Ketika sejumlah negara Asia terdampak gelombang panas, secara bersamaan di Kota Semarang juga panas dan gerah atau sumuk. Namun kondisi di Semarang itu bukan dampak dari gelombang panas.
Surya, salah satu warga Semarang mengatakan kondisi panas dan sumuk sudah dirasakan sejak sebelum Idul Fitri hingga saat ini. Suhu udara tinggi yang terkadang disusul malam harinya hujan membuat kondisi tubuh tidak enak.
"Panas, hawanya sumuk sekali. Sudah sejak sebelum Lebaran ya ini. Lembap gitu, tidak enak di badan terus malamnya hujan," kata Surya di daerah Jalan dr. Sutomo, Semarang, Rabu (3/5/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Iya di badan nggak enak, ini saya udah meriang dua minggu," imbuh rekannya, Eka.
Warga lainnya, Khansa mengatakan kondisi sumuk sering dirasakan hingga malam hari. Hal itu kadang membuat dirinya tidak nyaman karena dia termasuk orang yang tidak bisa tidur saat gerah.
"Sumuknya sampai malam. Kadang kipas nggak ngefek sampai tidurnya harus di lantai," ujar Khansa.
Penjelasan BMKG
Sementara itu Kasi Data dan Informasi BMKG Kelas I Semarang Iis Widya Harmoko mengatakan kondisi saat ini merupakan siklus normal perubahan cuaca menuju musim kemarau. Suhu di Kota Semarang saat ini berkisar 31-34 derajat Celsius dengan kelembapan udara berkisar 60-70 persen.
"Ini masih normal, belum ekstrem," kata Iis saat dihubungi detikJateng.
Ia menjelaskan kemarau di Kota Semarang dimulai sekitar pertengahan bulan Mei ini. Iis menerangkan saat ini masih masa transisi dan masih banyak penguapan serta peluang hujan masih ada.
"Masih transisi, jadi penguapan masih banyak, tutupan awan juga banyak. Peluang hujan juga masih ada," ujarnya.
Tren suhu tinggi memang biasa terjadi di masa peralihan seperti di bulan Februari-Maret dan Oktober-November. Dari catatan detikJateng, cuaca panas di Kota Semarang ada yang pernah mencapai suhu 39,4 derajat Celsius pada 22 Oktober 2019.
(rih/ams)