Suksesi di Keraton Kasunanan Surakarta rupanya mulai dipersiapkan. Penguasa keraton, Pakubuwono (PB) XIII, kini telah menunjuk salah satu anaknya sebagai putra mahkota.
Pengukuhan putra mahkota itu dilakukan di sela-sela kegiatan Tingalandalem Jumenengan Sampeyandalem Ingkang Sinuhun Kanjeng Susuhunan (SISKS) Pakubuwono (PB) XIII, Minggu (27/2/2022) lalu.
Yang ditunjuk sebagai putra mahkota sekaligus calon pengganti adalah KGPH Purbaya, buah pernikahan PB XIII dengan BRAy Asih Winarni yang saat itu juga dikukuhkan sebagai permaisuri yang bergelar Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Pakubuwono.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Yang istimewa yaitu pengukuhan garwa dalem, dikukuhkan nunggak asma atau satu nama sebagai GKR Pakubuwono, yaitu kedudukannya sebagai permaisuri PB XIII," kata Pengageng Parentah Keraton Kasunanan Surakarta, KGPH Dipokusumo usai upacara jumenengan.
"Di samping itu ada penetapan dari putra dalem yang miyos atau lahir dari prameswari dalem, yaitu KGPH Purbaya, dilantik menjadi Kanjeng Gusti Adipati Anom Sudibyo Rajaputra Narendra Ing Mataram, yaitu sebagai putra mahkota," imbuh Dipokusumo.
Pengukuhan putra mahkota itu mendapat dukungan dari sejumlah kalangan. Menurut salah satu pengamat sejarah dari Universitas Sebelas Maret (UNS), Susanto, langkah tersebut bisa meminimalisir kemungkinan terjadinya konflik di masa mendatang.
Seperti diketahui, keraton itu dilanda konflik perebutan kekuasaan selama belasan tahun. Salah satu penyebabnya adalah tidak adanya anak yang ditunjuk sebagai putra mahkota sepeninggal PB XII.
"Tentu ini dilakukan untuk mengurangi potensi konflik ke depannya. Dengan ditunjuknya putra mahkota berarti nantinya dialah yang jadi penerus," kata Susanto saat dihubungi detikJateng, Selasa (1/3/2022).
Selain memperkecil potensi konflik, prosesi itu disebut sebagai bagian dari tugas keraton dalam melaksanakan adat istiadat. Sebab tidak dipungkiri jika keraton masih diakui sebagai sumber kebudayaan, meskipun sudah tidak memiliki kekuatan politik di Indonesia.
"Ya itu sudah menjadi salah satu tradisi mereka. Tentunya sudah ada adat istiadat yang dipatuhi," ujarnya.
Hanya saja, konflik justru sudah di depan mata. Langkah PB XIII mengukuhkan permaisuri dan putra mahkota itu ternyata disoal oleh kubu lain yang ada di dalam Keraton Surakarta, yakni Lembaga Dewan Adat (LDA).
Permasalahan utama yang dipersoalkan adalah penggunaan gelar Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Pakubuwono. Ketua Eksekutif LDA Keraton Solo, Kanjeng Pangeran (KP) Eddy Wirabhumi mengatakan penyematan gelar 'gusti' tidak bisa diberikan secara sembarangan.
"Jadi semua itu ada aturannya. Tidak bisa sembarangan menggunakan gelar gusti. Ada syarat dan tata caranya," kata Wirabhumi saat dihubungi detikJateng, Rabu (2/3).
Menurutnya, memang gelar gusti bisa dipakai orang keturunan trah Mataram maupun bukan keturunan. Namun ada tata cara berbeda dalam prosesinya.
Wirabhumi menyebut tidak boleh ada penyimpangan tata cara adat dalam pemberian gelar itu. Sebab, keabsahan gelar untuk permaisuri itu juga akan berimbas langsung pada gelar putra mahkota yang telah diangkat.
(ahr/dil)