Para ahli mulai mengkhawatirkan harapan hidup populasi manusia di dunia yang secara global semakin merosot. Ilmuwan peneliti penurunan harapan hidup bahkan menyebut hal ini adalah peristiwa besar yang masih dicari penyebab dan solusinya.
Dilansir detikINET, Selasa (212/2023), pakar ekologi Nate Bear mengatakan berdasarkan data dari perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) dan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) penurunan harapan hidup global telah berlangsung selama dua tahun berturut-turut.
"Ketika harapan hidup global kian menurun, tandanya Anda berada dalam peristiwa yang besar," ucapnya yang dikutip dari Popular mechanics.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tren harapan hidup yang merosot adalah peristiwa yang pertama kalinya terjadi sejak tahun 1950-an. Padahal, sejak tahun 1970-an sebelumnya harapan hidup terus meningkat.
Prediksi dari Nate Bear menyebutkan tahun 2022 merupakan penurunan yang ketiga kalinya secara berturut-turut.
"Para ekonom sering membicarakan 'tren besar' yang menentukan masa depan. Mungkin kita bisa juga menyebut peristiwa ini sebagai peristiwa yang besar," jelas Bear.
Tren penurunan harapan hidup global disebut mungkin berkaitan dengan pandemi COVID-19. Namun hal ini bukan berarti pandemi menjadi satu-satunya penyebab potensi penurunan yang terus merosot.
Menurutnya mungkin saja akan ada lebih banyak penyakit yang mungkin se-level dengan pandemi dan masih banyak potensi dampak berkelanjutan dari pandemi terbaru itu.
Bear mengemukakan kemerosotan ini merupakan petunjuk masa depan yang menunjukkan pengatur kita belum paham mengenai penanganan virus dan penyakit yang berpotensi terus meningkat.
Ia mengklaim peningkatan kematian secara langsung berkaitan dengan tingkat perekonomian.
"Ketika yang kaya semakin kaya, ya yang miskin mati lebih cepat. Pemerintah mengeluarkan lebih banyak dana untuk mendukung orang miskin, jadi mereka bisa hidup lebih lama. Pandemi menunjukkan ini pada kita," tutur Bear.
Jika melihat ke masa lalu, Bear mengungkapkan penurunan harapan hidup selalu diartikan sesuatu yang bersejarah dan kerap mengarah pada restrukturisasi masyarakat yang mendasar.
"Kami belum benar-benar tahu kekuatan destruktif apa yang digerakkan oleh pandemi. Tapi kita tahu efeknya akan meluas sepanjang waktu dan karena bersinggungan dengan krisis iklim dan ekologi, akan menimbulkan pertanyaan tersulit yang harus dijawab oleh peradaban mau dibawa ke mana kita," pungkasnya.
Artikel ini sebelumnya ditayangkan di detikINET dan ditulis ulang Genis Naila Alfunafisa peserta Program Magang Bersertifikat Kampus Merdeka di detikcom.
(sip/ams)