Warga penerima bantuan sosial (Bansos) pada Desa Karangduren dan Desa Tlahab Lor di Kabupaten Purbalingga Jawa Tengah, mengaku tidak membawa pulang uang bantuannya secara utuh. Padahal seharusnya warga menerima bantuan uang tunai pengganti program BPNT untuk Januari, Februari dan Maret sebesar Rp 600 ribu.
"Saya menerima uang Rp 600 ribu di Balaidesa tapi langsung dipotong Rp 250 untuk membayar beras 25kg," kata warga Karangduren Juryati kepada detikJateng, Sabtu (26/2/2022)
Dia mengaku tidak mengetahui jika seharusnya bansos yang diterima dalam bentuk uang. Karena dia merasa tak mendapatkan sosialisasi terkait apa saja yang bakal diterima dia sebagai Keluarga Penerima Manfaat (KPM).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Tidak tahu (harusnya menerima tunai), tahunya paket beras dan uang Rp 350 ribu. Kalau dikasih tahu, saya akan memilih uang saja Rp 600 ribu," ujarnya.
Baca juga: Cara Penganut Samin Memandang Kematian |
Hal serupa juga disampaikan Darsinah, warga Tlahab Lor, sebagai KPM dia menerima bantuan yang seharusnya tunai tapi menerima beras 25kg dan uang Rp 350 ribu. Bahkan dia bersama rekannya yang lain mengaku tidak tahu jika seharusnya bantuan yang dia terima adalah bantuan tunai.
"Ya tidak tahu kalau harusnya tunai, ini dari desa langsung dapat paketan beras 25 kg sama uang. Tadi tidak ditawari mau diambil tunai semua atau buat beli beras, jadi manut saja," tuturnya
Saat dimintai konfirmasi, Kepala Desa Tlahab Lor Dirwanto mengatakan pihaknya memfasilitasi KPM untuk membelanjakan beras di Kantor Desa karena untuk memastikan bantuan tunai dibelanjakan sesuai dengan ketentuannya. Menurutnya warga akan dimintai kuitansi sebagai laporan pembelanjaan uang bantuan itu.
"Pedumnya (pedoman umum) berbunyi tidak boleh membelanjakan di luar ketentuan, jadi kami mengambil sikap supaya jika sudah keluar tidak dibelanjakan untuk yang macem-macem lah," kata Dirwanto di kantornya.
Diwawancarai terpisah Kabid Dayasos Dinsos Kabupaten Purbalingga Muksinun mengatakan seharusnya KPM menerima bantuan uang tunai Rp 600 ribu. Sementara menurutnya untuk membelanjakan uang bantuan itu, KPM diberikan kebebasan memilih tempat belanjanya.
"Seharusnya tidak ada potongan atau pengondisian mau belanja di mana, yang diatur adalah uang dibelanjakan untuk bahan makanan yang mengandung karbohidrat, protein hewani atau nabati dan vitamin," kata Muksinun kepada detikJateng, hari ini.
Praktik semacam itu menurutnya keliru karena pihak desa tidak boleh mengondisikan atau mengarahkan para penerima bantuan untuk membelanjakan di tempat tertentu.
"Intinya praktik semacam itu keliru dan salah, belinya di mana itu tidak diatur. Murni hak KPM. Adanya kejadian ini kami akan melakukan evaluasi dan monitoring setelah itu kami akan koordinasi dengan pihak terkait," tutupnya.
(sip/sip)