementara kaum pribumi atau rakyat tidak diperbolehkan untuk memperoleh pendidikan formal.

Melihat kondisi yang demikian membuat Ki Hajar Dewantara merasa resah dan terus berpikir bagaimana caranya supaya pendidikan yang layak dapat diakses oleh seluruh rakyat Indonesia. Karena menurut Ki Hajar Dewantara pendidikan adalah alat untuk melakukan mobilisasi politik dan sekaligus cara untuk mensejahterakan umat. Melalui pendidikan maka akan menghasilkan kepemimpinan anak bangsa yang akan memimpin rakyat dan mengajak memperoleh pendidikan yang merata untuk rakyat Indonesia.

ADVERTISEMENT

Sejarah Berdirinya Tamansiswa

Pendidikan Tamansiswa pada mulanya terbentuk ketika Ki Hajar Dewantara, Douwes Dekker, dan Cipto Mangunkusumo diasingkan oleh Belanda. Pengasingan tersebut lantaran ketiganya aktif melakukan gerakan penolakan terhadap rencana -perayaan 100 tahun kemerdekaan Belanda dan Prancis. Meskipun, diasingkan ketiganya tetap aktif dalam forum dan kegiatan Indonesia di Belanda bahkan Ki Hajar Dewantara memperoleh penghargaan Europeesche Akte.

Hingga pada tahun 1918 Ki Hajar Dewantara kembali ke Indonesia dan aktif mengikuti perkumpulan kepemudaan salah satunya kelompok sarasehan 'Selasa Kliwonan' yang dipimpin oleh Pangeran Suryomentaram. Melalui perkumpulan tersebut Ki Hajar Dewantara ditugaskan untuk memimpin pelaksanaan pendidikan anak-anak.

Ki Hajar Dewantara berencana untuk melakukan perubahan terhadap sistem pengajaran yang telah diterapkan oleh kolonial, yaitu sistem pendidikan 'perintah dan sanksi (hukuman)' ke pendidikan pamong. Pendidikan kolonial didasarkan pada diskriminasi rasial yang di dalamnya terdapat pemahaman kepada anak-anak pribumi yang mengalami penderitaan karena inferioritas. Kondisi seperti itu harus diubah, meski pemerintah Belanda menggunakan istilah santun 'mengadabkan' pribumi, akan tetapi dalam penerapannya masih tidak manusiawi.

Dengan melihat kondisi yang sedemikian rupa, maka Ki Hajar Dewantara memerlukan suatu wadah yang akan digunakan untuk melakukan perubahan terhadap sistem pendidikan yang ada yakni dengan membentuk 'Nationaal Onderwijs Tamansiswa' dan didirikan untuk pertama kali di Jogja pada tanggal 3 Juli 1922.

Melalui Tamansiswa ini Ki Hajar Dewantara berencana untuk menerapkan konsep pendidikan yang humanis, kerakyatan, dan kebangsaan sehingga akan mengarahkan kepada politik kebebasan atau kemerdekaan.

Perkembangan Tamansiswa

Keberadaan Tamansiswa terus mengalami perkembangan yang sangat signifikan karena sifatnya yang merakyat bahkan pada tahun 1922-1930. Taman Siswa berhasil memiliki semua jenjang pendidikan mulai dari Taman Indria (Taman kanak-kanak), Taman Muda (Sekolah dasar), Taman dewasa (SMP), Taman Madya (SMA), dan Taman Guru (Sarjana wiyata). Selain itu, Taman Siswa juga berhasil membuka 30 cabang di wilayah lain mulai dari Aceh hingga Indonesia Timur dan berpusat di Jogja.

Konsep Pendidikan Tamansiswa

Selama menjalani masa pengasingan, Ki Hajar Dewantara berupaya untuk merumuskan konsep pendidikan dengan memadukan model-model pendidikan dari berbagai wilayah di dunia seperti di Italia dan India. Dengan mengadaptasi konsep tersebut akhirnya Ki Hajar Dewantara berhasil merumuskan istilah-istilah berikut ini yang masih bertahan dan digunakan dalam dunia pendidikan di Indonesia.

1. Ing Ngarsa Sung Tulada ( di depan memberikan contoh)

2. Ing Madya Mangun Karsa (di tengah membangun cita-cita)

3. Tut Wuri Handayani (mengikuti dan mendukung)

Pelarangan Tamansiswa

Dengan melihat kondisi perkembangan yang sangat pesat, Tamansiswa membuat pemerintah Belanda mengalami kepanikan yang bukan main karena Tamansiswa mengajarkan semangat juang nasionalisme kepada para siswanya. Karena khawatir, akhirnya pada tahun 1932 Belanda mengeluarkan UU Sekolah Liar (Wilde Scholen Ordonantie) dengan UU tersebut maka Tamansiswa harus bubar karena tidak didirikan oleh pemerintah Belanda.

Hadirnya UU tersebut memicu perlawanan yang dilakukan oleh pribumi terhadap Belanda karena dinilai sangat merugikan. Kemudian mereka berdiri di belakang Tamansiswa untuk turut memperjuangkan keberadaan Tamansiswa. Akhirnya pada tahun 1932 pemerintah Belanda mencabut aturan tersebut dan Tamansiswa dapat kembali berkiprah di dunia pendidikan Indonesia.

Artikel ini ditulis oleh Noris Roby Setiyawan peserta Program Magang Bersertifikat Kampus Merdeka di detikcom




(apl/ahr)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads