Pakar UGM Pertanyakan Metode Big Data Luhut 'Rakyat Ingin Tunda Pemilu'

Pakar UGM Pertanyakan Metode Big Data Luhut 'Rakyat Ingin Tunda Pemilu'

Jauh Hari Wawan S. - detikJateng
Minggu, 13 Mar 2022 14:15 WIB
Luhut B Pandjaitan
Luhut B Pandjaitan. (Foto: Faiq Azmi)
Sleman -

Klaim Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan soal 110 juta netizen mau pemilu 2024 ditunda panen kritikan. Pakar politik Universitas Gadjah Mada (UGM) Mada Sukmajati meminta Luhut membuka metode pengambilan data tersebut.

Mada menilai, Luhut tidak menyampaikan secara detail soal metodologi apa yang dipakai dalam analisa big data itu. Misalnya data itu diperoleh dari mana, periode crawling-nya kapan, menganalisisnya bagaimana dan sebagainya.

"Metodologi yang dipakai tidak disampaikan secara jelas. Jadi itu sifatnya masih sangat klaim, masih sangat sumir sekali statment itu," kata Mada saat dihubungi detikJateng, Minggu (13/3/2022).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ia meminta agar Luhut bisa membuka metodologi pengambilan data tersebut. Agar publik bisa membandingkan mana yang benar-benar valid dan sesuai.

"Seperti survei (pemilu ditunda) kemarin, disandingkan saja masyarakat bisa menilai secara ilmiah secara akademis metodologi mana yang paling memadai, layak secara akademis," ujarnya.

ADVERTISEMENT

Mada melanjutkan, data yang digunakan dalam big data jumlahnya tidak sampai ratusan juta.

"Big datanya itu tidak sampai ratusan juta," ucapnya.

Selain itu, dalam analisis big data menurut Mada lebih susah untuk menentukan orang itu mendukung atau menolak penundaan pemilu.

"Dalam analisa big data tidak bisa secara valid bahwa akun itu bisa dobel bahkan bisa robot. Tidak bisa mengetahui secara valid bahwa akun itu menolak atau mendukung dari statment-nya," urai Mada.

"Kita ingin mendengar penjelasan dari Pak Luhut soal metodologi apa yang dipakai untuk analisa big data itu sehingga sampai pada kesimpulan tersebut," tegasnya.

Mada melanjutkan, pernyataan kontroversial Luhut ini menjadi tanda tanya. Sebab, wacana penundaan Pemilu 2024 sebelumnya telah mulai padam. Namun, Luhut justru menyulut kegaduhan publik.

"Atau jangan-jangan Pak Luhut secara individu setuju dengan 3 periode terlepas dari metode yang dipakai tapi poinnya adalah setuju untuk 3 periode," ungkapnya.

Ia juga melihat ada motif tertentu dalam pernyataan Luhut itu. Terutama motif untuk melanggengkan kekuasaan.

"Ini statment menunjukkan bahwa ada beberapa menteri yang ingin 3 periode dan mereka berharap menjadi bagian 3 periode itu," pungkasnya.

Sebelumnya diberitakan, Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan berbicara tentang wacana penundaan pemilu hingga jabatan Presiden Joko Widodo (Jokowi) diperpanjang. Luhut mengklaim punya data aspirasi rakyat Indonesia yang menginginkan penundaan Pemilu 2024.

Hal itu disampaikan Luhut dalam podcast #closethedoor di channel YouTube Deddy Corbuzier, seperti dilihat, Jumat (11/3/2022). Dalam perbincangannya dengan Deddy, Luhut menjelaskan pihaknya memiliki big data yang isinya merekam aspirasi publik di media sosial soal Pemilu 2024.

"Karena begini, kita kan punya big data, saya ingin lihat, kita punya big data, dari big data itu, kira-kira meng-grab 110 juta. Iya, 110 juta, macam-macam, Facebook, segala macam-macam, karena orang-orang main Twitter, kira-kira orang 110 juta lah," kata Luhut.

Dari data tersebut, Luhut menjelaskan masyarakat kelas menengah ke bawah ingin kondisi sosial politik yang tenang. Masyarakat, kata Luhut, tak ingin gaduh politik dan lebih menginginkan kondisi ekonomi ditingkatkan.

"Kalau menengah ke bawah ini, itu pokoknya pengin tenang, pengin bicaranya ekonomi, tidak mau lagi seperti kemarin. Kemarin kita kan sakit gigi dengan kampret-lah, cebong-lah, kadrun-lah, itu kan menimbulkan tidak bagus. Masa terus-terusan begitu," ujarnya.

Masih dari big data yang diklaim Luhut, dia mengatakan rakyat Indonesia mengkritisi dana Rp 100 triliun lebih untuk Pemilu 2024. Dana ratusan triliun ini memang diajukan KPU kepada DPR-pemerintah.

"Sekarang lagi gini-gini, katanya, kita coba tangkap dari publik (dari data-data tersebut), ya itu bilang kita mau habisin Rp 100 triliun lebih untuk milih, ini keadaan begini, ngapain sih, ya untuk pemilihan presiden dan pilkada, kan serentak," ucapnya.




(sip/sip)


Hide Ads