Seorang hakim di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Djuyamto, membuat lagu mengenai tembok eks Keraton Kartasura yang dijebol. Dia juga membuat video klip di lokasi itu.
Belakangan, kuasa hukum pemilik lahan mengancam bakal melayangkan somasi. Alasannya, Djuyamto membuat video klip di lahan kliennya tanpa izin.
Saat dihubungi, Djuyamto mengaku belum menerima somasi itu. Meski demikian dia mengaku siap untuk menerima somasi dari kuasa hukum pemilik lahan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"It's okay. Bagi saya tidak masalah untuk disomasi," kata Djuyamto saat dihubungi detikJateng, Jumat (13/5/2022).
Menurut dia, lagu dan video klip itu sengaja dibuat sebagai bentuk kekecewaannya terhadap penjebolan bangunan yang diduga kuat merupakan cagar budaya itu.
"Lagu itu saya buat sebagai warga masyarakat Kartasura yang merasa prihatin. Tidak ada kaitannya dengan profesi saya sebagai hakim," kata dia.
Dia juga mengatakan bahwa tidak ada masalah etik yang dilanggarnya mengingat sebagai hakim dia tidak menangani perkara penjebolan bangunan eks Keraton Kartasura oleh pemilik lahan itu.
Lebih lanjut, dia menyebut bahwa lagu itu sengaja diciptakan untuk menggugah kesadaran masyarakat untuk melindungi bangunan cagar budaya sebagai bentuk ketaatan terhadap undang-undang.
"Saya ingin menggugah kesadaran, baik masyarakat, pemilik lahan maupun pemerintah. Lagu itu juga tidak menyalahkan pihak mana pun," katanya.
Terkait lokasi pengambilan gambar dalam video klip, lanjutnya, selama kasus itu mencuat sudah banyak pihak yang melihat langsung ke lokasi.
"Ada dari kejaksaan, BPCB, tokoh Keraton Surakarta dan masyarakat yang ke lokasi. Tapi kok yang disomasi cuma saya," katanya mempertanyakan.
Diberitakan sebelumnya. seorang warga bernama Burhanudin membeli lahan di kawasan Kartasura. Saat membersihkan lahan, dia menjebol tembok yang ada di lahan itu.
Hal tersebut membuat heboh lantaran tembok tersebut merupakan eks benteng Keraton Kartasura yang saat itu dalam status didaftarkan sebagai benda cagar budaya.
Perkara itu menarik perhatian banyak pihak. Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Jateng hingga Kejaksaan Agung turun tangan untuk melakukan pemeriksaan.
(ahr/sip)