Momen Mensos Risma Sujud saat Diprotes soal Hibah Lahan di Bandung

Regional

Momen Mensos Risma Sujud saat Diprotes soal Hibah Lahan di Bandung

Tim detikJabar - detikJateng
Selasa, 21 Feb 2023 13:44 WIB
Solo -

Menteri Sosial Tri Rismaharini mendadak bersujud ke salah satu pengajar SLB Negeri A Pajajaran Kota Bandung. Hal itu dilakukan Risma usai diprotes soal hibah lahan dengan staf pengajar di SLB tersebut.

Dilansir detikJabar, Selasa (21/2/2023), peristiwa itu terjadi di SLBN A Pajajaran. Sebelumnya, Risma datang untuk memberikan bantuan sosial (bansos) dari Kementerian Sosial kepada penerima manfaat di Balai Wyata Guna di Jl Pajajaran, Kota Bandung.

Setibanya di Balai Wyata Guna, Risma sempat sarapan di kafe yang dikelola penyandang disabilitas. Dia juga sempat melihat koleksi tanaman hias yang dijual penyandang disabilitas.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Setelahnya, Risma langsung menuju ke SLB Neteri A Pajajaran Kota Bandung. Saat itu, sejumlah pengajar termasuk kepala sekolah menghampiri Risma.

Risma pun mengatakan akan melakukan perbaikan di sekolah tersebut dan meminta pengelola Wyata Guna untuk menyediakan bangunan pengganti selama proses pembangunan. Risma berjanji bakal memperbaiki bangunan rusak di SLB itu.

ADVERTISEMENT

Obrolan Risma dan kepala sekolah terdengar santai. Namun, seketika obrolan mulai memanas ketika ada desakan terkait hibah.

"Terkait itu, waktu itu ibu pernah janji menghibahkan itu," kata salah satu pengajar SLB bernama Tri.

"Pak ini susah, karena tanahnya ini ada di tengah gini, saya enggak bisa. Masalahnya apa? Sama-sama negaranya, makanya tadi yang penting saya bisa perbaiki, ini cafe ini juga kita bangun untuk disabilitas," ungkap Risma.

Emosi Risma mulai terpancing, tatkala ada seorang pengajar membisiki Tri yang merupakan penyandang tunanetra.

"Tolong pak jangan bisik-bisik, ngomong aja langsung ke saya," kata Risma.

"Kita tidak bisa membangun bu," tambah pengajar bernama Tri.

"Kita bangunkan, apa masalahnya? Tolong jangan gitu, bapak ngmong saja ke saya, bapak jangan gitu, saya paling benci, ngmong ke saya," ujar Risma.

"Saya tambahkan (ruang kelas), ini dibangun sebelum saya, ini dibangun untuk anak-anak disabilitas (keberadaan kafe dan tempat untuk lapangan kerja) bukan untuk saya," tambah Risma.

Risma meminta pihak sekolah tak hanya memikirkan soal hibah, tapi juga pekerjaan siswa setelah lulus di mana dan bekerja apa. Dia berharap kawasan Wyata Guna itu bisa dimanfaatkan seluruhnya untuk para disabilitas.

Risma pun memberikan penjelasan panjang lebar soal itu. Terdengar ada yang menyanggah Risma, sementara Risma tak bisa berbincang lebih lama karena ada acara lain.

"Kami pikirkan anak-anak," ujar Tri.

"Sama," jawab Risma.

Di sisi lain, ada seorang pengajar perempuan yang juga penyandang tunanetra berbicara di belakang barisan. Dia mengatakan perjuangan yang mereka lakukan bukan untuk kepentingan mereka.

"Kita juga bukan untuk kepentingan pribadi bu," ujar pengajar perempuan itu.

"Makannya bu, kata saya kita berbagi," ujar Risma.

"Tapi tolong direalisasikan," kata pengajar itu.

"Saya sujud," ujar Risma dan langsung sujud ke kaki pengajar itu.

Setelah itu, Risma pun langsung dibangkitkan oleh Staf Kementerian Sosial. Sementara itu, pengajar perempuan itu terus berbicara.

"Jangan begitu ibu," kata pengajar itu.

"Bukan seperti ini maksudnya," tambah pengajar itu sambil menangis.

"Ibu dengerin, tadi saya bilang ini saya disaksikan Gusti Allah," tambah Risma.

Suasana pun kembali memanas ketika Tri kembali berbicara soal hibah. Risma meminta pihak kepala sekolah untuk ikut menjelaskan dan menenangkan suasana.

Namun, pengajar lain terus menuntut Risma dan menyinggung tentang hibah.

"Bu Menteri sama, sama layani masyarakat, begitu pun saya sebagai kepala sekolah," kata kepala sekolah.

Risma melihat suasana semakin tak kondusif, Risma juga meminta pengajar perempuan itu agar tenang.

"Bu saya sudah sujud lho bu, ibu mau saya sujud lagi? Saya gak masalah bu," ujar Risma.

Setelah itu, di barisan belakang kepala sekolah ada lagi pengajar yang menyinggung soal sewa. Risma pun tegaskan, akan langsung diperpanjang.

"Diperpanjang sekarang, sekarang ditandatangani," ujar Risma.

"Pak dengerin saya, anak-anak ini untuk dapat pekerjaan, supaya setelah selesai bisa bekerja sendiri, bukan untuk kepentingan Kementerian Sosial, coba pak lihat itu yang kerja semua anak-anak disabilitas, mereka bisa sekolah tapi kalau nggak bekerja gimana," ujar Risma.

