Hari ini, Rabu 5 Juli 2022, untuk pertama kalinya hari bulutangkis sedunia diperingati. Pada tanggal ini, 1934 silam, International Badminton Federation (IBF) didirikan. IBF adalah cikal bakal Badminton World Federation (BWF). Sebelum IBF didirikan, badminton ternyata sudah masuk ke Indonesia. Begini kisahnya.
Menurut Colin Brown dalam jurnalnya, Playing the Game: Ethnicity and Politics in Indonesian Badminton, bulutangkis atau badminton di Indonesia awalnya lebih dikenal sebagai permainan hiburan. Bahkan pada akhir 1930'an, profesor studi Asia dari Curtin University, Perth, itu menyebut pasar malam di Jawa selalu menggelar turnamen bulutangkis.
Dalam jurnal terbitan Cornell University Southeast Asia Program pada 2006 itu disebutkan, bulutangkis diperkenalkan ke Indonesia dari Semenanjung Malaya. Bulu tangkis masuk ke Indonesia dengan perantara ikatan sosial yang sudah sejak dulu menghubungkan komunitas Tionghoa di kedua sisi Selat Melaka.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pada awal 1930-an, klub-klub Tionghoa di Medan sering mengundang pemain bulu tangkis dari Pinang untuk bermain eksibisi dan berlanjut ke kompetisi. Pemain bulu tangkis dari Pinang yang berpengaruh, Yan Eng Hoo, disebut sering mengunjungi Medan dan Jakarta pada akhir 1920'an.
Salah satu ukuran popularitas permainan bulutangkis di Medan tampak dari iklan toko-toko alat olah raga di media massa lokal. Pada awal 1932, setidaknya ada toko Hari Bros dan Liang You yang sering mengiklankan satu set perlengkapan bulutangkis, meliputi shuttlecock, jaring (net), tiang, dan raket.
Pada pertengahan 1930-an, permainan telah menyebar ke kota-kota besar lainnya di Jawa, antara lain Bandung, Semarang, Solo, dan Surabaya.
Simak selengkapnya di halaman berikut...
Pada 1934, Jawa Tengah mengadakan turnamen kejuaraan. Pesatnya perkembangan bulutangkis ini terutama merupakan hasil kunjungan pemain asal Jakarta, Oei Kok Tjoan. Dia mengunjungi kota-kota di Jawa Timur pada beberapa kesempatan sehingga meningkatkan popularitas bulutangkis.
Permainan tersebut bahkan mulai merambah kota-kota kecil seperti Tuban, Bojonegoro, Malang, dan Jember. Tahun 1930-an bisa dibilang sebagai masa penyebaran bulutangkis ke seluruh Jawa.
Ketika permainan bulutangkis menjadi lebih kompetitif dan terorganisir, pada awal tahun 1930-an, sekelompok klub yang berbasis di Jakarta membentuk Bataviasche Badminton Bond (BBB). Rivalnya kemudian mendirikan Bataviasche Badminton League (BBL).
Kedua kelompok yang tampaknya bersaing satu sama lain itu disatukan sekitar tahun 1940 oleh Tjoa Seng Tiang untuk membentuk Bataviasche Badminton Unie (BBU) yang berkantor pusat di Molenvliet West (sekarang Jalan Gadjah Mada 175).
Anggota utama BBU, termasuk Ang Bock Sun, terus memainkan peran penting dalam bulutangkis Indonesia sampai kematiannya pada tahun 1985.
Sebuah organisasi serupa BBB juga ada di Surabaya, yaitu Soerabaiasche Badminton Bond. Di Semarang, Klub Bulu Tangkis Heerenstraat beroperasi pada akhir tahun 1930-an, dengan kompetisi untuk pria dan wanita.
Dalam laman resmi PBSI (Persatuan Bulutangkis Seluruh Indonesia) dijelaskan, sebelum Indonesia merdeka, ada sejumlah perkumpulan bulutangkis di daerah yang bergerak sendiri. Klub-klub bulutangkis itu, terutama di Jawa, mulai terjalin setelah terbentuknya PORI (Persatuan Olah Raga Republik Indonesia). Singkat cerita, dalam pertemuan tanggal 5 Mei 1951, di Bandung lahirlah PBSI.