Hoeri, Pejuang Terakhir Pertempuran Lima Hari di Semarang Berpulang

Hoeri, Pejuang Terakhir Pertempuran Lima Hari di Semarang Berpulang

Angling Adhitya Purbaya - detikJateng
Sabtu, 06 Mei 2023 16:11 WIB
Hoeri Prasetyo, pelaku sejarah Pertempuran Lima Hari di Semarang semasa hidup.
Hoeri Prasetyo, pelaku sejarah Pertempuran Lima Hari di Semarang semasa hidup. Foto: Angling Adhitya Purbaya/detikJateng.
Semarang -

Hoeri Prasetyo, pelaku sejarah Pertempuran Lima Hari di Semarang telah berpulang. Dia menjadi yang terakhir sebagai saksi hidup dan pelaku pertempuran yang terjadi 15-19 Oktober 1945 itu.

Hoeri wafat hari Jumat (5/5) kemarin pukul 09.25 WIB di tempat tinggalnya, Solo. Hari ini pria yang wafat di usia 95 tahun itu dikebumikan di Taman Makan Pahlawan Giri Tunggal Semarang.

"Pak Hoeri ini jadi yang terakhir di Paguyuban Pelaku Pertempuran Lima Hari di Semarang (PPPLS). Menjadi satu-satunya setelah pak Jus'an (pelaku pertempuran lima hari) meninggal sekitar setahun lalu," kata staf PPPLS, Tri Budiyati di TMP Giri Tunggal, Sabtu (6/5/2023).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Waktu didirikan tahun 1997, PPPLS ada 375 anggota, sekarang sudah habis," imbuhnya.

Pemakaman Hoeri di TMP Giri Tunggal Semarang, Sabtu (6/5/2023).Pemakaman Hoeri di TMP Giri Tunggal Semarang, Sabtu (6/5/2023). Foto: Angling Adhitya Purbaya/detikJateng

ADVERTISEMENT

Hoeri dimakamkan secara militer lengkap dengan tembakan Salvo. Ia bisa ditempatkan di TMP karena tercatat sebagai Pejuang Kemerdekaan Republik Indonesia (PKRI). Meski tidak meneruskan karir di militer, jasa dan perjuangan Hoeri tetap diapresiasi.

Anak Hoeri, Soeharyanto menjelaskan ayahnya beberapa kali berkisah soal perjuangan dan kondisi saat perang. Hoeri awalnya dari AngakatanMuda Pati yang kemudian berjuang di Semarang.

"Bapak itu anak buahnya Pak Moenadi yang pernah jadi Gubernur Jateng itu. Jadi Pak Moenadi itu komandannya. Bapak cerita perjalanan dia ke Semarang," ujar Soeharyanto.

Hoeri dikenal keluarga sebagai sosok yang ramah, tegas, dan kreatif. Bahkan di usia senjanya masih sering beraktivitas serta kondisi tubuh cukup sehat. Namun akhir-akhir ini memang kondisinya mulai menurun.

"Meninggalnya di rumah. Bapak beberapa waktu lalu sempat cek kesehatan, hasilnya bagus semua," ujar Soeharyanto.

Pemakaman Hoeri di TMP Giri Tunggal Semarang, Sabtu (6/5/2023).Pemakaman Hoeri di TMP Giri Tunggal Semarang, Sabtu (6/5/2023). Foto: Angling Adhitya Purbaya/detikJateng

Hoeri dan Katana di Pertempuran Lima Hari di Semarang.

detikJateng pernah bertemu dengan Hoeri semasa hidupnya ketika masih tinggal di Tegalsari Barat gang III Semarang. Ketika pertempuran lima hari berlangsung, Hoeri masih berusia 19 tahun.

Dia berjuang bersama mantan tentara sukarela Pembela Tanah Air (Peta) bernama Sayuto. Kala itu tentara Jepang yang masih berada di tanah air enggan menyerahkan senjata pasca-Indonesia memproklamasikan kemerdekaan. Saat itu terjadi konflik yang memantik amarah para pemuda.

