Tak habis pikir ada orang bisa sedemikian tega membidikkan kecelakaan pada keluarganya sendiri. Bagaimana pun layak dipertanyakan kondisi kesehatan kejiwaannya tentang perilaku dan tindakan itu, apa pun beban persoalan yang sedang dia hadapi dalam mengelola rumah tangganya.
Pasangan adalah orang lain yang kita pilih untuk menjadi bagian paling intim pada diri kita sendiri. Dia adalah buah surga yang kita petik untuk melengkapi segala kurang dan lebih kita sebagai manusia. Tak mungkin tidak, bahwa pasangan adalah bagian tubuh dan jiwa yang tak mungkin kita tak merasakan kesakitannya ketika dia mengeluhkan kepedihan dan deritanya.
Sedangkan anak adalah tempat kita bercermin dengan kebanggaan bahwa kita diberi kepercayaan untuk meneruskan garis keturunan dari kulit daging dan darah kita sendiri. Untuk ke depannya, kita bukakan jalan agar lebih lapang meniti kehidupan, menangkarkan anak keturunan; mengekalkan riwayat kemanusiaan.
Anak adalah cermin narsisistis diri sendiri. Bagaimana kita akan tega menyakitinya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Akhirnya memang, persoalan kekerasan dalam rumah tangga adalah persoalan tidak diketemukannya rumah; baik itu rumah ragawi maupun rumah hati tempat segalanya berlabuh bermuara.
Rumah bukanlah tempat yang terpaksa kita datangi ketika kita lelah lalu butuh istirahat ala kadarnya, untuk kemudian kita kembali lagi meninggalkannya setelah kelelahan itu sedikit terkurangi dan telah terkumpul lagi sedikit tenaga untuk kembali menyabung nasib dengan membawa pulang kelelahan-kelelahan baru. Bukan itu. Pasti.
Rumah adalah adalah tempat kita berbagi kehangatan dengan segenap bagian dari diri sendiri kita. Rumah adalah huma berhati yang di dalamnya seluruh bagian diri dan hati yang satu itu selalu menyatu menikmati penyatuan kembali, penuh cinta dan kehangatan. Dari rumah itulah derap juang dan ketabahan akan terbangun dari susunan kepercayaan dan saling topang melengkapi.
Di situlah kebahagiaan itu akan muncul. Kita usahakan untuk mendapatkannya. Karena kebahagiaan itu hanya datang sekejap, namun akan membawa energi positif berkepanjangan yang akan ikut menyertainya. Bahkan hingga selamanya.
Konon kebahagiaan datangnya seperti tujuh tarikan napas. Namun kalau Anda bisa merasakan suasana kegembiraan yang berlanjut berlarut-larut hingga sedemikian lama atau bahkan selamanya setelah dihampiri kebahagiaan, bisa jadi itu adalah berbagai rasa ikutan yang memang sering kali turut serta hadir di setiap kebahagiaan itu datang menghampiri.
Bisa berupa rasa bangga mendapatkan kepercayaan dan anugerah, bisa berupa rasa lega setelah memperjuangkan sedemikian lama, rasa haru dan sebagainya yang ikut berkecamuk mengharu biru suasana.
Kembalilah ke rumah. Jadikan rumahmu sebagai huma berhati.
Solo, 31 Juli 2022
Muchus Budi R, adalah wartawan detikcom
--Tulisan ini merupakan pendapat pribadi, tidak mewakili kebijakan redaksi.
(mbr/ahr)