Ada Keluhan Pungutan di SMPN 1 Bumiayu, Dindik: Harus Disesuaikan Kemampuan

Ada Keluhan Pungutan di SMPN 1 Bumiayu, Dindik: Harus Disesuaikan Kemampuan

Imam Suripto - detikJateng
Senin, 10 Okt 2022 15:58 WIB
SMPN 1 Bumiayu, Brebes, Senin (3/10/2022).
SMPN 1 Bumiayu, Brebes, Senin (3/10/2022). Foto: Imam Suripto/detikJateng
Brebes -

Dinas Pendidikan Pemuda dan Olaharaga (Dindikpora) Brebes, Jawa Tengah, merespons keluhan wali murid SMP Negeri 1 Bumiayu yang ditariki sumbangan oleh pihak sekolah. Dinas meminta agar penarikan sumbangan disesuaikan dengan kemampuan orang tua siswa.

Kepala Dindikpora Brebes, Caridah, menyebut pihaknya langsung menelusuri informasi terkait penarikan iuran atau sumbangan orang tua siswa SMPN 1 Bumiayu. Dindikpora sudah dua kali mendatangi SMPN 1 Bumiayu untuk meminta data terkait mekanisme penarikan sumbangan.

Dikatakan Caridah, saat mendatangi SMPN 1 Bumiayu pihaknya melakukan pembinaan kepada sekolah lain agar lebih transparan dalam mengelola keuangan sekolah. Dia menyebutkan, sebelum menarik sumbangan pendidikan, harus ada program yang dibuat dengan rencana anggaran biaya (RAB).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kalau mau menarik sumbangan harus ada program yang dibuat dengan RAB. RAB itu harus dibuat sesuai kebutuhan sekolah. Kebutuhan sekolah harus disesuaikan dengan kemampuan masyarakat. Dalam menarik sumbangan ini juga harus mengakomodir orang tua siswa yang tidak mampu," ungkap Caridah saat dihubungi via telepon, Senin (10/10/2022).

Terkait adanya beberapa sumber anggaran di SMPN 1 Bumiayu mulai dari Biaya Operasional Sekolah (BOS), dana aspirasi atau pokir dari Ketua DPRD, hingga sumbangan dari orang tua siswa, Caridah menjelaskan pada dasarnya harus disesuaikan dengan kebutuhan sekolah yang dianggarkan dalam RAB. Caridah menggarisbawahi, sekolah juga harus melakukan subsidi silang bagi orang tua siswa yang tidak mampu agar tidak memberatkan mereka.

ADVERTISEMENT

"Harus ada subsidi silang agar orang tua yang tidak mampu bisa terakomodir dan tidak memberatkan," ujarnya.

Mengenai SMPN 1 Bumiayu yang mendapat dana aspirasi atau pokir (pokok pikiran) dari Ketua DPRD Brebes M Taufik, menurut Caridah hal itu merupakan kewenangan aspirator.

"Kalau kami sifatnya hanya mengusulkan sekolah yang kondisinya rusak dari DAK. Kalau dari Pokir itu bukan kewenangan kami," tutur Caridah.

Terpisah, Sekretaris Dewan Pendidikan Kabupaten Brebes, Wijanarto, membeberkan terkait sekolah melakukan pungutan kepada masyarakat atau orang tua siswa harus melalui musyawarah. Namun penarikan iuran itu harus didasari dengan hitung-hitungan yang matang terhadap dana BOS.

"Sebelum penarikan harus diawali rapat komite dahulu. Ini untuk menghitung kekurangan BOS untuk kegiatan sekolah. Setelah diketahui angkanya, baru dilakukan rapat wali murid dan disepakati bersama antara sekolah, komite, dan wali murid," kata Wijanarto.

Selengkapnya di halaman selanjutnya...

Wijanarto mengungkapkan, Perbup Nomor 11 Tahun 2021 tentang Peran Serta Masyarakat dalam Pendanaan Pendidikan. Dalam aturan itu, sekolah harus mengedepankan prinsip pendanaan pendidikan. Mulai dari musyawarah untuk mufakat, akuntabilitas, kredibilitas, kecukupan, keadilan, dan keterbukaan.

"Terkait dengan ini kita mendorong agar Dindikpora menghitung rincian anggaran biaya operasional pendidikan per siswa per tahun berapa. Sehingga kekurangan BOS dapat ditutup dengan peran serta masyarakat," ujar Wijanarto.

Harus diakui, lanjutnya, keluhan sekolah adalah ketika infrastruktur sekolah rusak namun secara signifikan terbentur dengan alokasi pembiayaan yang diperoleh melalui anggaran daerah.

"Soalnya banyak sekolah juga mengaku kesulitan mencari anggaran untuk perbaikan infrastruktur sekolah dari daerah, selama ini mereka kebanyakan sekolah mengandalkan rehab dari DAK Pusat," pungkasnya.

Diberitakan sebelumnya, wali murid SMPN 1 Bumiayu, Kabupaten Brebes, mengeluhkan adanya sumbangan bagi siswa baru maupun kenaikan kelas.

Salah satu wali murid SMPN 1 Bumiayu mengatakan saat pertama masuk tahun 2021 lalu, wali murid ini mengaku dimintai uang sebesar Rp 2,25 juta. Peruntukkan uang itu digunakan membeli seragam dan buku Rp 1.650.000, kemudian untuk uang pembangunan Rp 600 ribu.

"Semua anak baru wajib bayar Rp 2,25 juta untuk seragam dan buku Rp 1.650.000 dan uang pembangunan (SPI) Rp 600 ribu," ungkapnya sambil mengeluarkan dan menunjukkan kuitansi dari dalam dompet, Senin (3/10).

Bagi orang tua ini, sumbangan itu cukuplah memberatkan. Apalagi bagi kalangan yang ekonominya menengah ke bawah.

"Kalau pribadi sih keberatan, karena termasuk lumayan besar. Tapi karena itu wajib, kita tetap membayar, meski harus mengangsur," aku dia saat akan menjemput anaknya pulang sekolah.

"Sebenarnya sekolah ini tidak perlu membebani iuran yang memberatkan orang tua. Apalagi seperti saya (sebut jenis pekerjaan dengan pendapatan tak menentu), soalnya sudah banyak bantuan yang masuk, baik dari BOS maupun dana pokir anggota dewan," tandasnya.

Halaman 2 dari 2
(rih/sip)


Hide Ads