Tradisi Unik Santri Ponpes Boyolali di Malam Selikuran: Ngaji Berlampu Sentir

Tradisi Unik Santri Ponpes Boyolali di Malam Selikuran: Ngaji Berlampu Sentir

Jarmaji - detikJateng
Sabtu, 23 Apr 2022 19:09 WIB
Santri Ponpes Nurul Hidayah, Andong, Boyolali mengaji di alam terbuka dengan penerangan lampu sentir, Jumat (22/4/2022).
Santri Ponpes Nurul Hidayah, Andong, Boyolali mengaji di alam terbuka dengan penerangan lampu sentir, Jumat (22/4/2022). Foto: Jarmaji/detikJateng
Boyolali -

Tradisi cukup unik dilakukan Pondok Pesantren Nurul Hidayah, Boyolali. Di malam selikuran atau 21 Ramadan, para kiai pengasuh dan santri melakukan ngaji Al-Qur'an di alam terbuka dengan penerangan lampu sentir atau lampu minyak tanah dan obor.

"Ya, kegiatan ini rutin kami lakukan tiap tahun di tanggal 20 Ramadan malam, atau malam tanggal 21 Ramadan, malam selikuran," kata Pimpinan Ponpes Nurul Hidayah, KH Nur Rochman, di sela-sela kegiatan, Jumat (22/4/2022) malam.

Dengan membawa obor, ratusan santri dan santriwati keluar dari pondok untuk menuju lapangan yang ada di sebelah ponpes tersebut, di Dukuh Tempel, Desa Sempu, Kecamatan Andong, Boyolali.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Nur Rochman berada di paling depan untuk memimpin para santri ini menuju lapangan dengan membaca selawat. Setibanya di lapangan, seratusan santri itu langsung duduk di atas tikar yang telah diberikan meja serta lampu sentir.

Tanpa menunggu aba-aba, setelah seluruh santri duduk, mushaf Al-Qur'an yang telah dibawa langsung dibuka. Nur Rochman langsung memimpin pembacaan Al-Qur'an yang dimulai dari surat An Naba.

ADVERTISEMENT

Meski terlihat remang-remang namun tak mengurangi kekhusyukan para santri itu dalam membaca Al-Qur'an. Kepulauan asap hitam tipis yang keluar dari sentir dan obor kian menambah suasa khidmat lantunan ayat-ayat suci yang dibaca para santri itu.

Santri Ponpes Nurul Hidayah, Andong, Boyolali mengaji di alam terbuka dengan penerangan lampu sentir, Jumat (22/4/2022).Santri Ponpes Nurul Hidayah, Andong, Boyolali mengaji di alam terbuka dengan penerangan lampu sentir, Jumat (22/4/2022). Foto: Jarmaji/detikJateng

Nur Rochman mengatakan, kegiatan ini dilakukan untuk mengajak para santrinya mengenang masa lalu. Masa-masa di mana para guru-guru zaman dahulu dalam mengajarkan dan siar Islam dengan keterbatasan karena belum ada lampu penerangan seperti sekarang ini.

"Untuk mengenang dari guru-guru kami, juga mengenang perjuangan WaliAllah, yang menggunakan lampu sentir, sebagai penerangan dalam membaca ayat-ayat suci Al-Quran," jelasnya.

Mengaji dengan lampu sentir pada malam selikuran ini juga untuk menyambut malam Lailatul Qadar.

"Harapan kita anak-anak generasi penerus sekarang ini tidak lupa dengan perjuangan-perjuangan para guru zaman dahulu. Sangat susahnya, sangat sedihnya karena belum ada penerangan (listrik)," imbuh dia.

Sementara itu salah seorang santri, Bunga, merasa mengaji dengan penerangan terbatas ini lebih khidmat. Dia pun bisa membayangkan bagaimana sulitnya kiai atau ulama dulu dalam mengaji sebelum ada listrik.

"Ngaji dengan lampu sentir ini juga untuk muhasabah diri. Orang dulu penerangannya masih terbatas tapi semangat dalam mengaji," kata Bunga.




(rih/rih)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads