Soal Thor: Love and Thunder, Kenapa Film Marvel Begitu Rumit?

Soal Thor: Love and Thunder, Kenapa Film Marvel Begitu Rumit?

Dinda Leo Listy - detikJateng
Selasa, 05 Jul 2022 13:18 WIB
Natalie Portman as The Mighty Thor in Marvel Studios THOR: LOVE AND THUNDER. Photo by Jasin Boland. Β©Marvel Studios 2022. All Rights Reserved.
Natalie Portman as The Mighty Thor in Marvel Studios' THOR: LOVE AND THUNDER. Photo by Jasin Boland. Β©Marvel Studios 2022. All Rights Reserved.
Solo -

Untuk memahami film Thor: Love and Thunder yang tayang di Indonesia besok Rabu (6/7), penonton setidaknya harus menonton tiga film seri pendahulunya. Itu saja belum cukup. Sedikitnya masih ada empat judul film Marvel lain yang turut menyusun jalan cerita Thor si Dewa Petir itu. "Kenapa film zaman sekarang begitu rumit?"

Wajar bila muncul pertanyaan semacam itu dari sebagian orang, khususnya mereka yang terbiasa menonton film-film standalone (yang berdiri sendiri). Selamat datang di era Marvel Cinematic Universe!

Marvel Cinematic Universe

Dalam laman resminya, Marvel Entertainment, LLC (perseroan terbatas), menyebut dirinya sebagai anak perusahaan The Walt Disney Company. Marvel memanfaatkan lebih dari 8 ribu karakternya dalam waralaba (franchise) pertunjukan, perizinan, dan penerbitan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Marvel Cinematic Universe (MCU) sebenarnya terbilang baru dalam sistem bisnis film waralaba. MCU berawal saat merilis Iron Man yang disutradarai Jon Favreau pada Mei 2008. Dalam buku Avengers Assemble! (2018), Terence McSweeney mengatakan Iron Man adalah pertaruhan besar bagi studio yang baru dibentuk.

Dan, MCU memenangkan pertaruhan itu. Menurut McSweeney, MCU adalah serial film paling sukses secara finansial. Dalam satu dekade, 2008-2018, pendapatan MCU mencapai 12 miliar dolar AS di box office internasional. Jauh meninggalkan film franchise pendahulunya, Star Wars.

ADVERTISEMENT

Wajar jika MCU sukses. Sebab, dia lahir dan tumbuh pada awal abad superhero. Sejak tahun 2000, ratusan film superhero diproduksi di seluruh dunia, baik tayang di bioskop maupun di televisi. Setelah sukses dengan Iron Man, MCU kemudian merilis The Incredible Hulk pada tahun yang sama.

Sejak itu, film-film superhero seperti tak ada habisnya. Mulai dari The Dark Knight, Hellboy II: The Golden Army, Punisher: War Zone, Avenger, Guardian of the Galaxy, dan lain-lain. Ramalan beberapa pengamat film tentang akan datangnya 'masa jenuh pasar' sampai sekarang belum terbukti.

Tentang film waralaba, dari Star Wars hingga James Bond, sila baca di halaman berikutnya...

Setelah dua tahun terpuruk karena pandemi COVID-19, film superhero kembali menunjukkan tajinya. Doctor Strange in the Multiverse of Madness salah satunya. Pada akhir pekan rilis perdananya, film Dr Strange 2 itu meraup pendapatan dari box office global hingga US$ 265 juta.

Waralaba Star Wars

Jauh sebelum film perdana MCU, Iron Man (2008), kita mengenal Star Wars karya George Lucas yang dirilis pada 1977. Star Wars pun akhirnya berkembang menjadi perusahaan besar dengan mengandalkan waralaba merek dagangnya yang terkenal di seluruh dunia.

Untuk diketahui, setelah Star Wars: The Rise of Skywalker tayang pada 2019 sebagai episode ke-9, masih ada dua film lagi yang akan tayang pada 2023, yaitu Star Wars: Rogue Squadron yang disutradarai Patty Jenkins dan Star Wars karya Taika Waititi yang juga menyutradarai Thor: Love and Thunder.

Meski tak akan sepenuhnya terlepas dari The Rise of Skywalker yang menguasai box office tapi jeblok pendapatannya, dua sutradara itu tentu punya siasat tersendiri untuk mengembalikan kejayaan Star Wars.

Jika MCU melambung karena sejalan dengan zamannya, tidak demikian dengan George Lucas. Dia terbilang nekat saat membuat Star Wars, film fiksi ilmiah tentang alien dan peradaban luar angkasa itu. Sebab, pada era 70'an, bioskop dan televisi di Amerika sedang dibanjiri film-film romantis.

Tak ayal jika Lucas yang bermodal tipis harus pontang-panting mencari aktor pengganti. Bahkan, dia harus mengulang syuting banyak adegan pada dua pekan sebelum pemutaran perdananya, seperti dikisahkan N. S. Subawa dan N W Widhiastini dalam buku Waralaba 4.0, Isu, Tren, dan Waralaba di Era Digital (Nilacakra, 2020).

Perjuangan Lucas pun terbayar. Film yang semula dikira jelek itu menjadi film paling populer. Penjualan Star Wars episode pertama saat itu lebih dari 500 juta dollar AS.

Tentang kisah Stan Lee menggabungkan komik Fantastic Four (1961), sila baca di halaman selanjutnya..

Beda MCU, Star Wars dan James Bond

Sebelum Star Wars, ada pula James Bond yang termasuk film waralaba. Film tentang agen rahasia Inggris itu pertama kali dirilis pada 1953. Sedangkan No Time To Die yang tayang pada 2021 lalu adalah film James Bond yang ke-25. Pada 30 Juni lalu, Esquire menerbitkan artikel hasil analisis mendalam tentang siapa yang akan menjadi James Bond selanjutnya?

Namun, siapapun penerus Daniel Crieg, selama ceritanya hanya fokus pada satu tokoh sentral, untuk menonton James Bond edisi ke-26 tak harus mengingat banyak episode sebelumnya. Membaca sinopsis No Time To Die saja cukup. Begitu pula dengan Star Wars dan film seri lain yang berangkat dari satu kisah atau tema yang sama, seperti film seri horor Danur MD Pictures.

Tapi hal itu tidak berlaku untuk film Marvel maupun pesaingnya, DC. Sebab, tiap karakter dari dua perusahaan yang berawal dari penerbit komik itu sama-sama punya latar cerita yang kuat.


Menggabungkan tiap karakter itu dalam satu cerita tentu bukan hal mudah. Dan, itu sudah mereka lakukan lebih dari setengah abad silam untuk menyelamatkan industri komik yang tergerus oleh film.

"Butuh beberapa hari untuk mencatat satu juta catatan," kata Stanley Martin Lieber mengenang perjuangannya saat pertama kali menggabungkan sejumlah karakter ke dalam satu komik yang kompleks, Fantastic Four (1961). Saat itu, Stanley yang akrab dengan nama pena Stan Lee bekerja sebagai penulis dan editor di Magazine Management Company.

"Coret lagi lalu menulis sejuta catatan lagi sampai akhirnya saya menemukan empat karakter yang saya pikir akan bekerja sama dengan baik sebagai sebuah tim," ujar Stan Lee kepada Sean Howe dalam buku Marvel Comics The Untold Story (2012).

Setelah Fantastic Four sukses menyelamatkan industri komik dari titik nadir, tiap karakter dalam Marvel Comics mulai berpilin dalam beberapa kisah gabungan yang rumit seperti sekarang.

Halaman 2 dari 3
(dil/sip)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads