Meneladani Semangat Mbah Tritis, Pantang Mengiba di Masa Senja

Meneladani Semangat Mbah Tritis, Pantang Mengiba di Masa Senja

Ari Purnomo - detikJateng
Minggu, 27 Mar 2022 20:17 WIB
Tri Wahyuni Parangtritis mendorong sepeda berisi puluhan keranjang bunga bekas untuk dijual.
Mbah Tritis mendorong sepeda berisi puluhan keranjang bunga bekas untuk dijual. (Foto: Ari Purnomo/detikJateng)
Solo -

Di usianya yang sudah senja, Tri Wahyuni Parangtritis masih memiliki semangat yang begitu besar. Nenek yang dikenal dengan nama Mbah Tritis itu masih bekerja dengan sisa tenaga tuanya.

Hidup seorang diri di masa tuanya, Mbah Tritis harus memutar otak agar tetap bisa makan setiap harinya. Tentunya, ia pantang hanya sekedar meminta atau mengharapkan iba dari orang lain.

Untuk mencari nafkah, nenek berusia 70 tahunan itu menjual keranjang bunga bekas yang terbuat dari anyaman bambu. Keranjang itu biasanya digunakan sebagai tempat bunga mawar bekas dipakai berziarah. Keranjang itu didapatkan dari para tetangga dengan membeli seharga Rp 1.500 untuk setiap keranjangnya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Setelah terkumpul banyak, Mbah Tritis membawa keranjang itu ke tempat penjualan yang jaraknya 5 hingga 8 kilometer dari rumahnya. Dengan sepeda tuanya, keranjang-keranjang itu ditatanya di bagian belakang, Mbah Tritis kemudian membawanya ke pedagang bunga.

"Keranjang ini disetor dari tetangga, mereka dapat dari para peziarah di Makam Bonoloyo," terang Mbah Tritis kepada detikJateng, Sabtu (26/3/2022).

ADVERTISEMENT

Nenek yang tinggal di Gebang RT 004/RW 017, Banjarsari itu menambahkan, menjual keranjang bekas sudah dilakoninya sejak puluhan tahun silam. "Saya sudah menjadi yatim piatu sejak kecil, dan menjual keranjang bunga bekas ini sudah saya jalani sejak usia belasan tahun," urainya.

Dulu, Mbah Tritis masih bisa mengayuh sepeda jengki-nya ke tempat pengepul keranjang itu. Tetapi, di usianya yang sudah cukup senja ini, Mbah Tritis tidak lagi berani. Jadilah sepeda itu hanya dituntun sepanjang perjalanan.

"Kalau dulu masih berani naik sepeda, sekarang sudah tidak berani naik sepeda. Jadi hanya saya tuntun saja sambil membawa keranjang," paparnya.

Untuk menjual keranjang-keranjang bekasnya, Mbah Tritis harus menempuh jarak yang cukup jauh, mulai dari Gebang hingga di Pasar Ledoksari. Kalau belum habis, keranjang-kerajang itu diantarnya hingga ke Pasar Kembang.

"Tetapi, biasanya sudah habis di Pasar Ledoksari karena sudah ada yang membelinya," urainya.

Mbah Tritis tidak setiap hari bisa menjual keranjang bekasnya. Minimal sepekan sekali, setelah keranjang terkumpul banyak, baru ia bawa ke penjual bunga di Pasar Ledoksari.

"Saya biasa menjualnya Rp 2.500/keranjang, tetapi keranjangnya juga yang masih bagus," ungkapnya.

Setiap kali menjual, jumlah keranjang bunga bekas juga tidak tentu. Kadang banyak hingga mencapai 80 buah tetapi kadang juga tidak sampai sebanyak itu.

"Sekarang lagi ramai, jadi ini bisa membawa 80 buah keranjang bekas. Nanti setelah keranjang bekas habis saya pulangnya naik becak," katanya.

"Karena saya sudah terlalu capek jadi tidak kuat kalau pulang dengan mendorong sepeda lagi. Untuk bayar becak Rp 25 ribu," pungkas Mbah Tritis.




(apl/aku)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads