Kamis, 21 Mei 1998 merupakan hari penting dalam sejarah Indonesia, Presiden kedua RI, Soeharto lengser dari jabatannya sebagai Presiden setelah berkuasa selama 32 tahun. Peritiwa tersebut juga menandai dimulainya era Reformasi menggantikan Orde Lama.
Sebelum hari itu, banyak gejolak terjadi hampir di seluruh Indonesia. Demonstrasi, penjarahan, serta kerusuhan merajalela di hari-hari sebelum Soeharto lengser. Hingga puncaknya, para mahasiswa dari berbagai daerah berhasil menduduki gedung DPR/MPR RI, Jakarta.
Di Jogja sendiri, ada sebuah peristiwa yang lekat kaitannya dengan dimulainya era Reformasi, yakni Pisowanan Ageng. Peristiwa tersebut terjadi pada 20 Mei 1998 di Alun-alun Utara Keraton Yogyakarta.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Massa yang didominasi mahasiswa dari seluruh Jogja dan tidak diketahui jumlah pastinya karena saking banyaknya, berkumpul di Alun-alun Utara untuk mendengarkan Maklumat dari sang Raja Keraton Yogyakarta serta Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono X.
"Alun-alun Utara jogja itu nggak cukup, masa itu meluber sampai ke jalan Malioboro, sampai jalan depan kantor pos besar yang titik nol itu. Kemudian ke daerah Masjid Gedhe Kauman. Jadi meluber begitu," ujar Sejarawan yang juga Dosen Sejarah UGM, Agus Suwignyo saat dihubungi wartawan, Jumat (19/5/2023).
"Yang saya lihat sebagian besar memang warga kampus tetapi dengan jumlah yang sekian banyak tidak menutup kemungkinan pasti ada kelompok-kelompok masyarakat yang ikut, para seniman misalnya," lanjutnya.
Agus mengalami betul peristiwa Pisowanan Ageng tersebut. Ia yang pada saat itu baru saja lulus sarjana dan menjadi Asisten dosen menceritakan peristiwa tersebut berlangsung sangat aman dan damai.
"Polisi tetap ada di jalan raya itu tapi mereka tidak mengambil tindakan keras, hanya memantau. Dan saya ingat ada seorang teman berteriak 'kita buktikan bahwa kita bisa aksi damai tanpa tekanan dari militer atau aparat', gitu," jelasnya.
Silverio R L Aji Sampurno, Dosen Sejarah Universitas Sanata Dharma Jogja menggambarkan betapa banyaknya massa mahasiswa saat peristiwa tersebut.
Rio yang pada saat itu sedang menjalani studi lanjut, diminta Pembantu Rektor III menemani mahasiswa berkumpul di Alun-alun Utara. Ia berangkat pagi hari bersama dengan aliansi mahasiswa dari kampus lain.
"Kita tuh berangkatnya sekitar jam 9 (pagi), jadi sampai di Keraton itu, di Alun-alun utara khususnya itu, sekitar jam 12 (siang) lah. Karna kan jalannya juga pelan ya," jelas Rio saat dihubungi wartawan, Jumat (19/5/2023).
"Banyak banget, nggak bisa kehitung. Waktu itu kan aku di belakang kan, yang di barisan belakang itu, kalau kita ngitungnya berbanjar itu, di satu barisan itu ada lima banjar lah ya, dan itu sampai, misalnya bayanginnya itu, dari pertigaan makam Bathesda itu, yang paling depan itu kira-kira sampai Syantikara. Ini yang dari blok Atmajaya, Sanata Dharma, dan UIN. UIN gabungnya kesitu. Sama UNY," tambahnya.
Isi Maklumat Sultan Jogja di halaman selanjutnya
Maklumat Sultan
Setibanya massa ke Alun-alun Utara, sudah ada panggung yang terpasang. Agus mengatakan sebelum Sultan membacakan Maklumat, Rektor UGM pada saat itu Prof Ichlasul Amal juga berpidato.
Sultan membacakan Maklumat didampingi Wakil Gubernur KGPAA Paku Alam VIII. Ada beberapa poin dalam Maklumat Sultan hari itu.
"Sependek yang saya tahu ada dua hal penting, satu Sultan menekankan bahwa reformasi Indonesia, pembaharuan masyarakat baru Indonesia segera lahir, dan kita harus siap menyongsong itu," terang Agus.
"Yang kedua Sultan menekankan juga agar masyarakat Jogja menjaga kerukunan, perdamaian, dan ketertiban. Pokoknya menjaga masyarakat Jogja tetap rukun aman gitu ya, jangan sampai ada kerusuhan," lanjutnya.
Benar saja, acara hari itu berjalan amat damai dari awal hingga massa membubarkan diri. "Tidak ada laporan kerusuhan di hari itu," tambah Agus.
Sementara itu, Rio menambahkan, acara tersebut hanya berlangsung sebentar, tak sampai satu jam kata Rio. Setelahnya, ada pertunjukan dari para seniman dan nyanyian dari mahasiswa yang juga mengiringi bubarnya massa.
Tak ada toko yang buka di hari itu. Di sepanjang jalan pulang, Rio mengatakan para warga di depan rumahnya menyediakan sekadar minum dan makanan ringan gratis untuk massa mahasiswa.
"Aku waktu itu dapat teh. Jadi masyarakat juga menyediakan minum, teh gitu, juga kue ya. Aku waktu itu ngambil teh aja," ungkap Rio.
"Kayak orang yang jualan takjil, mereka pakai meja, ada yang pakai meja beberapa, ada yang cuma ditenteng dari depan rumahnya. Jadi memang ada kesadaran sendiri dari mereka juga. Mungkin mereka juga ikut bersimpati," tutupnya.
Simak Video "Video detikJateng-Jogja Awards: Anugerah Inovasi Program Pembangunan Terpuji"
[Gambas:Video 20detik]
(ahr/ahr)