Mengunjungi Makam Pujangga Ronggowarsito Klaten, Dihuni Ribuan Kelelawar

Mengunjungi Makam Pujangga Ronggowarsito Klaten, Dihuni Ribuan Kelelawar

Achmad Hussein Syauqi - detikJateng
Minggu, 28 Agu 2022 10:15 WIB
Makam pujangga Ronggowarsito di Desa Palar, Kecamatan Trucuk, Klaten, Sabtu (27/8/2022).
Makam pujangga Ronggowarsito di Desa Palar, Kecamatan Trucuk, Klaten, Sabtu (27/8/2022). Foto: Achmad Hussein Syauqi/detikJateng
Klaten -

Makam Raden Ngabehi (R. Ng) Ronggowarsito di Dusun Kedon, Desa Palar, Kecamatan Trucuk, Klaten, Jawa Tengah memiliki keunikan. Makam tersebut sejak lama dihuni koloni kelelawar yang misterius.

Kompleks makam Ronggowarsito berada di tepi dusun padat penduduk. Menempati lahan seluas sekitar 500 meter persegi, kompleks makam pujangga Keraton Surakarta itu dipagar tembok setinggi dua meter.

Gapura depan menghadap ke timur dan gapura belakang ke barat. Dari pintu masuk timur, selasar cor semen merupakan jalan utama menuju makam pujangga masa pemerintahan Pakubuwono ke VII tersebut.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Di sisi selatan, rumah kubur (cungkup) makam utama Ronggowarsito berdiri dengan tembok tebal. Di depannya terdapat patung sosok Ronggowarsito tertulis 'Bagus Burham, R.Ng Ronggowarsito, Pujangga Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat, Lahir Senin Legi 15 Maret 1802, Wafat 24 Desember 1873'.

Di sisi utara cungkup itu puluhan nisan makam kerabat serta warga sekitar terlihat terawat dengan baik. Termasuk nisan penerjemah dan kawan Ronggowarsito, Carel Frederick Winter, dan istrinya Jacoba Hendrika Logeman.

ADVERTISEMENT

Cungkup makam Ronggowarsito hanya seukuran 6,5x17 meter. Dari bangunan berbentuk joglo beratap menjulang tersebut terdengar suara decit kelelawar dengan aroma kotoran yang menyengat.

"Jumlah kelelawar mungkin ribuan, bisa ratusan ribu. Ukurannya sedikit lebih besar dari kelelawar biasa," ungkap juru kunci makam, Dayat (67), kepada detikJateng, Sabtu (27/8/2022).

Makam pujangga Ronggowarsito di Desa Palar, Kecamatan Trucuk, Klaten, Sabtu (27/8/2022).Makam pujangga Ronggowarsito di Desa Palar, Kecamatan Trucuk, Klaten, Sabtu (27/8/2022). Foto: Achmad Hussein Syauqi/detikJateng

Diceritakan Dayat, binatang malam tersebut sebenarnya bukan penghuni cungkup. Awalnya cungkup dihuni burung gereja tetapi kemudian datang kelelawar itu dalam jumlah besar.

"Entah dari mana sekitar tahun 1970-an datang rombongan kelelawar itu, dan sampai sekarang. Tidurnya bergelantungan di kayu atap, penuh," terang Dayat.

Kelelawar tersebut, kata Dayat, memiliki perilaku yang unik. Saat sore hari, kelelawar tersebut keluar sarang berduyun-duyun.

"Saat pukul 17.30 WIB keluar terbang dari sarang bersamaan dan baru kembali pukul 04.00 WIB. Kalau keluar itu satu arah semua, kalau ke utara ya ke utara semua dan ke selatan ya sama," papar Dayat.

Karena jumlah kelelawar banyak, jelas Dayat, kotorannya pun banyak. Bahkan sepekan bisa satu sak seberat 50 kilogram dan biasa digunakan untuk pupuk.

"Setelah dibersihkan dan dikumpulkan. Kalau tidak diambil orang, saya gunakan sendiri untuk pupuk tanaman di sawah karena bagus," kata Dayat.

Selengkapnya di halaman selanjutnya...

Menurut Dayat, keberadaan kelelawar itu bagi warga sekitar dan dirinya hal yang biasa. Tapi ada orang yang beranggapan itu penunggu cungkup.

"Ada yang beranggapan kelelawar itu penunggu makam, peliharaan eyang-eyang, ya monggo silakan itu kepercayaan masing-masing tapi kalau saya ya biasa saja," imbuh Dayat.

Dayat menambahkan, kelelawar itu beberapa kali coba diusir tetapi tidak bisa. Meskipun direhab bangunannya, nanti kelelawar tetap kembali lagi.

"Beberapa kali diusir ya datang lagi. Bangunan direhab pergi nanti juga datang lagi," sebut Dayat.

Terpisah, Kasi Pemerintahan Desa Palar, Didit Agung Prihantoro, menceritakan sejak dirinya masih kecil kelelawar itu sudah banyak jumlahnya. Diusir tidak mau pergi.

"Jumlah banyak. Mungkin ratusan ribu sampai mungkin jutaan ekor. Uniknya berkali-kali diusir kembali lagi," jelas Didit kepada detikJateng.

Dari ciri fisik sepintas, sambung Didit, memang ukuran berbeda dengan kelelawar kebanyakan. Hanya saja belum pernah ada yang berani meneliti.

"Memang beda dengan kelelawar biasa tapi belum pernah diteliti. Kalau magrib itu keluar pergi semua dan kembali dini hari," imbuh Didit.

Halaman 2 dari 2
(rih/ahr)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads