Perkumpulan Boen Hian Tong menggelar peringatan Tragedi Mei 1998. Acara digelar di depan sinci aktivis 1998, Ita Martadinata yang ada di gedung Rasa Dharma, pecinan Kota Semarang.
Acara dimulai dengan pemakaian pita hitam di tangan kiri. Kemudian sembahyang dengan meletakkan dupa yang ada di depan gedung Rasa Dharma. Kemudian peserta masuk ruang sembahyang yang terdapat altar tempat sinci-sinci diletakkan. Di ruangan itu ada sejumlah sinci leluhur termasuk ada sinci Gus Dur dan Ita Martadinata. Peserta kemudian sembahyang di sana sembari meletakkan bunga melati di samping sinci Ita Martadinata.
Kemudian di depan ruang sembahyang sudah ada meja dengan bahan-bahan makanan antara lain pare dan bunga kecombrang. Makanan yang dibuat adalah rujak pare sambel kecombrang. Orang-orang yang ada di sana juga dipersilakan mencicip makanan tersebut. Seperti yang dibayangkan, rasanya pahit dan pedas.
"Kenapa pare, itu melambangkan sejarah pahit. Jadi pahit pedas kita ikut nangis kan, melambangkan kepedihan kekerasan dan ketakutan yang dialami orang Tionghoa saat tragedi 98. Dan perempuan Tionghoa disimbolkan dengan bunga kecombrang. Ini ingatkan kepada kita pernah terjadi (tragedi) dan konteksnya jangan sampai terjadi lagi," kata ketua panitia, Jose Krisna, Minggu (21/5/2023).
Selain rujak pare sambal kecombrang, ada juga Nasi Bunga Telang dengan berbagai lauk. Saat akan disajikan, nasi berwarna biru beserta lauknya itu diulen jadi satu sehingga bercampur rata.
"Nasi bunga telang ada lauk empal, telur ada sambel goreng ati dan sebagainya. Untuk mewakili Indonesia ada dari berbagai suku, ras, agama. Saat makan dicampur jadi satu tanpa kehilangan identitas masing-masing, kita itu sudah campur," jelasnya.
Dalam acara tersebut juga ada sesi sharing dari korban kekerasan rumah tangga hingga keluarga dari korban Bom Bali. Ketua perkumpulan Boen Hian Tong, Haryanto Halim mengatakan korban dari Tragedi 1998 tidak dihadirkan karena masih sulit menghilangkan trauma.
"Trauma, saya tidak akan salahkan korban yang tidak mau bersuara. Saya hanya memotivasi untuk berani bicara," ujar Haryanto.
Selengkapnya di halaman selanjutnya.
(rih/rih)