Puluhan Tahun Berjuang, Warga 3 Kelurahan di Blora Segera Peroleh HGB

Puluhan Tahun Berjuang, Warga 3 Kelurahan di Blora Segera Peroleh HGB

Achmad Niam Jamil - detikJateng
Rabu, 15 Feb 2023 21:06 WIB
Bupati Blora Arief Rohman. Foto diunggah Rabu (15/2/2023).
Bupati Blora Arief Rohman (Foto: Achmad Niam Jamil/detikJateng)
Blora -

Puluhan tahun konflik tanah di wilayah Wonorejo, Kecamatan Cepu, Blora, akhirnya menemukan titik terang. Ribuan warga yang bertempat tinggal dan tidak mempunyai sertifikat bakal memperoleh hak guna bangunan di atas Hak Pengelolaan Lahan (HPL).

"Wonorejo terus berproses. Hari ini ada sosialisasi di 3 kelurahan untuk mulai pengukuran yang HGB di atas HPL," terang Bupati Blora, Arief Rohman ditemui usai acara PWI Menanam di Desa Jepangrejo Blora, Rabu (15/2/2023).

Untuk diketahui, kawasan Wonorejo memiliki luas 81,835 hektare ditempati sekitar 1.320 kartu keluarga (KK). Mereka tidak memiliki sertifikat resmi terkait lahan yang ditempati sejak tahun 1947 lalu. Arief menargetkan bulan Maret mendatang warga bisa mendapatkan hak sertifikat.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Targetnya Maret insyaallah selesai. Ada rencana Pak Presiden akan hadir untuk menyerahkan sertifikat HGB tersebut," jelasnya Arief.

Terpisah, Ketua Koordinator Lapangan Narto menyampaikan di kawasan Wonorejo terdapat total 1.131 KK, 1.044 rumah, tanah kosong ada 266 petak dan 28 fasilitas umum. Semua itu tersebar di Dusun Wonorejo dan Tegalrejo Kelurahan Cepu, Dusun Jatirejo Kelurahan Karangboyo, dan Dusun Sorirejo Kelurahan Ngelo.

ADVERTISEMENT

"Rencana besok hari Kamis ada (Asisten) A1, A2, A3 mengawal di masing-masing kelurahan. Untuk mendampingi proses pengukuran patok tapal batas," terang Narto.

Narto mengatakan pihaknya sudah berulang kali menagih janji ke pemkab soal nasib warga Wonorejo.

"Padahal kronologi perjuangan masyarakat sudah menempati lama sekali, puluhan tahun, mas. 1947 kita sudah bertempat tinggal di sini," terangnya.

Narto berharap polemik tanah di Wonorejo segera tuntas dan masyarakat mendapat kepastian. Warga Wonorejo juga telah melakukan persiapan mulai pendataan hingga mempersiapkan patok pembatas tanah.

"Kita sudah siapkan datanya. Semua masyarakat saya imbau harus mempersiapkan patok tapal batasnya. Kami siapkan di 4 kawasan," jelasnya.

Selengkapnya di halaman berikut.

Riwayat Tanah Wonorejo

Dikutip dari situs resmi Pemkab Blora polemik tanah Wonorejo berlangsung lama. Bermula dari warga menempati tanah yang merupakan kawasan hutan petak seluas 81,835 hektare. Tanah ini dikelola oleh Perusahaan Umum Perhutani.

Pada tahun 1986 Pemkab Blora mengajukan permohonan kepada Direksi Perum Perhutani unit 1 Jawa Tengah perihal tukar menukar tanah Perum Perhutani di Wonorejo-KPH Cepu.

Permohonan ini pun disetujui, namun Pemerintah Kabupaten Blora selaku pemohon dibebani biaya pengukuran, pemetaan, serta biaya lainnya sehubungan dengan proses tukar menukar tanah kawasan hutan tersebut. Dengan rasio tukar menukar minimal 1:1 atau satu tanah hutan berbanding satu tanah pengganti.

Dalam hal ini, Pemkab Blora tidak mampu membiayai kegiatan tukar menukar ini. Untuk menyelesaikan problem ini, akhirnya pemkab bekerja sama dengan investor pihak ketiga (Singgih Hartono, Waluyo, dan Suyanto). Pada tanggal 7 Oktober 1994 telah ditandatangani Surat Perjanjian Tukar Menukar antara Perum Perhutani dengan Pemerintah Kabupaten Blora nomor: 10/Perj.TM/1994.

Melalui pihak ketiga, pemkab Blora mendapatkan tanah pengganti seluas 81,4565 hektare yang terletak di Desa Ngapus Kecamatan Japah, Desa Karangjong Kecamatan Ngawen, Desa Kedungrejo Kecamatan Tunjungan dan Desa Sendangharjo Kecamatan Blora sebagai Kawasan Hutan. Tanah pengganti ditetapkan sebagai kawasan hutan produksi. Sementara tanah Wonorejo ditetapkan menjadi aset Pemkab Blora.

Tanggal 27 Juni 2000, Gubernur Jawa Tengah mengajukan permohonan kepada Menteri Dalam Negeri perihal pelepasan tanah di bawah penguasaan Pemkab Blora kepada masyarakat dengan pembayaran ganti rugi melalui surat Nomor: 593/12406.

Surat itu kemudian direspons Menteri Dalam Negeri melalui surat Direktur Jenderal Pemerintah Umum Nomor: 593.3/1061/PUMDA tanggal 24 Juli 2000. Dalam suratnya Mendagri kala itu menyampaikan kepada Gubernur Jawa Tengah bahwa pada prinsipnya setuju pelepasan tanah milik/di bawah penguasaan Pemerintah kabupaten Blora kepada masyarakat/penduduk dengan pembayaran ganti rugi.

Ganti rugi itu dibagi dalam empat kelas. Harga terendah yaitu kelas 4 dengan harga sebesar Rp 2.000 per meter dan kelas 1 dengan harga tertinggi sebesar Rp 40.000 per meter. Namun, proses ganti rugi ini tidak berjalan mulus karena ada ketidakcocokan harga ganti rugi.

Kala itu, warga hanya mau membeli kelas 1 dengan harga tertinggi sebesar Rp 6.000 per meter. Walhasil proses ini tidak bisa dilaksanakan.

Tahun berganti tahun, rapat dan koordinasi dari Pemkab Blora maupun Provinsi Jateng dan Pemerintah Pusat digelar untuk menyelesaikan sengketa tanah Wonorejo ini. Baru-baru ini Pemkab Blora bersama Kantor Wilayah ATR BPN Jawa Tengah telah membentuk Tim Kajian Hukum untuk percepatan penyelesaian sengketa. Warga pun segera berproses untuk mendapat sertifikat HGB.

Halaman 2 dari 2
(ams/ahr)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads