Melihat Upacara Mecaru dan Pawai Ogoh-ogoh Jelang Nyepi di Boyolali

Melihat Upacara Mecaru dan Pawai Ogoh-ogoh Jelang Nyepi di Boyolali

Ragil Ajiyanto - detikJateng
Rabu, 02 Mar 2022 20:45 WIB
Umat Hindu di Kecamatan Banyudono menggelar arak-arakan ogoh-ogoh jelang Hari Raya Nyepi.
Umat Hindu di Kecamatan Banyudono menggelar arak-arakan ogoh-ogoh jelang Hari Raya Nyepi. (Foto: Ragil Ajiyanto/detikJateng)
Boyolali -

Umat Hindu di Kecamatan Banyudono, Kabupaten Boyolali melaksanakan upacara Mecaru yang dilanjutkan arak-arakan ogoh-ogoh jelang Hari Raya Nyepi tahun Caka 1944. Ogoh-ogoh setinggi 4,5 meter yang merupakan lambang bhutakala diarak keliling desa, kemudian dibakar.

"Kegiatan sore hari ini yaitu upacara Mecaru dan arak-arakan ogoh-ogoh," kata Ketua Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Desa Ngaru-aru, Kecamatan Banyudono, Boyolali, Heru Kuncoro, jelang pelaksanaan upacara Mecaru, Rabu (2/3/2022).

Upacara ini dilaksanakan di Pura Bhuana Suci Saraswati, Desa Ngaru-aru, Kecamatan Banyudono. Ratusan umat Hindu desa setempat mengikuti upacara ini dengan khidmat.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Tujuannya upacara Mecaru itu, upacara yang dilakukan oleh umat Hindu yang ditujukan kepada para bhutakala atau roh halus, yang intinya untuk mensinergikan alam menjadi lebih baik lagi," jelas Heru.

Pantauan detikJateng di lokasi, pukul 17.00 WIB, sembahyang dimulai di dalam pura. Nyanyian pujian dinyanyikan secara khidmat oleh umat Hindu dan diiringi gemerincing lonceng. Dilanjutkan dengan pemercikan air suci pada ogoh-ogoh dan pemuda yang mengarak.

ADVERTISEMENT

Lepas waktu azan magrib, obor-oboΕ• dinyalakan. Arak-arakan ogoh-ogoh dilakukan sejauh lebih dari satu kilometer, mengelilingi sejumlah dukuh di Desa Ngaru-aru.

Arak-arakan di barisan paling depan 12 umat yang membawa obor berjalan beriringan. Diikuti dengan pembawa ogoh-ogoh yang dipikul 20 orang bersamaan. Barulah, iringan-iringan umat Hindu lainnya mengikuti dari belakang. Pawai ini berakhir kembali di depan Pura Bhuana Suci Saraswati.

Arak-arakan ogoh-ogoh ini mendapat sambutan meriah dari warga yang dilewati. Bahkan, para warga banyak yang mengabadikan dengan menggunakan smartphone mereka. Pawai ogoh-ogoh ini juga diiringi alunan musik reog dari kelompok kesenian reog Desa setempat.

Umat Hindu di Kecamatan Banyudono menggelar arak-arakan ogoh-ogoh jelang Hari Raya Nyepi.Usai diarak, ogoh-ogoh dibakar sebagai simbol memusnahkan energi buruk. Foto: Ragil Ajiyanto/detikJateng

Heru mengatakan, di dalam konsep Nyepi, ogoh-ogoh merupakan salah satu lambang sifat atau energi buruk atau energi jahat yang harus dimusnahkan. Maka, selesai arak-arakan ogoh-ogoh kemudian dibakar di depan pura.

"Ogoh-ogoh itu merupakan salah satu lambang sifat atau energi buruk atau energi jahat yang harus kita lebur, yang harus kita musnahkan. Sehingga setelah arak-arakan ogoh-ogoh itu dilebur atau dimusnahkan dengan jalan dibakar," terang Heru.

Rangkaian upacara Nyepi selanjutnya, Umat Hindu akan melaksanakan catur brata penyepian. Mereka akan tetap tinggal di rumah selama satu hari satu malam untuk melakukan mendekatkan diri kepada Tuhan.

"Di dalam Nyepi itu kita harus melaksanakan catur brata penyepian. Tidak menyalakan api, tidak bekerja, tidak bepergian dan tidak bersenang-senang. Dalam satu hari satu malam itu mendekatkan diri kepada Tuhan. Sehingga bisa merenung sepenuh hati. Setelah itu kita baru melaksanakan upacara intinya saling maaf-memaafkan," imbuh dia.

Ditegaskan pula, bahwa dalam kegiatan ini juga tetap mematuhi protokol kesehatan, karena saat ini masih dalam masa pandemi COVID-19.

Sementara itu Camat Banyudono, Jarot Purnomo, mengatakan upacara Mecaru ini telah mendapatkan izin dari kecamatan. Pelaksanaan wajib menerapkan protokol kesehatan (prokes) sesuai dengan intruksi bupati (Inbup) Boyolali. Peserta upacara Mecaru dibatasi maksimal 25 persen dari kapasitas.




(aku/mbr)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads