Yayasan Rumah Singgah Bumi Damai milik salah satu anggota Polda DIY, Ipda Nur Ali Suwandhi tak hanya menaungi anak yatim piatu dan fakir miskin saja, anak-anak pelaku kejahatan jalanan (klitih) dan anak-anak narapidana teroris (napiter) juga dibina di sini.
Kepada detikJateng, Ipda Ali atau akrab disapa Pak Bon Ali ini menceritakan awal mula bagaimana anak-anak napiter bisa dibina di yayasan yang beralamat di Gang Janoko, Purbayan, Kotagede, Jogja ini.
Diceritakan Ali, sebelum menjadi Pembantu Unit (Panit) 4 Patroli Jalan Raya (PJR) Ditlantas Polda DIY seperti sekarang, ia sempat diperbantukan di Detasemen Khusus (Densus) 88 Anti Teror.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Tahun 2018 menuju 2019 BKO di Densus, cuma BKO bukan anggota Densus, diperbantukan di bagian pembinaan. (Seperti) Babin-nya Polisi tapi aku Babin-nya DS (Densus) lah," ujar Ali saat ditemui detikJateng di yayasannya, Jumat (10/2/2023).
"Intinya silaturahmi supaya kenal dengan beliau-beliau (napiter) itu, yang mana mengajak mereka supaya mereka itu bisa seperti masyarakat yang lain," imbuhnya.
Di masa itu lah, Ali mengenal napiter-napiter tersebut. Hingga akhirnya ia dipercaya untuk merawat dan membina anak napiter, sembari menunggu sang ayah menjalani masa hukumannya di lembaga permasyarakatan.
"Kenapa anak-anak napiter saya rawat, karena saya ingin anak ini bertumbuh kembang yang lebih baik, di sini kita ajarkan satu yang paling utama kita mengedepankan tentang akhlaknya, sopan santunnya, adabnya, dengan orang yang lebih tua harus menghormati," jelas Ali.
"Yang kedua saya tanamkan mencintai bangsa ini, anak ini kita tanamkan seperti itu," imbuhnya.
Membina Anak Pelaku Klitih
Selain anak-anak napiter, yayasan milik Ali juga pernah membina anak pelaku kejahatan jalanan atau klitih. Anak tersebut dititipkan oleh Balai Pemasyarakatan (Bapas) untuk dibina di Yayasan Bumi Damai.
"Kalau yang klitih itu anaknya udah pulang, Itu dulu pernah di sini 6 bulan, maksudnya dari Bapas itu menitipkan ke sini, untuk pembinaan," terang Ali.
Saat masuk yayasannya, Ali menerangkan, anak tersebut baru duduk di kelas 2 SMA. Dari rencana awal hanya dibina selama 6 bulan, anak tersebut merasa betah dan melanjutkan hingga tamat SMA.
"Dibina di sini 6 bulan, tapi di sini dia kerasan sampai selesai sekolahnya, terus pulang karena dia harus membantu orang tuanya," tambahnya.
Ali mengaku siap jika dilibatkan pemerintah untuk membina anak-anak pelaku klitih di DIY. Ia menegaskan tidak perlu membayar untuk bisa masuk di yayasannya. Namun, Ali juga membuka tangan lebar jika Pemerintah mau membantu yayasannya.
Simak perjuangan Ipda Ali saat awal membuka yayasan di halaman selanjutnya.
Penuh Perjuangan Di Awal Membuka Yayasan
Sebelum mendirikan Yayasan Rumah Singgah Bumi Damai Ali mendatangi langsung jika ada informasi anak yatim piatu dan fakir miskin untuk dia rawat. Tak hanya di DIY, namun juga di Jawa Tengah dan Jawa Timur.
"Saya begitu menjadi polisi terus lakukan, saya harus mencari orang yang kurang beruntung itu. Kita cari sampai 15 (anak) itu ya. Berjalannya waktu, saya belum punya yayasan tapi udah punya banyak anak yatim," jelas Ali.
Lambat laun, anak-anak binaanya mulai banyak. Ali merasa memerlukan tempat untuk bisa merawat anak-anak tersebut. Akhirnya, Ali menyewa tempat untuk menampung anak-anak tersebut, walaupun akhirnya tempat itu diwakafkan pemiliknya.
"Alhamdulillah saya dikasih gedung ini, ini kan kecil kan dulu, sing dulu, dikasih mertua saya. Habis dikasih mertua, belum kita bangun, terus berfikir 'apakah saya harus bikin yayasan?', terus akhirnya bismillahirohmannirohim," kenang Ali.
"(Awalnya anak-anak) Masih di rumah masing-masing, semakin lama semakin banyak, anak yatim kita tawari 'adik-adik, ada yang mau tinggal dengan Pak Ali nggak?, kalau mau tinggal, tinggal di Kotagede', Pertama kali yang tinggal di sini 3 orang, tahun 2008," imbuhnya.
Anak-anak di Yayasan milik Ali pun terus bertambah, dari yatim-piatu, fakir miskin, hingga duafa. Ali terpaksa harus menyewa tempat untuk bisa menampung semua anak. Saat ini, ia memiliki 7 tempat yang sebagian besar masih menyewa.
"Habis tambah (anak) kita bangun, setelah itu nambah terus sampai 30, langsung kontrak, kan ada putra putri, sini dipakai putra (menunjuk tempat pertama)," jelas Ali.
"Kalau semuanya jumlahnya ada 190 anak, tapi yang menetap di sini kurang lebih 120-an. (Yang lain) Masih di rumahnya, ada yang riwa-riwi karena lokasi kita, tempat yang nggak muat," tambahnya.
Ipda Nur Ali Suwandhi adalah salah satu nominasi Hoegeng Award 2023 yang diadakan oleh detikcom. Tahun lalu, Ali juga dinominasikan oleh netizen di Hoegeng Award 2022.
Simak Video "Video: Rekaman CCTV Innova Seruduk Brio dan 4 Motor di Timoho Jogja"
[Gambas:Video 20detik]
(aku/aku)