Sawah di Klaten Ini Selalu Terendam Saat Hujan, Kades: Sejak 50 Tahun Lalu

Sawah di Klaten Ini Selalu Terendam Saat Hujan, Kades: Sejak 50 Tahun Lalu

Achmad Hussein Syauqi - detikJateng
Minggu, 01 Jan 2023 16:32 WIB
Lahan sawah di perbatasan Klaten-Gunungkidul terendam, Minggu (1/1/2023).
Lahan sawah di perbatasan Klaten-Gunungkidul terendam, Minggu (1/1/2023). Foto: Achmad Hussein Syauqi/detikJateng
Klaten -

Sawah di perbatasan Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, dan Gunungkidul, DIY, ini selalu tergenang air setiap musim hujan. Disebut kondisi itu berlangsung sejak 50 tahun lalu dan tak pernah ada solusi.

"Genangan air itu sudah sekitar 50 tahun yang lalu. Sampai sekarang belum ada solusi," ungkap Kades Katekan, Kecamatan Gantiwarno, Klaten, Saridi kepada detikJateng, Minggu (1/1/2023).

Saridi menuturkan genangan air yang dikenal dengan Rawa Katekan itu sudah berlangsung lama. Di desanya genangan air itu merendam sekitar 50 hektare lahan pertanian.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kalau di Katekan luasnya sekitar 50 hektare. Jumlah petaninya ratusan orang yang tidak pernah panen karena terendam," jelas Saridi.

Genangan air itu, sebut Saridi, meliputi tiga desa. Selain desanya juga merendam lahan Desa Sawit dan Sengon (Kecamatan Prambanan).

ADVERTISEMENT

"Selain Katekan juga berdampak di Desa Sawit, Kecamatan Gantiwarno, dan Desa Sengon, Kecamatan Prambanan. Dulu di Sawit luas tapi sekarang pindah Katekan, karena Sawit ada pengeringan," terangnya.

Lahan sawah di perbatasan Klaten-Gunungkidul terendam, Minggu (1/1/2023).Lahan sawah di perbatasan Klaten-Gunungkidul terendam, Minggu (1/1/2023). Foto: Achmad Hussein Syauqi/detikJateng

Menurutnya, genangan air itu disebabkan semakin tingginya air dari perbukitan dengan perbatasan Gunungkidul. Air masuk ke lahan yang berada di dataran rendah.

"Air dari Gunungkidul dan hulu semakin besar karena daerah sini cekungan. Genangan di Katekan ada di empat titik," imbuh Saridi.

Salah satu petani Desa Sengon, Kecamatan Prambanan, Matang (60) mengatakan genangan air di tiga desa itu sudah puluhan tahun. Saat dirinya kecil jika hujan selalu terendam.

"Setahu saya saat kecil kalau hujan ya terendam begini. Kalau Sengon masih bisa tanam sebagian meski sekali tapi yang timur jalan, Sawit dan Katekan tidak bisa ditanami sejak dulu," kata Matang saat ditemui detikJateng di sawahnya.

Sementara itu Kades Sawit, Kecamatan Gantiwarno, Maryadi membenarkan genangan air itu sudah lama. Ada 40 hektare lahan di desanya terdampak.

"Ada sekitar 40 hektare terdampak. Kalau curah hujan tidak tinggi sebagian bisa tanam tapi kalau tinggi dan air dari Gunungkidul besar tidak bisa tanam," jelas Maryadi saat dimintai konfirmasi detikJateng.

Pantauan detikJateng di lokasi, lokasi lahan tergenang yang dikenal dengan Rawa Katekan itu berada di kaki perbukitan perbatasan Klaten-Gunungkidul. Seluas mata memandang lahan pertanian seperti rawa.

Ada sebagian yang ditanami padi siap panen tapi ada yang sama sekali tak bisa ditanami. Beberapa warga memanfaatkan untuk arena memancing.

Di utara lokasi terdapat saluran atau avur Paten sepanjang sekitar tiga kilometer. Tapi posisi saluran di atas lahan yang terendam.

Halaman selanjutnya, respons Pemkab Klaten.

Kades Sengon, Kecamatan Prambanan, Agus Sumaryono mengungkapkan desanya masih lebih beruntung hanya 10 haktare yang terdampak. Meskipun hanya bisa satu atau dua kali panen.

"Sekitar 10 hektare. Tapi masih bisa panen satu atau dua kali setahun," ungkap Agus saat dimintai konfirmasi detikJateng.

Terpisah, Kabid Sumber Daya Air (SDA) Dinas PUPR Pemkab Klaten, Harjoko membenarkan ada genangan lahan pertanian tersebut. Luas lahannya sekitar 80 hektare.

"Luasan lahan sekitar 80 hektare," ungkap Harjoko kepada detikJateng.

Sementara itu Plt Kepala Dinas PUPR Pemkab Klaten, Suryanto menjelaskan Pemkab Klaten beberapa tahun lalu pernah mencoba mencari solusi. Yakni dibuatkan saluran pembuangan.

"Dulu pernah dibuatkan saluran penuntas. Tapi belum berfungsi efektif," ungkap Suryanto kepada detikJateng.

Suryanto menjelaskan tahun lalu Dinas PUPR Klaten sudah mengajukan usulan ke Kementerian PUPR agar dibuatkan alternatif solusi.

"Tahun lalu kita ajukan usulan ke Kementerian PU untuk dibuat embung, saluran penuntas, dan lainnya. Tapi belum ada kabar," imbuh Suryanto.

Halaman 2 dari 2
(rih/aku)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads