Pada tahun 2007 banjir besar juga pernah melanda Kota Solo. Banjir pada tahun 2007 terbilang tidak terlalu parah dari banjir tahun 1966. Namun banjir di era Joko Widodo dan FX Hadi Rudyatmo lebih besar dari banjir tahun ini.
Mantan Wali Kota Solo FX Hadi Rudyatmo banyak bercerita soal bagaimana dirinya mengatasi banjir bandang yang menerpa Kota Solo akibat luapan Bengawan Solo 2007 lalu bersama presiden Joko Widodo (Jokowi) yang kala itu masih menjabat sebagai wali kota.
FX Rudy mengatakan saat banjir 2007 lalu, banyak rumah di bantaran sungai Bengawan Solo terendam air bah. Bahkan ia menyebut itu adalah salah satu banjir terbesar yang dialami Kota Solo.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Bantaran sungai semua terendam, diantaranya Pucangsawit, Sangkrah, Semanggi itu semua terendam," kata FX Rudy ketika ditemui di kediamannya, Sabtu (25/2/2023).
Waktu itu, Rudy mengatakan dirinya dengan Jokowi saling bahu membahu untuk menangani banjir tersebut. Namun, ia mengatakan kebagian tugas untuk mencari dana bantuan.
"Oh iya bagi tugas, Jokowi bagian untuk menerima tamu-tamu yang ke Solo seperti pak SBY dan sebagainya. Saya yang di lapangan, saya bagian cari uang," tuturnya.
Akibat banjir selama tiga hari tersebut, dirinya dan Jokowi harus bergerak cepat. Mulai dari mendirikan tenda bagi pengungsi hingga mendirikan dapur darurat.
"Ya membuat tempat pengungsian, dapur umum. Setelah surut kita bersihkan dengan pemadam kebakaran membersihkan rumah warga terus kita semprot fogging supaya tidak terjadi penyakit," bebernya.
Usai banjir pun, FX Rudy mengaku harus merelokasi pemukiman yang ada di bantaran hingga pembuatan talut Bengawan Solo. Di Era Jokowi itu harus merolaksi 1.571 rumah dan dipindahkan ke Mojosongo, Boyolali dan Polokarto.
"Penanganan banjir langsung yang di bantaran sungai kita relokasi, rumah-rumah yang di bantaran kita beri bantuan Rp 8,5 juta per rumah betulin rumahnya, yang dipindah diberi tanah 40 meter persegi dan stimulus untuk membangun," ujarnya.
Rudy mengatakan harus berjuang meminta bantuan dana dari kementerian PUPR. Pasalnya, dana APBD tidak mampu menampung beban tersebut.
"Ya ada no, saya mencari dana ke pemerintah pusat untuk merelokasi yang ada di bantaran sungai itu. (Dana APBD tidak bisa) Ya nggak bisa saya pertama kali masuk PADnya cuma Rp 53 miliar. Nah kita minta dana pusat sampai Rp 55 miliar lebih lah untuk merelokasi dan untuk memberi bantuan yang rumahnya rusak," pungkasnya.
(apl/apl)