Kasus tewasnya dokter Sunardi dalam penyergapan Densus 88 di Sukoharjo, sedang menjadi perbincangan. Pakar psikologi forensik, Reza Indragiri Amriel, mengusulkan perlu dilakukan posthumous trial atau persidangan yang diadakan setelah kematian terdakwa, untuk memberikan kepastian apakah benar yang bersangkutan terlibat dalam jaringan terorisme.
Reza mengatakan benar tidaknya dokter Sunardi menjadi bagian dari jaringan terorisme seperti yang disampaikan Polri, akan sulit mengujinya karena yang bersangkutan sudah tewas.
Pembuktian seperti itu, kata dia, sebenarnya bisa dilakukan dengan metode posthumous trial atau persidangan yang diadakan setelah kematian terdakwa.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Andai kita mengenal posthumous trial, persidangan bagi terdakwa yang sudah meninggal maka diharapkan akan ada kepastian status para terduga teroris di mata hukum," kata Reza kepada detikJateng, Senin (14/3/2022).
Untuk itu, dosen di Politeknik Ilmu Pemasyarakatan (Poltekip) tersebut mengusulkan perlunya dipertimbangkan digelar posthumous trial sebagai pembuktian seseorang yang tewas dalam penangkapan Densus 88. Dengan demikian maka akan memberikan penguatan pemberantasan terorisme di tanah air.
"Mungkin posthumous trial perlu diadakan sebagai bentuk penguatan terhadap operasi pemberantasan terorisme," lanjutnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, dokter Sunardi tewas ditembak Densus 88 dalam operasi penangkapan di jalanan di Sukoharjo, Jateng, Rabu (9/3) malam. Polisi mengatakan dokter Sunardi melawan saat ditangkap dan membahayakan pengguna jalan lain sehingga perlu diambil tindakan terukur untuk melumpuhkannya.
Sejauh ini pihak keluarga belum memutuskan apakah akan menempuh jalur hukum atas kejadian tersebut. Sebelumnya, tiga orang advokat di Solo Raya sudah menyatakan siap mendampingi jika keluarga akan menggugat Densus 88 terkait penembakan yang menewaskan dokter Sunardi tersebut.
Juru bicara keluarga, Endro Sudarsono, mengatakan hingga saat ini pihak keluarga belum memutuskan hal tersebut.
"Keluarga belum memberikan kuasa (untuk melakukan gugatan)," ujar Endro.
(mbr/rih)