Pasar di Desa Kebondalem Lor, Kecamatan Prambanan, Klaten, sampai sekarang terkenal dengan sebutan Pasar Nasakom. Nama pasar yang mengacu ideologi politik Nasionalis, Agama, dan Komunis (Nasakom) di masa Orde Lama itu kini 'terpaksa' berganti. Ini kisahnya.
Pasar yang berjuluk Pasar Nasakom itu terletak di tepi jalan raya Prambanan-Manisrenggo yang ramai. Dari jalan raya tidak tampak seperti pasar karena tertutup deretan kios.
Untuk sampai pintu masuk gapura pasar, harus berbelok masuk jalan desa. Pada gapura pasar tertulis jelas nama Pasar Krido Mulyo, bukan Pasar Nasakom.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun uniknya, beberapa kios di sekitar pasar memasang tulisan Pasar Nasakom. Jumlah kios dan lapaknya pun tidak lebih dari 30 buah.
Saat siang pasar biasanya sudah sepi pedagang dan pembeli, sebagaimana pasar desa umumnya. Komoditas yang dijual sembako, sayur dan barang kelontong.
Warga setempat, Boiman (66) menuturkan pasar tersebut memang dulunya bernama Pasar Nasakom. Diresmikan sebelum meletusnya G30S PKI.
"Pasar itu dibangun sebelum meletusnya G30S, Nasakom itu sesuai program pemerintah dulu. Dulu tiga aliran (nasional, agama dan komunis) dijadikan satu, agar rukun dengan memberikan nama itu," tutur Boiman kepada detikJateng di rumahnya, Sabtu (1/10/2022) siang.
Di wilayah sekitar pasar, terang Boiman, tiga partai yang beraliran Nasakom sama kuatnya. Ketiga aliran saling mendukung pembangunan pasar.
"Ketiga partai itu saling mendukung pembuatan pasar. Terus setelah itu tidak lama geger (G30S PKI), padahal dulu pasarannya besar sampai ke barat dan Utara," papar Boiman.
Saat G30S PKI meletus, lanjut Boiman, pasar tetap buka seperti biasa dan tidak dirusak meskipun kondisi mencekam. Nama pasar itu diubah menjadi Krido Mulyo setelah G30S.
"Sekarang diubah karena ketakutan masalah G30S. Nama Krido Mulyo itu kan sebenarnya nama lapangan di selatan pasar, dulu saat peresmian ramai sekali, semua hadir tokohnya," sambung Boiman yang mengaku usianya 11 tahun saat pasar diresmikan.
Meskipun nama pasar sudah berubah, imbuh Boiman, dirinya tetap memasang nama di tempat usahanya dengan nama Nasakom. Sebab nama itu sudah terkenal lama.
"Ya saya tetap pakai Nasakom karena nama Krido Mulyo tidak pada tahu. Pelanggan saya orang jauh jadi tahunya Nasakom," pungkas Boiman.
![]() |
Simak selengkapnya di halaman berikutnya...
Pedagang lain, Sujadi (80) membenarkan nama pasar tersebut awalnya Nasakom. Nama pasar itu dimaksudkan untuk menyatukan tiga aliran politik.
"Ini pasar desa, dulu mau dipersatukan nasional, agama dan komunis agar tidak ribut. Diganti Pasar Krido Mulyo tapi terkenalnya tetap Nasakom," papar Sujadi kepada detikJateng.
Saat G30S, imbuh Sujadi, situasi sempat mencekam. Namun pasar tersebut tidak dirusak.
"Dulu saat geger pada bawa senjata tajam PKI tapi pasar tidak dirusak. Setelah itu pasar sedikit sepi," imbuh Sujadi.
Ditemui terpisah, mantan Kades Kebondalem Lor, Didik Purwadi Nugroho mengatakan pasar tersebut dinamakan Nasakom tidak lepas dari ideologi politik orde lama.
"Nasakom itu kan dulu program ideologi nasional. Lalu kades saat itu, kakek saya meresmikan pasar itu jadi Pasar Nasakom," ucap Didik kepada detikJateng.
Setelah G30S PKI meletus, sambung Didik, nama pasar diubah menjadi Pasar Krido Mulyo seiring pelarangan aliran komunis di Indonesia. Tapi terlanjur terkenal dengan sebutan Pasar Nasakom.
"Nama terlanjur terkenal jadi Nasakom sampai saat ini. Pernah ada cerita pasca 1965, saat ada bus jurusan Prambanan-Manisrenggo kondekturnya menyebut Pasar Nasakom ujungnya ditegur tentara," papar Didik.
Diwawancarai terpisah, Camat Prambanan, Puspo Enggar Hastuti membenarkan masih ada sebutan Pasar Nasakom itu. Meski sudah berganti nama tetapi Nasakom masih familiar.
"Pasar itu sebenarnya sudah diganti dengan Pasar Krido Mulyo. Tapi masyarakat lebih familiar dengan Pasar Nasakom," ungkap Puspo.