"Kita kemropok (marah), jadi ayo diusir saja. 10 Oktober berunding di RRI, saya datang. Rembugan mau menyerang Jepang," kata Hoeri saat ditemui detikJateng kala itu.

Dalam kemelut berdarah, Hoeri menyelamatkan Sayuto yang disiksa tentara Jepang dan tergeletak di antara jenazah warga yang tewas di sekitar Lawang Sewu. Saat itulah Sayuto dan Hoeri cukup dekat.

Mereka membalas perbuatan tentara Jepang dengan mengambil senjata mereka berupa Katana (pedang samurai) militer atau Gunto. Hoeri yang mengambil senjata dan membawanya dan ketika Sayuto akan menyerang orang-orang Jepang kala itu maka dia segera menghunus Gunto yang dibawa Hoeri.

"Ada 3 pedang (Katana) yang ditinggal Jepang di depan Gris. Ini saya yang bawa, Sayuto ini yang menebas," ujarnya.

Kemarahan Sayuto dan Hoeri makin tinggi ketika ada pemuda Semarang yang dipenggal di depan pasar Jatingaleh oleh pasukan Kidobutai. Aksi itu ternyata untuk meneror para pemuda yang melawan. Tapi yang terjadi justru semangat perjuangan makin menjadi. Para pemuda bersatu termasuk Sayuto dan Hoeri dengan Guntonya.

"Jepang pikir dengan adanya pemuda ditebas itu warga jadi takut, bukan. Justru semakin kemropok (marah). Teman saya itu, Sayuto bilang, Jepang iso sadis, opo aku yo ora iso sadis (Jepang bisa sadis, apa saya tidak bisa sadis). Sasaran pertama dokter Jepang," ujar ayah dari enam anak itu.

Baca selengkapnya di halaman selanjutnya....

Pertempuran lima hari di Semarang memanas bahkan kampung Batik juga dibakar. Hoeri juga menjadi saksi terbakarnya kampung di daerah bubakan tersebut. Kengerian perlawanan itu menghasilkan banyak sekali korban jiwa baik dari Pribumi maupun dari orang-orang Jepang.

Pedang Gunto yang mereka gunakan dalam perjuangan itu masih ada hingga sekarang. Hoeri sempat menunjukkan katana itu dan melepasnya dari sarung pedangnya. Sayuto mempercayakan Hoeri untuk menjaga pedang tersebut.

Pihak keluarga Hoeri bermaksud menyerahkan pedang itu kepada pemerintahan untuk disimpan sebagai benda bersejarah. Gayung bersambut, rencananya pedang itu akan dipajang di museum di Semarang.

Pemakaman Hoeri di TMP Giri Tunggal Semarang, Sabtu (6/5/2023).Pemakaman Hoeri di TMP Giri Tunggal Semarang, Sabtu (6/5/2023). Foto: Angling Adhitya Purbaya/detikJateng

Bambang Priyoko, selaku ketua LVRI (Legiun Veteran Republik Indonesia) Kota Semarang mengatakan pedang itu akan diserahkan ke Museum Perjuangan Mandala Bhakti Semarang dalam upacara hari veteran 10 Agustus 2023 mendatang.

"Koordinasi dengan keluarga pedang akan diserahkan ke museum di hari veteran 10 Agustus. Beliau adalah PKRI dan pelaku sejarah pertempuran lima hari. Kami juga berikan piagam penghargaan sebagai jasa perjuangan beliau," kata Bambang.

Dengan wafatnya Hoeri, kini tidak ada lagi saksi mata pertempuran lima hari di Semarang yang secara langsung memegang senjata dan melakukan perlawanan kepada Jepang. Bambang pun berharap para generasi muda tetap berjuang dengan cara mereka sendiri untuk menghormati perjuangan para pendahulu.

"Dulu itu benar-benar menyerahkan jiwa raganya. Generasi muda diharapkan tetap memiliki semangat juang 45 itu. Berjuang melawan kemiskinan dan sebagainya," ujar Bambang.

Selamat jalan Pak Hoeri, perjuanganmu akan dikenang generasi muda Semarang.

Halaman 2 dari 2
(apl/aku)


Hide Ads