Memasuki tahun ajaran baru 2022/2023, tidak semua SDN di Klaten punya cukup murid baru. Bahkan ada SDN yang tidak dapat siswa baru. Tak hanya di Klaten, masalah kekurangan murid ini juga terjadi di sejumlah SD di Boyolali.
"Yang tidak dapat murid pun ada. SDN 2 Ngerangan (Kecamatan Bayat) itu sudah dua tahun ini kelas 1 kosong," kata Plt Kabid Pembinaan SD Dinas Pendidikan Pemkab Klaten Derajat Setiaji kepada detikJateng di kantornya, Senin (11/7/2022).
Menurut Derajat, di Klaten ada 660 SDN yang tersebar di berbagai daerah kecamatan. Dari jumlah itu banyak yang saat PPDB tahun ini tidak terpenuhi target rombongan belajarnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Banyak (tidak terpenuhi rombel), dari total SD 660. Cuma saat ini kita belum bisa mengetahui jumlah rincian karena masih pendataan, di Dapodik pun belum masuk," terang Derajat.
Dikatakan Derajat, meskipun tidak dapat murid baru ataupun dapat tapi minim, SDN tersebut akan dipertahankan. Pembelajaran tetap akan dijalankan.
"Kita kan melayani masyarakat, dapat berapa pun pembelajaran tetap jalan. Kita pertahankan program satu desa satu SDN, walaupun muridnya berapa pun," kata Derajat.
SDN yang minim murid, sebut Derajat, rata-rata di wilayah pinggiran dan perbatasan. Misalnya SDN Ngerangan 1 dan 2 Kecamatan Bayat.
"Misalnya SDN 1 dan 2 Ngerangan itu di pinggiran tapi kalau di kota itu (kekurangan siswa) tidak ada. Selain karena wilayah, minim murid disebabkan minimnya jumlah anak usia sekolah," papar Derajat.
Guru SDN 1 Ngerangan, Kecamatan Bayat, Sapari membenarkan keterangan Dinas Pendidikan. Sekolahnya tahun ini hanya mendapatkan empat siswa baru.
"Tahun ini hanya mendapatkan empat siswa baru. Pendaftaran sudah dibuka dan kita sudah berusaha," ungkap Sapari dihubungi detikJateng melalui sambungan telepon.
Dijelaskan Sapari, minimnya pendaftar di sekolahnya disebabkan banyak SD di wilayah itu. Sapari menyebut, di satu wilayah RT di sekolahnya ada tiga sekolah.
"Ada tiga sekolah. Dua SDN dan ada satu SD swasta baru, padahal di satu wilayah RT," ungkap Sapari.
Sejumlah SD di Boyolali juga kekurangan murid. Simak halaman berikutnya..
Kekurangan murid juga terjadi di sejumlah SD di Kabupaten Boyolali. Bahkan hingga hari pertama masuk sekolah, masih ada sekolah yang menerima pendaftaran.
"Belum ada laporan masuk (jumlah SD yang kurang siswa). Kalau SD itu banyak juga yang hari pertama masuk sekolah sekaligus mendaftar," kata Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Boyolali, Darmanto, kepada detikJateng, Senin (11/7/2022).
Hari ini, para siswa sudah mulai sekolah memasuki ajaran baru. Pemkab Boyolali pun telah menggelar pembelajaran tatap muka (PTM) 100 persen.
Menurut Darmanto, di kampung-kampung di daerah tertentu ada budaya mendaftar SD bersamaan dengan hari pertama masuk sekolah. Sehingga pihak sekolah juga fleksibel dan tetap membuka pendaftaran. Apalagi yang jumlah siswanya masih kurang.
"Masih dibuka pendaftaran. Daerah-daerah tertentu. Kota sudah tutup, sesuai aturan yang ada. Tapi di daerah itu kan ada juga yang memang budayanya seperti itu. Boleh, nggak apa-apa," ujar dia.
Ada puluhan SD di Boyolali yang jumlah siswa kelas 1 saat ini masih sedikit. Bahkan hanya sekitar 10 anak saja. Darmanto pun meminta pihak sekolah tersebut berjuang maksimal untuk mendapatkan murid kembali. Sebab, untuk sementara ini pihaknya tak akan regrouping (menggabungkan SD) yang jumlah siswanya sedikit itu.
"Tadi malam di Kecamatan Gladagsari, SD negeri mengadakan pentas seni bersama promosi PPDB. Jadi itu masih terjadi tadi malam di Desa Kembang. Saya datang tadi malam," ungkap Darmanto.
Dalam pentas seni bersama itu, para siswa dari berbagai SD tampil. Dengan harapan, orang tua siswa yang tampil bisa tertarik dan menyekolahkan anak-anaknya di SD tersebut. Atau dari warga lainnya yang anaknya tidak sekolah di SD itu, bisa tertarik dan menyekolahkan anaknya di sana.
"Targetnya PPDB sukses," tegasnya.
Terkait minimnya jumlah siswa SD, menurut Darmanto, ada sejumlah faktor. Yaitu, karena keberhasilan program keluarga berencana (KB). Kemudian juga ada kompetitor dari sekolah swasta, sehingga orang tua siswa memiliki pilihan lain untuk menyekolahkan anaknya.
"Kemudian juga karena faktor jarak (rumah siswa dengan sekolah)," imbuhnya.