"Tapi pendidikan yang diutamakan bu," sahut pengajar perempuan itu.

Risma pun langsung meninggalkan SLB tersebut karena pembicaraan itu tak ada titik temu. Dia pun bergegas ke Aula Wyata Guna untuk menghadiri acara pemberian bantuan.

Selanjutnya soal tanggapan kepala SLB hingga Risma soal aksi sujud.

Kepala SLB Tagih Janji Risma soal Hibah

Terpisah, Kepala SLB Negeri A Pajajaran Kota Bandung Gun Gun Guntara mengatakan pihaknya menagih janji Risma. Sebab, Risma pernah menjanjikan bakal menghibahkan tanah milik Kementerian Sosial tersebut.

"Sebetulnya teman-teman kami perjuangan sudah lama terkait status lahan, yang kita tuntut terakhir janji Bu Risma akan menghibahkan ada 1.600 meter persegi sekian. Lokasi di sini," kata Gun Gun, Selasa (21/2).

Gun Gun mengaku tidak tahu alasan hibah itu belum terealisasi. "Kurang paham, Bu Menteri kan sudah berstatement, belum ada," jawabnya.

Gun Gun menyebut bangunan SLB itu sudah seluruhnya rusak. Dia menyebut bangunan itu harus segera diperbaiki.

"Kita kan ingin tingkatkan layanan, di infrastruktur, ini dari tahun 1901 belum terjadi pembangunan, hampir semua kelas (rusak). PUPR sudah jelaskan ini sudah tidak layak untuk digunakan, akhirnya saya berkoordinasi dengan Dinas Pendidikan, tapi nggak bisa karena status lahan," jelasnya.

Terkait pernyataan Risma yang berjanji akan memperbaiki sekolah, pihaknya menyambut baik dan berharap segera terealisasi. "Saya harapkan bisa terealisasikan, harus sesuai dengan Standar Pelayanan Minimal, baru dilaksanakan," tuturnya.

Gun Gun berharap hibah segera dilakukan. Tujuannya agar standar pelayanan terhadap para siswa bisa terpenuhi.

"Harus sesuai dengan Standar Pelayanan Minimal (SPM) yang harus dilaksanakan, apakah beliau paham bahwa minimal lahan yang kita butuhkan misalkan 10 ribu meter persegi, sedang kita 1.600 meter persegi, gimana mau layak untuk menuju mutu pendidikan yang layak," pungkasnya.

Tanggapan Risma

Risma tak menampik pernah menjanjikan hibah tanah, namun ia memikirkan penghuni di sana dan membuka lapangan pekerjaan di kawasan Wiyata Guna.

"Awalnya ada permohonan memang untuk penghibahan, awalnya saya setuju, untuk apa sih, orang ini untuk pendidikan, tapi ternyata perkembangannya anak-anak disabilitas (selain siswa) di sini butuh pekerjaan. Akhirnya kita buatkan kafe untuk mereka dilatih barista, ada disabilitas fisik juga," kata Risma.

Risma menyebut di Wiyata Guna sendiri saat ini tak hanya penyandang tunanetra saja yang diberdayakan, melainkan penyandang disabilitas lainnya, termasuk ODGJ.

"Dulunya hanya tampung tunanetra, sementara disabilitas lengkap, ada ODGJ, ada disabilitas fisik, mental, down syndrome, ada tunawicara, bukan hanya tunanetra. Kalau di Bandung dan sekitarnya nggak ada, terus mereka ke mana?" ungkap Risma.

Apalagi menurutnya ada ODGJ yang kerap dipasung dan saat ini dibebaskan. Mereka perlu direhabilitasi tanpa harus jauh-jauh dibawa ke daerah Pati yang selama ini jadi tempat rehabilitasi ODGJ.

"Kita punya (tempat rehabilitasi ODGJ) ada di Pati, nggak mungkin orang Bandung sini dibawa ke Pati, bagaimana komunikasinya dengan keluarga," tuturnya.

Risma mengaku memikirkan terobosan untuk menyediakan lapangan pekerjaan bagi penyandang disabilitas. Hal itu yang membuat proses hibah belum terealisasi hingga kini.

"Kalau itu saya hibahkan, anak-anak untuk akses usah akan tertutup, biar saja mereka gabung, kita perbaiki sekolahnya. Aku nggak bicara yang dulu-dulu ya, kemudian bicara yang kemarin-kemarin, itu nggak etis. Sudah sekarang saya perintahkan perbaikan ruang kelas," tuturnya.

Risma pun mengaku ingin bicara panjang lebar dengan pihak sekolah. Namun, kondisinya tidak memungkinkan.

Dia menilai langkah ideal adalah pengembangan yang tidak merugikan. Namun, percakapan ini tak mendapatkan titik temu.

"Sebenarnya saya mau ngomong apa potensinya apa yang bisa dikembangkan kaya di Bekasi untuk tangani tunanetra. Aku ngomong, musik kok dipake ekstrakurikuler, kalau mereka bisa cari uang dari musik kenapa nggak, kita bantu walaupun belum sempurna betul. Ini anak-anak sudah bisa cari uang, mereka bisa cari uang. Memang harus dilatih menjadi profesional, itu yang sedang kita siapkan," tuturnya.

Risma menyebut, penyandang disabilitas ini harus dipikirkan sampai mereka mandiri. Sehingga mereka tidak terus 'diasuh' orang tua.

"Sebetulnya saya tadi mau bicara itu. Oke gedung diperbaiki, ruangan ditambah, ruang rusak diperbaiki, selesaikan," pungkasnya.

Halaman 2 dari 2
(ams/sip)


Hide Ads