Huruf di Pelat Nomor Ternyata dari Kode Batalion Raffles di Jawa

Huruf di Pelat Nomor Ternyata dari Kode Batalion Raffles di Jawa

Dian Utoro Aji - detikJateng
Sabtu, 15 Apr 2023 11:00 WIB
Pelat nomor di jasa pembuatan stempel dan pelat di Kabupaten Pati, Rabu (13/4/2023).
Pelat nomor di jasa pembuatan stempel dan pelat di Kabupaten Pati, Rabu (13/4/2023). Foto: Dian Utoro Aji/detikJateng
Kudus -

Penggunaan kode huruf dalam pelat nomor kendaraan di Indonesia sudah ada sejak awal abad ke-19. Huruf yang tertera dalam pelat nomor itu ternyata berasal dari kode wilayah A-Z dari 26 batalion tentara Inggris di nusantara pada awal abad ke-19.

Hal itu diungkapkan oleh Dosen Sejarah Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Semarang (Unnes), Syaiful Amin. Menurutnya, kode pada pelat nomor awalnya masih sedikit. Di antaranya baru menggunakan inisial B yang berarti Batavia, SR atau Surabaya, SM atau Semarang, dan CH atau Chirebon.

"Jadi awalnya terbatas orang memiliki kekayaan itu, tidak masalah, hanya inisial daerah," kata Syaiful dihubungi detikJateng lewat sambungan telepon, Kamis (14/3/2023).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pada tahun 1909, Syaiful mengatakan pelat nomor mengikuti identitas IN atau Indische Nederland. Namun, jumlah kendaraan di Hindia Belanda terus berkembang. Juga banyak kasus pemalsuan pelat.

"Lama kelamaan jumlah kendaraan Hinda Belanda semakin banyak, kemudian mereka membuat aturan baru dengan membuat pelat nomor berdasarkan karesidenan," terang dia.

ADVERTISEMENT

Syaiful menerangkan selanjutnya kode pelat digunakan berdasarkan karesidenan peninggalan dari pasukan Inggris yang dipimpin Jenderal Gubernur Thomas Stanford Raffles.

Raffles masuk ke Indonesia pada tahun 1811. Ketika itu Raffles membentuk 16 karesidenan di Jawa. Selanjutnya, Raffles membentuk pasukan atau kompi berbagai wilayah di Jawa. Dia menamai batalion itu dengan huruf A-Z.

"Dia membawa 26 batalion dinamai A-Z, kemudian untuk mengatur setiap wilayah batalion diperintahkan untuk memimpin satu wilayah," jelas Syaiful.

"Misal Batalion A mengelola di wilayah Banten, K itu Kudus, Jepara Rembang kemudian H di Semarang," terang dia.

Syaiful menjelaskan penamaan pelat nomor itu berdasarkan pada batalion yang difungsikan di berbagai wilayah yang ada di Jawa. Setelah Raffles meninggalkan Jawa, penggunaan karesidenan diteruskan oleh Belanda.

"Setelah Raffles pergi pada 1825, Belanda menjajah lagi, Belanda masih menggunakan struktur yang dipakai oleh Inggris," jelasnya.

Syaiful mengatakan, pada 1921, pemerintah kolonial Belanda membuat kebijakan aturan untuk membagi pelat nomor berdasarkan karesidenan berdasarkan peninggalan Jenderal Gubernur Raffles.

"Karena hanya 16 (karesidenan), karena wilayah lebih, nanti diatur di Luar Jawa ada dua digit. Di Jawa hanya satu digit," kata Syaiful.

"Yang unik di Yogyakarta dan Solo itu, ada dua digit, karena konon katanya karena Yogyakarta wilayah kerajaan maka perlu dua batalion untuk di dua daerah itu. Itu didatangkan dari Banten dan dari Batavia untuk menaklukkan Yogyakarta, sehingga menjadi AB," Syaiful melanjutkan.

Tentang sejarah pelat K ada di halaman selanjutnya.

Termasuk kata pelat K, merupakan Karesidenan Pati yang meliputi, Kabupaten Pati, Rembang, Blora, Kudus, Jepara, dan Grobogan.

"Termasuk pelat K merupakan Karesidenan yang dibentuk oleh Raffles, kemudian diserahkan kepada Belanda, sehingga inisial K untuk penanaman pelat nomor sampai sekarang," terang Syaiful.

Dia menambahkan karena pelat nomor memiliki nilai yang menjanjikan, maka pemerintah punmenerapkan pajak.

"Karena termasuk pemasukan yang stabil untuk pajak kendaraan itu, di awal belum banyak pelat nomor, semula hanya identitas, itu bisa digunakan untuk pajak kendaraan," pungkas Syaiful.

Halaman 2 dari 2
(dil/ams)


Hide Ads