Setiap anak berhak atas pendidikan, tak terkecuali anak berkebutuhan khusus (ABK). Itulah kalimat yang kerap diucapkan oleh Bripka Puguh Agung Dwi Pambuditomo. Anggota Polres Blora ini dikenal sebagai sosok yang memiliki perhatian terhadap anak-anak penyandang disabilitas.
Perhatiannya dia curahkan dengan memberikan pendidikan kepada anak disabilitas di wilayah Kabupaten Blora selatan, tepatnya di Kecamatan Randublatung. Anak-anak tersebut mendapat pendidikan dan pelatihan hingga memiliki keterampilan di berbagai bidang.
Kedekatan Puguh dengan anak-anak berkebutuhan khusus berawal dari komunitas kicau burung yang diketuainya. Puguh menuturkan ada seorang anggotanya yang jarang mengikuti lomba setiap minggunya karena mengantar anak disabilitas ke sekolah yang jaraknya jauh.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Melihat hal ini, Puguh merasa iba dan berinisiatif membuat tempat pembelajaran di rumah temannya bernama Antok. Sekitar tahun 2016, Antok merelakan sebagian rumah pribadinya di Kelurahan Randublatung, depan kantor kecamatan, sebagai tempat Yayasan Insan Mandiri Blora Selatan (Blosel) untuk pembelajaran anak difabel.
"Awalnya ada 3 siswa. Kita datangkan guru dari luar yang berbasis PGLB (Pendidikan Guru Luar Biasa). Guru kita bayar, anak kita gratiskan," terang Puguh diwawancarai, Kamis (9/3/2023).
Pembelajaran di kelas sederhana itu pun mulai berkembang. Bintara tingkat empat ini mulai mencari murid dari desa ke desa.
Ia berkoordinasi dengan perangkat desa hingga kades untuk mencari warga yang tidak sekolah karena disabilitas. Sebab, kala itu Sekolah Luar Biasa (SLB) hanya ada di Kecamatan Jepon. Jarak yang jauh jadi kendala utama yang membuat orang tua enggan mengantar sekolah anaknya.
Seiring berjalannya waktu, yayasan yang dirintis Puguh mulai banyak diketahui oleh banyak masyarakat. Dari mulai 3 siswa kini bertambah menjadi 30 siswa.
"itu membuat masalah baru bagi kami. Bukan membebani, tapi rumah kami yang kecil, meja kursi sedikit, tidak mencukupi dalam proses pembelajaran. Di samping itu, ABK memiliki keterbatasan tersendiri, mereka pada umumnya tidak bisa dicampur dalam satu ruangan," ucap anggota Satuan Lalu Lintas (Satlantas) Polres Blora ini.
Beberapa tahun lalu, Puguh bersama Antok nekat berangkat ke Semarang menghadap ke Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Tengah. Dia menyampaikan bahwa rumah yang digunakan untuk belajar anak difabel sudah tidak muat.
Ia berniat mengajukan pinjaman memakai bekas SDN 5 Wulung, Kecamatan Randublatung yang sudah tidak terpakai, kondisinya rusak. Hasilnya, Dinas memperbolehkan bekas sekolah itu untuk dipinjam.
Pinjaman ini membuat mereka semangat. Eks SDN 5 Wulung yang mulanya rusak dibetulkan dan dibersihkan.
Anak-anak kini bisa belajar dengan nyaman. SDN tersebut terbagi menjadi 6 kelas dan 1 kantor. Anak penyandang disabilitas dari beberapa kecamatan sekitar ikut merapat bersekolah dari tingkat SD, SMP dan SMA.
"Dengan pinjaman itu kita semangat. Kita tetap mencari murid dan alhamdulillah selain murid dari Randublatung ada murid kami dari Kecamatan kedungtuban, Kradenan dan Jati. Bahkan ada juga yang dari Sulursari (Grobogan). Dari 3 siswa, mencapai 131 siswa," terang Puguh.
"Setelah itu kita kebingungan. Gurunya sedikit, muridnya banyak. Kita tak menyangka bisa sebanyak ini," imbuhnya.
Simak selengkapnya di halaman berikutnya.
Hingga saat ini tercatat ada 15 tenaga pengajar yang sudah terdata di data pokok pendidikan (dapodik) Provinsi Jateng.
Pria berusia 37 tahun ini terus mengupayakan anak penyandang disabilitas mendapat pendidikan yang layak secara gratis, dan tetap mampu menggaji tenaga pengajar. Anggaran didapatkan dari mencari donatur dan dari hasil ia beternak kambing etawa.
Puguh beternak kambing di rumahnya di Dukuh Kidangan, Kelurahan/Kecamatan Jepon, Kabupaten Blora, dibantu istrinya, Margoreta Aqiriyana, 37. Sore sepulang kerja, Puguh langsung mengambil pakan rumput yang ia tanam mandiri di belakang rumah.
"Kita cari donatur, ngemis sana sini, Sebagian ada rezeki sedikit dari ternak kambing," jelas ayah dua anak ini.
Satu per satu permasalahan selesai. Dia berhasil merealisasikan pendirian SLB Negeri Jepon kampus 2 di Kecamatan Randublatung. Saat ini sekolah tersebut masih proses pengalihan lahan, tukar guling antara Pemerintah Kabupaten Blora dengan Dinas Pendidikan Provinsi Jateng.
Perjuangan ini ditempuhnya selama kurang lebih 2 tahun. "Tahun ini kalau jadi akan diresmikan SLB Negeri Randublatung oleh Pak Gubernur, Pak Ganjar Pranowo," jelasnya.
Selain mencari murid dan mendirikan sekolah, Puguh mendampingi anak-anak disabilitas mulai anak mengidap penyakit down syndrome, tuna netra, tuna rungu, hingga tuna wicara.
Mereka diajarkan berbagai keterampilan untuk mencari bakat di berbagai bidang, misalnya dilatih seni lukis, menggambar, mewarnai, batik ecoprint, bernyanyi hingga atletik. Terbukti, 2 anak berprestasi bidang seni rupa di tingkat kabupaten dan provinsi.
"Batik pukul kita menamakan ecoprint presisi artinya dipres segala sisi. Jadi segala sisi kain dibingkai dengan figura biar anak tuna netra bisa meraba dan merasakan. Mereka (anak tuna netra) kalau diajari mewarnai dan membatik itu kesulitan, kalau ecoprint kan bisa diraba, kalau basah berarti sudah jadi," terangnya.
Tak hanya bagi murid, orang tua wali juga dilatih membuat batik kukus. Untuk kesibukan dan pemasukan. Batik kukus buatan orang tua sudah diproduksi.
"Biasanya anak-anak didampingi orang tua, daripada mereka nongkrong, ngerumpi, saya kasih kesibukan, bikin batik kukus," beber Puguh.
Puguh juga menceritakan pengalamannya nekat menjual 7 kambing piaraannya untuk mengongkosi muridnya berangkat lomba panjat tebing di Aceh. Ia mengantar Rara dari SLB Jepon dengan biaya mandiri, hasil jual kambing dan hasil lomba burung.
"Tujuh kambing saya jual untuk berangkat ke Aceh. Alhamdulillah dapat medali perunggu. Dia peringkat 2 Jawa Tengah. Di Aceh Dik Rara mendapat medali perunggu, juara 3 nasional kelas umum. Satu-satunya atlet yang difabel di kelas umum tahun 2022," terangnya.
Simak selengkapnya di halaman berikutnya.
Di bidang tarik suara, anak-anak difabel di kota sate ini telah merilis 4 lagu bikinan sendiri yang mengisahkan perjalanan mereka. Keempat lagu itu berjudul Ojo Nangis (Jangan Menangis), Terima Kasih Pak Polisi, Matur Suwun Pak Polisi, dan Sopo Gelem Koyo Aku (siapa mau seperti aku).
"Untuk menyanyi kita mengorbitkan Dik Noviana (tuna netra). Kami juga sudah membuat rekaman di Solo bersama Pakde Gempil rekan almarhum Didi Kempot. Kita membuat 4 lagu ciptaan sendiri. Lagu-lagu itu ada kisah-kisah tentang kita, perjuangan kita yang dinyanyikan oleh Dik Noviana," terang Bripka Puguh.
Selain Noviana dari SLB Randublatung, Intan dari SLB Jepon juga memiliki suara bagus. Puguh kerap kali mengajaknya untuk bernyanyi di acara kondangan, pernikahan, peringatan hari besar, dan lain-lain untuk bernyanyi guna mengasah mentalnya.
Puguh mengaku sering mondar-mandir ke luar kota untuk bikin album dan video klip. Sesekali penyanyi disabilitas itu pernah berkolaborasi dengan pedangdut Yeni Inka. Anak-anak juga tidak malu menunjukkan kebolehannya dengan bernyanyi lagunya sendiri, bukan cover lagu orang lain.
Saat mengajar setiap minggunya, Puguh selalu meminta izin atasannya dan mendapatkan surat tugas meskipun ia jalani di luar jam kerja atau hari libur. Puguh harus menempuh jarak sekitar 28 kilometer dari pusat Kota Blora untuk mencapai Kecamatan Randublatung.
Dia juga mengajar di SMP Plus Insan Gemilang selain di SLB Jepon dan Randublatung. Di SLB, Puguh sengaja memberi pembelajaran di luar materi akademik. Lebih pada keterampilan tertentu, dengan mudah diterima oleh anak didiknya.
Saat ini SLB Randublatung belum sepenuhnya bisa memfasilitasi ratusan murid. Kadang kala anak yang tinggal di tengah hutan mesti menyewa pikap untuk sekolah lantaran belum adanya fasilitas mobil untuk antar jemput.
Sebagian dari mereka lumpuh layu, tak bisa berdiri sendiri, butuh kursi roda, butuh pendampingan khusus, butuh gizi. Beberapa di antaranya juga yatim, piatu, dan yatim piatu. Mayoritas orang tua wali hanya seorang petani dan buruh tani.
"Kami mengalami berbagai kesulitan. Masalah akomodasi, waktu, biaya. Kadang dicemooh orang, anak-anak seperti itu bisa apa? Dibilang pencitraan lah. Padahal kami menjalani sudah 7 tahun," ucap Puguh.
Bripka Puguh Agung Dwi Pambuditomo merupakan anggota Satlantas Polres Blora yang diajukan dalam ajang penghargaan Hoegeng Awards. Program ini untuk mencari sosok polisi yang baik dan inspiratif. Puguh masuk nominasi polisi pelindung perempuan dan anak.
"Saya tidak menyangka bisa masuk nominasi Hoegeng Award. Saya sendiri tidak tahu siapa yang mengirim berita-berita tentang saya. Terima kasih teman-teman media, guru, wali murid sehingga saya bisa masuk dan terpilih menjadi salah satu dari sekian banyak nominator di Hoegeng Award," jelasnya.